Kelenteng Kwang Sing Bio Tuban |
Matahari mulai condong ke barat, jam di tangan menunjukkan pukul 15.45 WIB. Aku mendengar teriakan kencang teman-teman bloger yang berada di jembatan pantai Kutang memanggil namaku. Sebuah pertanda aku harus segera menuju parkiran mobil, melanjutkan perjalanan menuju destinasi selanjutnya.
Kuambil gawai yang selama di pantai hanya tersimpan di saku celana. Tujuan selanjutnya adalah Kelenteng Kwang Sing Bio yang berada di kabupaten Tuban. Jarak antara pantai Kutang menuju kelenteng sekitar 12 kilometer. Bergegas aku menyusul teman lain yang sudah berada di parkiran.
Seperti pada trip sebelumnya, ketika kami di Jombang. Selama di Jombang rombongan kami juga tidak hanya menjelajah Jombang semata. Kami juga menjelajahi destinasi di Mojokerto, khususnya destinasi heritage yang berkaitan dengan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Dua mobil yang kami naiki menyusuri jalanan Lamongan – Tuban. Liburan panjang tidak membuat jalan di sini macet, perjalanan lancar sampai di kelenteng. Aku baru tahu jika kelenteng ini berada di dekat jalan raya yang sisi sebelahnya adalah pesisir. Tepatnya di Jalan R.E. Martadinata No 1, Karangsari, kecamatan Tuban. Di setiap trotoar sudah berjejer para penjual gerobak makanan.
Tidak ada biaya masuk ke kelenteng, sore ini suasana di kelenteng ramai. Pintu utama masuk luas. Di dinding kanan terdapat relief peta Indonesia, sedangkan sisi kiri ada dua relief besar. Salah satunya adalah seperti tembok besar China.
Jalan masuk ke dalam kelenteng |
Kawasan kelenteng Kwang Sing Bio sangat luas. Bangunan tidak hanya satu, di satu komplek ada beberapa bangunan besar. Mungkin ini kelenteng terbesar yang pernah aku kunjungi. Kelenteng ini mempunyai beberapa bangunan, bangunan utama, tengah, belakang, dan sisi barat.
Kelenteng Kwang Sing Bio tidak hanya menjadi tempat untuk beribadah saja. Akhir-akhir ini, fenomena wisata pun masuk ke lokasi /tempat peribadatan. Salah satunya kelenteng ini menjadi tujuan altirnatif wisata bagi khalayak umum. Ini juga kunjungan kesekian kalinya aku menuju kelenteng; setelah kelenteng di Jepara, Semarang, dan Lasem.
Pada bangunan utama kelenteng, di depannya terdapat dua patung naga, serta ada kolam buatan yang berisi ikan. Para pengunjung rata-rata mengabadikan foto tepat di depan bangunan utama berlatarkan kelenteng. Tidak sedikit pula yang menuju bagian bangunan kecil yang ada di bagian utama.
Area kelenteng yang cukup luas |
Aku sedari tadi asyik membidik beberapa sudut bangunan. Satu bangunan yang berada di paling depan luput aku abadikan. Area yang luas dan lebih banyak foto bareng teman rombongan membuatku luput mengabadikan sudut-sudut lain yang menarik. Selama di kelenteng, aku lebih banyak mengabdikan dari halaman yang luas.
Mentari mulai tenggelam, sinar mentari tertutup bangunan menjulang tinggi. Tidak serta-merta gelap, hanya cahayanya tak langsung menyinari kami. Aku melangkahkan kaki melintasi gerbang kecil, meniti jalan kecil (jembatan) menuju bagian paling pusat. Ragam warna merah berbalut kuning emas hampir menjadi corak khas tiap kelenteng.
Menurut literatur, kelenteng Kwang Sing Bio ini awalnya dibangun pada tahun 1742. Dulunya hanyalah bangunan kecil, lambat laun bangunan pribadi ini dijadikan sebagai tempat beribadah para pengungsi Tionghoa dari Tambakboyo.
