Salah Terima Telepon - Nasirullah Sitam

Salah Terima Telepon

Share This
Kulkasnya masih terbungkus didalam kantor
Mengangkat telepon kantor disaat jam kerja adalah suatu keharusan, takutnya ada informasi yang penting dan harus dikerjakan. Begitupun siang ini saat hari jum’at. Begitu telepon kantor bordering, dengan sigap aku berlari ke meja kantor.

“Selamat siang, K@#$%* #$%^ .” Sapaku seraya menyebutkan instansi tempatku bekerja.

Selamat siang pak, benar ini dengan K@#$% $%^&?” Suara bapak dari seberang telepon.

“Benar pak.”

Pak, permohonan pengadaan lemari es sudah kami urus. Kami belikan yang dua pintu ya?

“Iya?!!” Responku agak kaget.

Iya sudah pak, terima kasih.”

Tuttt.. tutttt. Tuuutttt….!!! Telepon pun terputus. Padahal kata “iya?!” tadi itu karena bertanya sekalian kaget, kok malah dimatiin sama orang seberang. Antara bingun dan takut aku keluar dari ruang sebalh menuju ruang depan. Keempat teman kerjaku memandang dengan penuh rasa penasaran.

“Siapa mas?” Tanya mbak Desi.

“Ini mbak, katanya kita dibelikan lemari es yang dua pintu.” Jawabku polos.

Keempat teman kerjaku terperangah padahal mereka tidak pernah mengajukan pengadaan lemari es. Akupun tak kalah terperanjat mendengar jawaban dari keempat temanku. “Mampus aku” dalam hati mengumpat diri sendiri.

Setelah diselidiki ternyata yang meminta permohonan lemari es adalah pihak lantai dua. Masih satu kerjaan dengan aku, tapi khusus bagian kerjasama dan penelitian. Dalam hati makin gusar, takutnya apa yang aku setujui pemesanan tidak sesuai harapan mereka.
***--***
Hari seninnya aku mendapatkan kabar perihal pengadaan lemari es lagi. Wah pagi-pagi udah bikin gusar aja ini kasus. Kenapa kemarin lusa (hari jum’at) yang ngangkat telepon aku. padahal biasanya nggak aku yang ngangkat. Nasib, pagi ini jantung harus senam lebih kencang.

“Mas Sitam, ingat lemari es kemarin nggak?” Tanya mbak Weni.

“Iya ingat mbak.” Dug..dug..dug jantung semakin kencang.

“Orang atas udah beli lemari es ternyata mas.” Kata mbak Weni.

Pyyaaarrr!! Bruakkk!! Mampus aku. “Terus mbak?” Semakin takut aja aku pagi ini.

Mbak Weni malah tersenyum melihat reaksiku. Apa dia nggak paham kalau aku syok banget mendengarkan kabar tersebut. Itu kabar pokoknya buruk banget bagi aku. Takutnya lemari es dibeli, terus suruh gantiin bayar apa nggak horror itu.

“Lemari es-nya diserahin ke kita mas. Jadi sekarang kita punya lemari es sendiri. Enak toh.” Jawab mbak Weni.

“Apa? Untuk kita dibawah? Gratis?” Aku masih tidak percaya.

Mbak Weni menganggukan kepala seraya tersenyum lebar. Plong rasanya jantung ini mendengar jawaban mbak Weni. Dia tidak tahu kalau dari tadi jantung ini rasanya mau copot. Takut mendengar kata “Mas harus ganti uang pembelian lemari es”. 
Baca juga postingan sebelumnya 
Gara-gara Listrik Padam
Sebuah Pesan dari Dias 
Ujian Akhir Sekolah itu?

2 komentar:

  1. untung gak bayar beneran harga lumayan kulkas 2 pintu minimal 2.4 juta, hahahahha,......................

    BalasHapus

Pages