Kala Teman Meracik Kopi di Candala Coffee - Nasirullah Sitam

Kala Teman Meracik Kopi di Candala Coffee

Share This
Tim ngopi tiap pekan beraksi
Tim ngopi tiap pekan beraksi


*Catatan: Kedai Kopi Candala di Bulan Februari 2020 sudah tutup
.

Pada akhirnya agenda kumpul ngopi tiap pekan bukan lagi menjadi agenda mingguan. Bahkan dalam kurun waktu satu minggu, kami pernah hampir tiap malam berkumpul dengan orang-orang yang sama. Berbicara topik yang tak jauh berbeda dengan malam sebelumnya. 

Sempat beberapa kali lontaran pertanyaan di media sosial terkirim di pesanku. Mulai dari pertanyaan seperti umumnya; “Ngopi di mana? Enak nggak tempatnya?” Atau pertanyaan yang sedikit mengusik seperti “Kok ngopi terus, uang dari mana?” Pertanyaan seperti itu tak perlu dijawab. 

“Sepertinya beberapa hari ke depan aku mau menepi dulu, tidak ngopi,” Celetukku suatu ketika. 

“Yakin?” 

Aku mengangguk. Sebenarnya tidak ada alasan yang membuatku ingin menepi. Secara langsung saja terlontar tanpa sempat terpikirkan. 

Baru semalam aku berucap, Aqied melempar kode untuk ngopi. Kode tersebut diterima Mak Indah Juli, dan sepakat menjajal ngopi di daerah Condongcatur. Lokasi yang dekat dari tempat mereka berdua. 
Pintu kedai kopi Candala di Condongcatur
Pintu kedai kopi Candala di Condongcatur

Pilihan jatuh di Candala Coffee. Kedai baru yang berlokasi di Jalan Anggajaya II. Bergegas aku langsung ke lokasi menaiki ojek online. Sesampai di kedai, di sana sudah ada Aqied. Dia sendirian di dalam ruangan, pengunjung lain asyik berbincang di luar kedai. Tak lama berselang, Mak Indah Juli menyusul. 

Sekilas, Candala Coffee terlihat seperti Aegis Coffee. Warna cat tembok, bahkan tepat duduknya. Adapun yang membedakan adalah rak buku serta satu deret kursi sofa. Rombongan kami duduk di kursi sofa, bersantai sembari berbincang. 

Suasana berbeda dengan di luar kedai. Selain jejeran kursi dan meja, di sana ada satu tempat lesehan yang asyik untuk bersantai. Dua kali aku ke sini, tempat itu selalu sudah dipakai orang lain. Sepertinya, tempat lesehan itu spot terbaik untuk bermalas-malasan sembari bermain gawai. 
Sofa di dalam ruangan kedai kopi Candala
Sofa di dalam ruangan kedai kopi Candala

Kami disibukkan dengan memilih menu. Deretan biji kopi di depan meja barista tersaji. Aku lupa memesan biji kopi dari kota mana. Asyiknya harga kopi di Candala Coffee cukup sesuai dengan saku anak kos. 

Manual Brew-nya berkisar antara 16.000 rupiah, sementara Espresso Based sedikit lebih mahal, tapi tetap terjangkau. 

Sedikit obrolanku dengan barista Candala, Mas Agus. Beliau ternyata sekaligus Owner kedai ini. Beliau menuturkan jika Candala Coffee baru buka 1.5 bulan yang lalu. Ini artinya kedai kopi ini dibuka pada pertengahan Maret 2018. 
Daftar minuman di Candala Coffee
Daftar minuman di Candala Coffee

Lelaki tanggung ini bergegas membuat kopi pesananku. Sementara pesanan Aqied sudah ada di meja. Mak Indah Juli sendiri masih bimbang ingin memesan apa. 

“Barista ada dua mas, tapi yang satu sedang ke Jakarta. Jadi untuk saat ini saya sendiri dibantu dengan pramusaji.” 

Tiap berkunjung ke kedai kopi, kami suka berbincang dengan baristanya. Pasti ada informasi tambahan yang aku dapatkan. Termasuk kenapa di sekitaran Condongcatur sekarang mulai dilirik para pemilik modal untuk membuat kedai kopi. 
Mas Agus, owner sekaligus barista Candala Coffee
Mas Agus, owner sekaligus barista Candala Coffee

“Mbak-nya kalau mau coba membuat kopi sendiri boleh loh. Silakan,” 

Awalnya aku kira bercanda, Aqied pun penasaran untuk mencoba. Baristanya langsung mempersilakan Aqied beraksi membuat minuman yang dipesan Mak Indah Juli. Mas Agus memberikan arahan dari belakang. 