Dari tahun ke tahun pembangunan kelenteng ini mendapatkan berbagai aral. Salah satu yang paling diingat tentunya pada tahun 1967, penamaan kelenteng ini diubah menjadi Tempat Ibadah Tri Dharma.
Dari tahun ke tahun pembangunan kelenteng ini mendapatkan berbagai aral. Salah satu yang paling diingat tentunya pada tahun 1967, penamaan kelenteng ini diubah menjadi Tempat Ibadah Tri Dharma.
Mengabadikan diri di depan kelenteng Kwang Sing Bio Tuban |
Menariknya, meskipun kelenteng ini untuk beribadah ajaran Konghucu, di dalam kelenteng terdapat Vihara kecil. Vihara tersebut untuk beribadah bagi pemeluk agama Buddha. Hal ini dikarenakan sewaktu perubahan nama dari kelenteng menjadi Tempat Ibadah Tri Dharma; artinya ada tiga ajaran agama yang beribadah di komplek ini yakni: Buddha, Taoisme, dan Konghucu.
Ketika mobil terparkir di samping kelenteng, pandanganku tertuju pada sebuah patung besar menjulang tinggi menghadap ke laut. Patung raksasa ini menggunakan baju zirah berwarna hijau dan merah dengan motif naga keemasan. Tentu kalian sudah tahu perihal patung raksasa yang saat ini terdapat kain putih menjulang menutupi sebagian wajah.
Patung Dewa Kwan Sing Tee Koen, dan ada juga yang menyebutnya sebagai panglima perang dari China ini menjadi salah satu objek yang sering diabadikan kala berkunjung ke kelenteng. Dari pintu gerbang sebelah barat, aku melangkah menuju patung tersebut. Menjelang sore, pengunjung tidak banyak di area patung. Mereka lebih suka mengabadikan di area halaman dalam kelenteng.
Patung Dewa Kwan Sing Tee Koen |
Tanah lapang di depan patung terdapat tembok setinggi lebih dari dua meter. Tiap petakan pagar terdapat gambar ilustrasi yang menceritakan sosok panglima perang tersebut. Senja akan berlalu, sedikit gelap aku abadikan patung setinggi 30 meter tersebut.
“Ini patung yang sempat heboh di sosial media kah?” Tanya salah satu temanku.
Aku mengangguk kepala, tetap dengan mengabadikan patung tinggi tersebut. Puas mengelilingi kelenteng, kami jalan kaki menuju jalan raya. Melintasi tembok penuh ornamen shio. Di seberang jalan, kami duduk berjejer menatap senja yang tertutup mendung dan bangunan.
Keceriaan tim #triptanpadeadline Lamongan/ Dok. Foto Mbak Mira Sahid |
Dari tepian trotoar, kunikmati segelas es kelapa muda sembari menatap laut lepas. Ini kali pertama aku singgah di Tuban. Nyatanya Tuban mempunyai destinasi wisata alternatif yang bisa dikunjungi. Jadi terpikirkan tahun ini (2018) ingin kembali berkunjung ke Tuban, menjelajah beberapa destinasi wisata yang belum pernah aku kunjungi. *Tuban, Minggu 24 Desember 2017.
Baru tau kl di Tuban ada klenteng segede ini.. Dan uniknya di dalam klenteng terdapat vihara.. Oh gusti, ini bukti kerukunan agama yg luar biasa :) semoga kapan hari aku bisa ke klenteng ini juga
BalasHapusIya mbak, semoga kerukunan tetap terjaga di Indonesia
HapusUnik banget, di dlam klenteng ada vihara
BalasHapusBenar mas, unik :)
HapusDi Klenteng Kwang Sing Bio, apa ada sisi ruangan tertentu yang dikhususkan ibadah dan nggak boleh dijamah pengunjung mas?
BalasHapusOh ya pas liat patung besar itu, rasa-rasanya jadi nggak asing lagi sama Klenteng ini. Pernah beberapa diliput di tv :)
Pengunjung hanya di luar mbak.Jadi saya tidak tahu apakah di luar ada yang tidak boleh di jamah dll. Tapi kalau jamah biasanya emang jangan sih. Kalaupun foto yang kudu sopan juga di tempat seperti ini.
