Membajak Sawah dan Menanam Padi di Desa Wisata Kebonagung, Bantul - Nasirullah Sitam

Membajak Sawah dan Menanam Padi di Desa Wisata Kebonagung, Bantul

Share This
Seorang petani membajak sawah menggunakan Luku
Seorang petani membajak sawah menggunakan Luku
Pak Dalbiya menyambut rombongan dengan sumringah. Beliau ditemani pokdarwis Desa Wisata Kebonagung berjejer di depan rumah. Menyalami kami, serta mengajak berbincang di dalam rumah. Meja panjang di ruang tamu sudah dipenuhi makanan dan teh panas. Sementara di luar tampak Kelapa Muda sedang dipersiapkan, aku yakin Kelapa Muda tersebut bakalan jadi suguhan kami.

Obrolan berkutat seputaran Desa Wisata Kebonagung, beliau menceritakan sejarah awal desa ini menjadi desa wisata. Aku pernah mengulasnya ditulisan lain beberapa bulan lalu, saat kali pertama ke sini. 

Teman rombonganku bersemangat mendengarkan, diskusi kecil ini membuat kami dan para Pokdarwis makin akrab. Desa Wisata Kebonagung menonjolkan hamparan sawah, batik, dan beberapa keseniannya.

Di samping rumah ini, sebuah bangunan kecil berisikan koleksi buku banyak. Sudah pasti ini adalah Taman Baca Mandiri yang dimiliki Desa Wisata Kebonagung. Walau hanya sekilas melihat, aku pastikan ada banyak koleksi di sana. Tepat di seberang kami, ibu-ibu duduk santai bersama pemuda-pemudi setempat.

Ibu-ibu tersebut senantiasa sabar menunggui kami. Nantinya beliau akan memainkan musik Gebuk Lesung. Ketika kami keluar dari rumah, beliau kompak memukul lesung. Suaranya bersahutan serasa iringan irama menyambut kami. 

Kami juga akan ditemani para muda-mudi warga setempat ketika bersepeda mengelilingi desa. Sepeda ontel dan caping (topi yang terbuat dari anyaman bambu), paduan yang tepat kala berkunjung di desa wisata.
Bersepeda menyusuri jalanan di Desa Wisata Kebonagung, Bantul
Bersepeda menyusuri jalanan di Desa Wisata Kebonagung, Bantul
Mengunjungi Desa Wisata Kebonagung ini kali kedua dalam kurun waktu satu tahun. Sempat kupamerkan aktifitas bersepedaku di sini ke teman rombongan. Mereka bukannya takjub malah mengomentari kaos yang kukenakan. Semacam dejavu, kaos yang kukenakan waktu itu ternyata adalah kaos yang kukenakan sekarang.

“Jadi satu tahun kamu nggak ganti kaos?” Celetuk teman.

Wasyem tenan.”

Tawa kencang dari teman rombongan. Aku sendiri baru sadar, ternyata suka banget main pakai kaos ini. Disela-sela acara, aku melihat sosok paruh baya yang senantiasa tersenyum menyapa rombongan. Pak Sardi, sosok yang waktu aku menginap di sini selalu menemaiku. Kali ini beliau juga menemai kami bersepeda menyusuri desa.

“Masih ingat saya pak?” Tanya saya saat menjabat tangan Pak Sardi.

Beliau mencoba mengingat, namun sepertinya tidak berhasil. Maklum saja, dalam satu bulan entah ada berapa banyak wisatawan yang beliau dampingi. Tak kehabisan akal agar beliau bisa ingat aku. Aku bercerita kalau beliau pernah mengantarku ke Mangunan menjelang subuh naik motor.

“Oh mas yang dulu itu. Ingat saya mas, yang sempat ada kesalahan komunikasi dengan pokdarwis di sini,” Jawab beliau ketika ingat.

Ya, memang waktu itu sempat ada kesalahan komunikasi antara aku dan pengelola di sini. Tapi aku tetap menikmati agenda kala itu. Sekarang aku ke sini dengan teman-teman sebaya yang bersemangat kalau main di desa wisata. Seperti sudah saling mempunyai kemistri satu dengan lainnya. Kami yang baru kumpul dan main bareng amat kompak.