Sedikit pengarahan dari Mas Agus, Aqied mulai beraksi. Baru saja menakar biji kopi serta suhu air yang digunakan. Mas Agus meninggalkan kami, kulihat Aqied sedikit bingung dan canggung. Mungkin karena dikira bakal dikasih takaran biji, dan dia tinggal menuang saja. Bukan dari awal. 

Di sini kami benar-benar dibiarkan sesuka hati. Di dalam kedai hanya kami bertiga; aku, Mak Indah Juli, dan Aqied. Dia melakukan dari awal; mengambil kopi, menimbang biji, menggiling biji kopi, memasang paper filter, merebus air, hingga menyeduh. 
Aqied beraksi menyeduh kopi sendiri
Aqied beraksi menyeduh kopi sendiri

“Lah kok ditinggal sama mas-nya,” Celetuk Aqied. 

Sedikit aneh rasanya. Ini kunjungan pertama kami di Candala Coffee, tapi serasa kami sebagai pelanggan setia. Tanpa ada rasa keberatan sedikitpun, Mas Agus membiarkan kami mengobrak-abrik meja barista. 

Bagaimana tidak, biji kopi yang sudah tergiling tumpah, meja berantakan, serta aku dan Mak Indah Juli bebas mengambil foto dari sudut manapun. Kulihat raut wajah Aqied antara antusias dan gugup. Dia mencoba beberapa alat di sini, sampai akhirnya pesanan mak Indah Juli tersajikan. 

“Kalau rasanya nggak jelas, aku minta maaf loh mbak Indah,” Ujar Aqied. 

Lagi-lagi kami tertawa. Sejak masuk ke Candala Coffee, kami merasa seperti tuan rumah. Di dalam kedai bertiga, tertawa kencang sembari mengulang-ulang topik yang tak pernah basi. 
Mari menyeduh kopi bersama
Mari menyeduh kopi bersama

Pada kunjungan kedua ke Candala Coffee, mas Agus masih mengenali kami. Bagaimana tidak ingat, kami datang hanya rentang waktu tiga hari. Kunjungan kali ini tidak bertiga, melainkan bersembilan. 

“Mas, kami geser meja lagi boleh nggak?” Pintaku. 

“Silakan mas. Anggap tempat sendiri,” Jawab Mas Agus tertawa. 

Aku menggeser satu meja lagi digabung dengan sofa agar bisa bergabung dengan rombongan. Selain minum kopi, kami kali ini sekalian bermain UNO. Permainan kartu yang aku pahami saat di kos. 

Kunjungan kedua ini berawal dari buka bersama di tempat Aqied, berlanjut ngopi di sini. Sebenarnya kami ke sini banyak orang, sebagian hanya mengantar dan langsung pulang. Tim ngopi kali ini berasal dari Jombang, Solo, Malang, Boyolali, serta bloger lokal Jogja seperti kami. 

Jika kalian berkunjung ke sini dan ingin mencoba menyicipi menu khas di sini. Kalian bisa coba memesan Candala Mix Plate. Di atas tidak ada fotonya, biar penasaran sih kalian. Bocorannya ini minuman manis, jadi yang nggak suka kopi bisa coba satu ini. 
Tim ngopi tiap pekan beraksi di Candala Coffee
Tim ngopi tiap pekan beraksi di Candala Coffee
Tim ngopi tiap pekan beraksi di Candala Coffee

Pernah kami bertanya ke Mas Agus tentang Candala, kenapa tidak dibuat seperti coworking space layaknya kedai kopi lainnya. Beliau menjawab, memang tidak ada niat menjadikan kedai ini sebagai coworking space. Candala Coffee sengaja dikonsep untuk bersantai, berbincang, dan bukan untuk tempat bekerja. 

Tiap kedai kopi mempunyai konsep yang berbeda-beda. Nyatanya, di sini memang jauh lebih asyik untuk berbincang daripada mengerjakan tugas atau ngeblog. Selain itu, colokan listrik juga hanya ada di bagian sudut. Toh kami dua kali ke sini tujuannya memang untuk ngobrol saja, tidak terpikirkan untuk bekerja. *Candala Coffee, 24 & 26 Mei 2018.