Hapuswah baru kali ini lihat kelenteng seperti bangunan rumah besar tp aku suka banget lihat vihara
BalasHapusBesar banget malahaan mbak
HapusKalau main ke Tuban, kabar-kabar yaaa Sitam
BalasHapusSiap mbak Dian. Makasih loh sudah membantu selama di sana :-)
HapusNah ini nih. Udah lama tau soal keberadaan klenteng besar ini, tapi belum kesampaian ke Tuban. Pokoknya nanti kalau ke Tuban, klenteng ini jadi destinasi wajib!
BalasHapusAbis keliling kelenteng lanjut nongkrong di tepian pantai
HapusAku meh nulis ini tapi nggak jadi-jadi. Hahaha.
BalasHapusMumpung menjelang imlek semoga niat ke sini terlaksana. :D
Ahahahaha, tujuanku nulis kui yo mergo wes mepet imlek je kkakakkaka
HapusWohh ada miss Tuban aka mbak Dian juga to hahaha. Klenteng pada dasarnya digunakan tempat ngumpul atau istilah sekarang seperti balai yang diramaikan oleh peranakan dan perantau Tionghoa. Baru setelah ganti nama jadi Tri Dharma dan traumatik orde baru yang melarang segala bentuk budaya Tionghoa, klenteng-klenteng jadi sedikit menutup diri. Kabar baiknya sekarang mereka jadi tempat foto yang instagramable hahaha. Btw masih gemes dulu banyak berita simpang siur yang menyebut Kwan Sing Bio di Tuban sebagai klenteng terbesar di Asia Tenggara. Halu banget. >.<
BalasHapusAku baca di beberapa tulisan bilangnya memnag terbesr di Asia Tenggara, koh. Tapi aku nggak berani menuliskan, karena tidak tahu mana-mana kelenteng yang terbesar di Asia Tenggara hahahahah.
HapusAku cek di daftar tulisan, ternyata masih ada beberapa kelenteng lagi yang bakal kutulis di blog hahahaha
Unik bngat yaa! Di dalam klenteng ada vihara.
BalasHapusIya hehhehe; ada tempat ibadah lainnya
HapusDi indo aku malah blm prnh ke vihara ato klenteng. Tp pernah masuk ke dalam pas di beijing dan di penang :). Suka aja sih liat banyak patung yg kdg unik di dalam. Dan nth kenapa, tiap kali k vihara ato tempat ibadah lain, dimanapun itu, selalu yg dirasain cm damaaai banget :)
BalasHapusDi Indonesia menjadi destinasi wisata alternatif mbak. Sama halnya kita ke tempat ibadah lainnya. Harus mematuhi aturan yang tertulis maupun tidak tertulis.
Hapusbangunan klenteng selalu menarik untuk dikunjung,
BalasHapuskalo ke tuban boleh juga singgah disini
Bisa jadi pilihan alternatif sembari mencari tempat untuk mengabadikan sunset
Hapusmirip vihara asri medan nas
BalasHapusBerarti aku harus ke Medan ini ahhahahahha
Hapusseru ya!!
BalasHapusduduk bareng2 sambil menatap senja, romantisnyaaa :)
btw, itu anaknya siapa? hehehe
Seru banget ahhahaha.
HapusTio itu anaknya Mak Indahjuli :-D
Kalau ke Tuban, belum pernah mengeksplor kotanya. Padahal kotanya tua dan bersejarah.
BalasHapusKudu diagendakan ki..
Aku cuma ke sini mas pas di Tuban hahahahha. Pengen ke sana lagi
Hapusgede banget ya ..
BalasHapusklenteng dengan warna warna merah .. terlihat ceria dan menarik untuk foto foto
Sekarang banyak kelenteng yang terbuka dan kita diperbolehkan mengabadikan bagian luarnya kang.
HapusKeren yah dalam satu kompleks bisa ada tiga ajaran agama yang beribadah: Buddha, Taoisme, dan Konghucu terus mereka gak ribut hahaha :D
BalasHapusCheers,
Dee Rahma - heydeerahma.com
Ya, sudah seharusnya seperti ini :-)
Hapus