Bersepeda menyusuri Desa Wisata Kebonagung menyenangkan. Kami disuguhi pemandangan sawah terhampar luas. Pak Sardi mengajak kami mengunjungi salah satu homestay yang biasa diinapi wisatawan. Kali ini kami tidak menginap, agenda yang padat membuat kita harus meninggalkan lokasi ini menjelang sore.

Walau tidak menginap, bukan berarti kami di sini tanpa ada aktifitas. Malah di sini kami bermain di sawah. Menanam Padi dan membajak sawah. Main-main lumpur itu menyenangkan. Sebelum bermain lumpur di sawah, kami bersepeda menuju Bendung Tegal. 

“Kita pakai pose lain. Bosan foto pakai posenya Alid,” Celetuk teman rombongan.
Berbaur dengan muda-mudi setempat
Berbaur dengan muda-mudi setempat (Dok. Rifky)
Entah siapa yang berbicara, tapi ucapan itu mendapatkan sambutan tawa kencang. Di sini kami berpose dengan para muda-mudi Desa Wisata Kebonagung. Malah kalau muda-mudi Desa Wisata Kebonagung ini nggak mau ikut pose bakal kami kasih hukuman. Jadi mereka turut berpose, tak ada sekat antara kami dengan mereka.

Bendungan Tegal mempunyai sejarah panjang, tempat ini juga yang pada pada akhirnya mengubah Kebonagung menjadi sebuah desa wisata. Potensi Bendungan Tegal sekarang tak seperti dulu. Dulu di sini sempat diadakan lomba Perahu Naga. Sebagai informasi tambahan saja, jika kalian pecinta kuliner. Tidak jauh dari ini ada Mie Ayam yang cukup kondang dan laris manis.

“Acara selanjutnya membajak sawah dan menanam padi. Nanti adik-adik warga sini akan menanam padi, kalau kalian minat silakan ikut,” Terang pak Dalbiya.

Sisi timur rumah Pak Dalbiya adalah hamparan sawah milik warga. Sepanjang mata memandang sebagian besar yang terlihat adalah sawah, diselingi bangunan rumah. Jika musim tanam padi, tentu aktivitas di sini menarik diabadikan.

Sejak dulu aku terpikirkan mengabadikan aktifitas warga setempat saat menanam padi dan membajak sawah. Aku pernah melihat di daerah Seyegan aktifitas para petani ditemani puluhan Burung Kuntul yang beterbangan. Sampai sekarang niatku mengabadikan aktifitas para petani berlatar-belakang burung tersebut belum terealisasikan.

Membajak sawah menggunakan alat mesin menjadi memandangan yang biasa. Di tiap penjuru Indonesia, hampir sebagian besar membajak sawah sudah menggunakan alat modern. Yang jarang terlihat adalah membajak lahan sawah menggunakan alat tradisional. Di Desa Wisata Kebonagung ini ada Museum Tani, museum yang menyimpan koleksi alat bajak sawah tua.

Luku, nama alat bajak tradisional ini masih terlihat di Kebonagung. Walau sekarang hanya dipergunakan kala ada wisatawan yang ingin merasakan sensasi menaiki Luku yang ditarik dua kerbau. Tertarik menaikinya? Kalian harus menyiapkan satu pakaian siap kotor kala menaiki luku.

Dua kerbau digiring seorang bapak menuju lahan yang akan dibajak. Lahan petak sawah ini memang dikhususkan untuk kegiatan membajak dan menanam padi bagi wisatawan. Tahun lalu, lokasi ini juga yang kudatangi.
Mengendalikan dua kerbau saja sudah kewalahan, bagaimana kalau mengendalikan keluarga *eh
Mengendalikan dua kerbau saja sudah kewalahan, bagaimana kalau mengendalikan keluarga *eh
Aku mendapatkan kesempatan menaiki Luku yang ditarik dua kerbau. Ini menjadi pengalaman kedua di tempat yang sama. Jika tahun lalu tidak ada yang mengabadikan, kali ini teman-teman yang menonton di tepian sawah sudah beraksi mengabadikan dengan kameranya masing-masing.