22 komentar:

  1. Sekarang minum kopi banyak teorinya ya mas. Kudu tempatnya enak dan instagramable dll. Dulu kita meinkmati kopi dan angkringan karena perbincangan dan tawa kebersamaan :D


    Entahlah sekarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagian besar kedai yang berbaris antara ruko-ruko lebih mementingkan tempat yang bagus mas. Ada juga yang menggaet untuk coworking space, dan tetap masih ada yang khusus bagi pecinta kopi dengan tempat seadanya.

      Jadi ingat kalau kumpul dengan warga kampung di daerah kos, cukup kopi hitam segelas disambi dengan gorengan yang sudah dingin di angkringan hahhahahha

      Hapus
  2. Aqid emang kecelah.. bukan kedai kopilah namanya Ngopi Tiap Pekan :D
    ak senang kedai kopi warna lampunya putih gini. klo foto2 enak :D

    btw kalian duduk di spot yg bagus ya..apa cuma itu yang bangku yang buat ramai2?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sengaja pilih paling ujung biar kalau ada pengunjung lain nggak terganggu mas hahahhaha

      Hapus
  3. Memang susah untuk berhenti ngopi... wkwkwkwk
    Thanks gan infonya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya gampang mas, hanya yang susah itu berhenti ngumpul hahahahha

      Hapus
  4. barangkali bukanlah kopi yang dicari, melainkan kebersamaan dan ghibah sambil nyeruput kopi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cocok ini ahhahahaha
      Ghibah dan tahu-tahu sudah larut malam

      Hapus
  5. seru nih tempat ngopi nya serba putih
    kedai kedai kopi yang kudatangin biasanya serba warna gelap....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada juga kok di Jogja yang seba gelap dan temaram hahahahha

      Hapus
  6. Trus kapan aku meh diajak ngopi mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukannya udah pernah, bahkan ngajak salat juga *eh

      Hapus
  7. tempat kopi makin banyak .. jadi asyik banyak pilihan, apalagi kalau tempatnya bisa "bebas" begini ... seperti kedai milik sendiri :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar banget kang, kadang kita pilih tempat karena nyaman dan tentunya baristanya ramah

      Hapus
  8. Jadi rasa kopi yg dibikin aqied sukses nih ? :D

    Aku suka kopi, tp di jkt kok ya blm pengin kalo harus datangin cafe2 kopi setiap bulan ato minggu. Masalahnya, yg enak itu kebanyakan di jakarta selatan, dan menuju kesana perjuangan banget hahahaha. Maceeet trus jauuuhhh. Kalo daerah rumahku di timur, ga banyak yg enak. Di kelapa gading yg paling deket ada sih, tp harganya ga murah huahahaha.. Makanya buatku ngopi2 itu palingan cm pas ngumpul mas. Kecuali aku memang nyediain budget utk regular coffee meet up :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enak kok mbak hasilnya hahahahahh.
      Kami sekarang juga nggak tiap malam mbak, selepas lebaran mulai menjadwalkan kapan bisa kumpul bareng biar seru. Kalau keseringan ntar kelupaan sama teman lainnya hahahahha

      Hapus
  9. Dulu 2004 an tempat-tempat minum kopi baru mulai muncul di sudut-sudut Jogja. Namanya kopi blandongan, cuman lesehan menggunakan saung-saung saja. Tapi hampir setiap mulai buka sampai tutup selalu penuh sesak pengunjung. Padahal tempatnya asal-asalan banget.

    Di Jogja sekarang tempat ngopi bagus-bagus banget ya Mas!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebelum Blandongan ada, lebih dulu Mato mas. Lokasinya di selokan mataram. Hehehehehhe. Ngopi cuma modal tikar :-D

      Hapus
    2. OO iya to Mas, malah nggak memperhatikan..hehehehe

      Hapus
    3. Kondang banget tempat tersebut mas. Sampai sekarang masih lesehan.

      Hapus
  10. penting banget ya colokan listrik :D

    Gapapa berantakan dan bikin tumpah. Soalnya di promoin di blog hits :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Colokan listrik penting kalau untuk bekerja ahahahha.
      Kalau sekadar santai sih nggak penting-penting banget :-)

      Hapus

Pages