“Tek..tek..tek…tretek.tek…tek…” roda kecil berputar yang didorong
dengan sebilah bambu. Tangan ini memainkan salah satu mainan anak-anak yang
saat aku masih kecil gemar membelinya. Atau saat tidak ada uang, aku dan
teman-teman saat masih SD membuatnya sendiri dari peralatan seadanya. Apa nama
mainan ini? Aku sendiri sampai sekarang tidak tahu namanya, padahal waktu kecil
sering main ini. Pastinya kalau dulu tidak dibelikan, pasang muka melas dan
merengek ke orangtua untuk dibelikan. Jika kalian terlahir pada tahun 90an atau malah dibawahnya,
tentu tidak asing dengan mainan ini. Mainan ini ataupun lainnya lambat laun
mulai tergeser tempatnya. Menjadi sesuatu yang langka untuk melihatnya
diperkotaan, malah kita lebih sering melihat mainan ini masih dijual oleh
kakek-kakek yang berjalan didaerah pinggiran kota. Harganya pun hanya 2k saja.
Sangat murah sekali.
![]() |
Mainan masa kecil |
Masa sekarang, tidak bisa kita pungkiri kalau mainan
elektronik lebih menyenangkan daripada mainan yang berasal dari belahan
bambu/kayu. Anak-anak sekarang lebih mudah bermain dengan gadget, mencari games yang tersedia banyak kemudian
mengunduh, menginstal dan mulai bermain. Cukup duduk dikursi kamar, dengan
menggunakan paket data ataupun wifi, mereka lantas menikmati permainan
seharian. Tidak perlu kita salahkan hal yang seperti itu, mereka memang
terlahir di era digital serta tempatnya pun mumpuni untuk mendapatkan pelayanan
yang seperti itu.
Kalau aku, hemmm.
Lahir dipulau dengan segala keterbatasan. Bermain pun sesuai musimannya. Ada
kalanya main layang-layang, mencari Jangkrik, main petak umpet. Atau membuat
mobil-mobilan seperti gambar di atas tapi yang lebih sederhana. Bahannya pun
cukup dengan apa yang ada disekitar kita. Kalau ada bekas santal putus, bisa
dijadikan ban. Kalau masih susah, cari saja baterei radio yang sudah mati.
Dipukul hati-hati, makan benda yang bulat dan berwarna putih itu bisa dijadikan
ban. Kalau lagi musim buah, cari saja kulit Jeruk Bali. Tanpa butuh waktu lama,
kulit Jeruk Bali itu disulap menjadi permainan. Masih banyak lagi mainan-mainan
yang bisa dibuat oleh kami. Pasti yang mengalami saat membaca sedang
senyum-senyum sendiri.
Perbedaan mencolok ini bukan berarti masa kita lebih
menyedihkan, karena waktu masih kecil malah kami merasa bahagia. Semakin
tersisihnya mainan-mainan tradisional, kita harus bijak jika mempunyai saudara
maupun anak kecil. Biarlah mereka bermain sesukanya, namun kita harus tetap
memberi perhatian dengan baik. Jangan kita larang mereka bermain gadget, tapi batasi
waktunya. Kalau perlu sekali-kali belikan mereka mainan tradisional, atau
kenalkan merena dengan permainan-permainan waktu kita masih kecil saat akhir
pekan. Bukan tidak mungkin, saat mereka jenuh dengan gadgetnya; mereka akan
melakukan permainan-permainan yang kita kenlkan pada mereka.
Baca juga postingan yang lainnya
di tempatku namanya "othok-othok" itu mas...kadang dibuat dari kaleng bekas susu kental manis...tapi sayang sekarang sudah jarang banget, bahkan hampir gak ada
BalasHapusBesok aku mau bikin mbak :-D
Hapushahahahaha.....ya mbak Nik, dulu saya juga menyebutnya othok-othok.
HapusWah ternyata sama namanya :-)
HapusSaya setuju sekali. Anak anak kita selain diperkenalkan dengan teknologi modern agar selalu update , juga sebaiknya tidak melupakan tradisi leluhurnya, tradisi daerahnya, ciri khas anak Indonesia dengan memperkenalkannya dengan budaya Indonesia termasuk pada permainan anak anak
BalasHapusAda waktunya untuk anak-anak kenal dengan mainan sederhana seperti ini pak :-D
Hapus