Mengendalikan laju dan arah Luku itu gampang-gampang susah. Tuas panjangnya harus kita pegang seimbang agar Kerbau tidak salah arah. Jika ingin membelokkan, kita harus menarik lebih kencang tuas tali sisi yang kita inginkan. Salah satu yang membuat agak susah karena kita harus menduduki papan Luku yang tidak lebar.

Kedua Kerbau berjalan saat kusentakkan tuas tali, sedikit demi sedikit Kerbau tersebut memutari lahan. Cukup canggung rasanya, harus duduk dan mengendalikan Luku. Aku ditemani bapak yang senantiasa ikut memutari lahan dengan jalan kaki. Beliau mengarahkan apa yang harus kulakukan. Tidak hanya aku, Hanif pun mencoba menaiki Luku sembari merekam menggunakan Action Camera.

Masih ada satu kegiatan lagi yang tidak boleh dilewatkan, yaitu menanam padi. Tepat di sebelah lokasi membajak sawah sudah dipersiapkan padi untuk ditanam. Mereka yang menanam adalah muda-mudi setempat. Kami hanya mengamati dari pematang sawah sambil mendengarkan keterangan bapak di sini.

Rasanya gatal kaki kalau tidak mencoba. Toh tadi sudah terlanjur kotor menaiki Luku. Aku segera turun bergabung dengan muda-mudi yang menanam padi. Menanam padi harus teliti, dalam satu tancapan minimal ada dua tangkai padi. Jaraknya tidak boleh terlalu jauh ataupun dekat.

Karena kamu ini hanya belajar menanam padi, bapak yang mengarahkan kami sudah mempersiapkan bibit padi dan sebilah bambu panjang. Bambu tersebut sudah diberi tanda tiap 20 CM. Ini artinya, kami harus menancapkan tangkai tepat ditanda tersebut. Tujuannya agar jaraknya dapat teratur dan rapi. Seru juga ternyata, menanam tiap tangkai dengan berjalan mundur.
Nandur padi dulu bareng adek-adek warga setempat
Nandur padi dulu bareng adek-adek warga setempat
Baru tiga baris saja rasanya sudah capek membungkuk, apalagi kalau seharian. Seperti inilah yang dirasakan petani. Mereka senantiasa sabar menanam padi dengan berjalan mundur. Saling membantu satu dengan lainnya agar satu petak lahan sawah bisa cepat ditanami benih padi. Pelajaran yang berharga bagi aku dan teman-teman. Jujur ini kali pertama aku menanam padi. Sewaktu ke sini tahun lalu, aku hanya menaiki Luku membajak sawah.

Waktu yang singkat mengantarkan kami pada penghujung waktu. Pukul 17.00 WIB, dua mobil dari Desa Wisata Pancoh sudah menanti kami. Bergegas kami mengemasi barang, dan membersihkan diri dari lumpur. Kami berpamitan dengan Pokdarwis Desa Wisata Kebonagung. Walau tidak lama, di sini kami dijamu dengan baik. Semoga ada kesempatan menginap di sini lagi di lain waktu.

*Rangkaian kegiatan Travel Blogger Explore Desa Wisata Jogja (Hastag #EksplorDeswitaJogja) dipersembahkan oleh Forkom Desa Wisata Yogyakarta 24 - 26 Februari 2017.
Desa Wisata Kebonagung, Bantul
Alamat: Kebonagung, Imogiri, Bantul, DI. Yogyakarta
Narahubung: 0813-9252-5751/0877-3877-8594 (Pak Dalbiya)
Email: mr.dalbiya@yahoo.co.id

32 komentar:

  1. WAh mantep mas..
    dulu pas kecil suka banget lihat kebo pas dimandiin :D
    Sekarang di kampung udah jarang yang pada melihara kebo..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mas,
      itu yang ngangeni hahahaha. Aku malah pengen motret saat orang mandiin kerbau :-D

      Hapus
  2. Paling seneng numpak luku melu ning sawah pas isih cilik, trimo bolos sekolah nek ning sawah pas ngeluku (bajak) ha ha ha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahah, janjane aku rene kui rep ngajak Lisa kok yo. Mung bocahe ilang hahahhahaha

      Hapus
  3. Ekspresimu ketok serius banget pas mbajak, opo karena grogi disawang NakDek? Hahahaha.
    Nyesel juga nggak ikut ngerasain bajak sawah waktu itu. Takut kecapekan jadi nyerah sebelum berperang. Oh iya, Museum Tani belum kita sambangi pas EksplorDewsita ya. PR nih kalau singgah ke Kebonagung lagi. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu karena dudukknya kurang seimbang mas. Sebenarnya nakdek itu agak mengacaukan pikiranku *eh

      Iya mas, ternyata kita nggak ke sana :-(

      Hapus
  4. Dari ekspresinya udah pro banget ya bercocok tanam anda itu mas. haha.

