Kampoeng Kopi Banaran |
Usai memastikan semua rombongan masuk ke Saloka Theme Park, aku berjalan menuju tepi jalan raya Semarang – Surakarta. Lalu lintas padat, tatkala agak lengang, aku langsung menyeberang. Duduk di dekat minimarket. Kuambil gawai dan membuka aplikasi transportasi daring.
Sepanjang perjalanan dari Grand Wahid Hotel, aku mencari informasi kedai kopi yang buka pagi. Sayang lokasinya rata-rata di pusat kota Salatiga. Pak supir menyarankan berkunjung ke Kampoeng Kopi Banaran yang lokasinya terjangkau dari Saloka. aku setuju, meski beliau tidak mengantarkan.
Kampoeng Kopi Banaran ini sering kulewati saat dari Semarang ke Jogja. Sedari dulu ada niat untuk menyambangi, dan baru sekarang terealisasikan. Itupun mendadak, tanpa ada rencana sejak awal. Motor bernenti di dekat dua petugas mengatur jalan di pintu masuk.
Kubidik tulisan hotel dan kampoeng kopi Banaran. Tujuanku ke sini untuk keliling kebun kopi. Setelah itu berlanjut menyesap kopinya. Arloji menunjukkan pukul 10.15 WIB. Masih banyak waktu, rombongan di Saloka keluar pukul 13.00 WIB.
Mengunjungi Kampoeng Kopi Banaran |
Informasi dari barista mengarahkanku pada ruangan di bekalang kasir yang merupakan kantor pemasaran Kampoeng Kopi Banaran. Aku bertemu dengan tiga orang petugas. Di sini, aku berencana ikut keliling kebun kopi.
“Kalau mau jalan kaki semampunya, tidak bayar, mas. Tapi kalau ingin keliling naik mobil bayarnya 85000 rupiah,” Ujar salah satu petugas.
Aku mengira 85000 rupiah itu satu orang, sehingga harus rombongan di satu mobil. Ternyata yang aku pikirkan salah. Satu mobil sewanya 85000 rupiah untuk maksimal 7 penumpang. Durasi keliling sekitar 15 menit.
“Wohh, kalau satu mobil 85000 rupiah ya siap pak. Saya sendirian tidak masalah,” Tandasku bersemangat.
Langkahku semakin cepat menuju gerbang di belakang. Sepertinya, menyusuri kebun kopi hanya bersama supir pasti menyenangkan. Sama halnya sewaktu main ke Nusakambangan naik perahu hanya dengan pemiliknya.
*****
Naik Mobil Keliling Kebun Kopi di Kampoeng Kopi Banaran
Gerbang yang terbuat dari lilitan ranting di depanku. Sebuah loket kecil dihuni dua petugas perempuan. Masuk ke sini dikenai biaya 5000 rupiah. Lokasi di dalam cukup ramai semacam taman dan warung. Pun dengan tempat menunggu antrean naik mobil keliling kebun kopi.
Secarik kertas kudapatkan. Aku langsung menuju posko kecil yang lainnya untuk memesan mobil keliling kebun. Pagi ini sudah lumayan yang antre, setidanya aku mendapatkan nomor antrean ke 20. Dari pelantang, terdengar panggilan untuk nomor antrean 18.
Rombongan wisatawan dari jelajah kebun kopi Banaran |
Di sela-sela waktu menunggu, aku berbincang dengan petugas yang melayani pembelian tiket. Beliau berujar tiap akhir pekan tempat ini cukup membludak pengunjungnya. Maklum, destinasi agrowisata seperti ini memang menyenangkan bagi yang berkeluarga.
Setengah jam berlalu, akhirnya aku mendapat panggilan. Seorang bapak tua menyapaku seraya menanyakan rombonganku. Aku berujar sendirian, lalu kami langsung tancap gas. Kubuka kamera, menyempatkan berbincang dengan pengemudi.