    BalasHapus
  5. kayaknya belum pernah membajak sawah deh aku...kalau main2 di sawah sih pernah, maklum sebagai seseorang yang tinggal di pegunungan yang jarang ada sawah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahhaha,
      Aku waktu kecil sudah pernah, walau tinggal di kepulauan tapi bapak dulu punya ladang :-)

      Hapus
  6. Asyik banget bisa melihat aktifitas bajak sawah dan bajak sawah nya sama kerbau. Wuih ada taman baca buku juga ya Mas disana..

    Akhirnya Bapak nya mengenalin Mas Nas ya setelah beberapa menit berselang.. hehheh

    BalasHapus
  7. tandur : ditata mundur

    luar biasa dah para petani, membungkuk lama gitu pasti pegel banget... plus panas pula
    dalam prakteknya mereka enggak pakai bantuan bambu, tapi bisa teratur ya
    heuheuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salut sama beliau yang masih setiap jadi petani mas. Penuh kesabaran untuk menanam seperti ini.

      Hapus
  8. Masih kelihatan alami banget jadi pengen kesana, pasti seru tuh mainan sama kebo hehehe...

    BalasHapus
  9. Haha pas aku baca baju yg dipakai setahun gak ganti, langsung aku teringat apa iya mas sitam pake baju warna merah lagik ? ahahahaha

    aku lama udah gak tandur padi, memandikan kerbau dan main bareng kerbau. meski daku anak kota, tapi kalau pulang ke desa Ibu, justru hal-hal kayak gini yang bikin kangen

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pas ke sini gak pake kaos merah ahahhaha. Aku agak mengurangi menggunakan kaos merah kalau main. Dikira gak ganti ahahhaha

      Hapus
  10. jaman saya kecil demen banget ngikutin kebo yang lg bajak sawah.
    beh saiki akau wes sui mas gak tau weroh maneh petani sing mbajak gae kebo.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang sudah pakai mesin mas. Memang jarang yang pakai kerbau. :-)

      Hapus
  11. Di Kebonagung ini terasa segar karena ada adek-adek gemes yang ikut menemani kita selama tur wwkwkwkwk.

    Karena air yang melimpah, padi jelas menjadi komoditas utama di desa ini. Hanya saja, aku berharap ada alternatif usahatani lain agar di masa depan tidak ada titik jenuh pada tanah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahhaha,. baru kali ini di desa wisata ngajak dedek-dedek banyak dan mau sepedaan :-D

      Hapus
  12. Balasan
    1. terima kasih kakak,
      kode balik kampung kayaknya kak :-)

      Hapus
  13. Membajak sawah menggunakan kerbau dan menanam padi (tandur) sekarang jadi pemandangan yang sudah cukup sulit, apalagi daerah perkotaan... hmmm..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar banget mas. Mendapatkan kegiatan seperti ini menjadi sesuatu yang istimewa rasanya

      Hapus
  14. akhirnya jadi pembajak juga .. hehe .. tapi cocok tuh
    pengalaman orang kota jadi pembajak .. pasti berkesan banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahhha, sesekali naik kerbau, kang. Naik sepedanya kelupaan kakakakka

      Hapus
  15. Wah... merasakan menjadi petani memang menjadikan kita semakin bersyukur, salut sama warga desa di sana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita juga harus berterimakasih pada para petani yang terus menanam padi. Dari jerih payah merekalah kita bisa tercukupi pangan

      Hapus
  16. Nak dek...nak dek...
    Pengen nyobain bajak sawah, tapi waktu itu aku lagi ngawet2in celana, takut kotor. Malah sowek keesokan harinya T.T

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nakdek banget hahahah
      Coba ikutan bajak, tentu celanamu terselamatkan :-D

      Hapus

Pages