Mobil tersebut bertuliskan kereta wisata. Bagian belakang mobil dimodif untuk tempat duduk berhadapan. Seperti yang diterangkan sejak awal, mobil ini hanya bisa membawa rombongan maksimal 7 penumpang. Satu di samping supir, dan enam duduk di belakang.
Jalur ke perkebunan kopi terjal. Pepohonan menjulang tinggi di tiap sisi. Lantas sampailah aku di perkebunan kopi. Di sekitar pohon kopi tidak ada tumbuhan yang lainnya. Bagian bawah cukup bersih, dan hanya ada bekas potongan ranting yang mengering.
Kampoeng Kopi Banaran ini sendiri merukapan wisata agro yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara IX. Lokasinya di Kebun Kopi Getas dengan ketinggian 480-600 MDPL. Menurut informasi, terdapat puluhan hectare kebun kopinya.
Selain kebun kopi, perusahaan ini juga mempunyai Museum Kopi dan Pabrik Kopi. Namun lokasinya di tempat berbeda. Museumnya di Gesa Gemawang. Pabrik kopinya sendiri merupakan peninggalan Belanda. Konon sudah berdiri sejak tahun 1911.
Kebun kopi di Kampoeng Kopi Banaran |
Mobil ini dikendarai Pak Peng. Beliau adalah sopir tambahan saat akhir pekan. Pak Peng berujar jika sekarang sudah selesai musim panen. Pun dengan bunga kopi yang terlihat mengering. Dua minggu yang lalu, bunga kopi mekar dan semerbak baunya.
“Kalau mas ke sini dua minggu yang lalu, mesti terhidup bau bunga kopi yang harum,” Terang Pak Peng.
Aku mengangguk. Setiap sisi hanya pepohonan kopi yang tampak sudah tua. Tiap tangkai terlihat bekas bunga yang kerontang. Mengering dimakan waktu. Mobil berhenti di sebuah jalur yang agak lebar, di sini biasanya pengunjung berfoto.
Nun jauh di sana, Rawa Pening terlihat jelas meski limpahan airnya tidak seluas kala musim hujan. Aku menuju salah satu tangkai pohon kopi yang bunganya mengering. Tidak kusentuh, hanya kuabadikan dari dekat.
Bunga kopi yang kering |
Rasanya seperti sedang berkeliling secara privat. Pak Peng sempat kuajari cara memotret. Tujuannya untuk mengabadikanku saat berpose di depan mobil. Berhubung tidak membawa tripod, aku meletakkan kamera di bawah dan meminta Pak Peng foto berdua.
Sepanjang perjalanan kami berbincang. Pak Peng bercerita jika tiap akhir pekan seperti ini beliau mengantarkan rombongan sebanyak 10-15 kali. Ini artinya pengunjung di Agrowisata Banaran benar-benar membludak.
Menariknya, kami mengenal beberapa orang yang bekerja di salah satu instansi di Salatiga. Pak Peng dan aku membahas orang-orang yang kami kenal sepanjang perjalanan. Dunia ini terasa sempit, ketika kita bertemu dengan orang baru, dan ternyata kita kenal beberapa orang yang sama.
Durasi berkeliling memang berkisar 15 menit. Dua setengah hektare kebun kopi kami lintasi menggunakan mobil. Bagi yang ingin memacu adrenalin, kalian bisa memesan Jeep di tempat yang sama. Harganya berkisar 250.000 rupiah.
Berfoto dengan bapak supir di jelajah kebun kopi Banaran |
Tanpa gopro, aku berusaha mengambil konten vlog sewaktu di mobil. Alhasil, semua hasil bergoyang keras. Tidak masalah, toh hanya untuk konten vlog. Siapa tahu ke depannya ada dana untuk mengambil gopro dan lebih rajin membuat vlog.
*****
Secangkir Kopi Tubruk di Banaran Coffee and Tea
Usai berkeliling kebun kopi, aku kembali menuju restoran. Kali ini sengaja ingin menyesap kopi sembari beristirahat. Dua orang di depan mesin kopi, dua lainnya duduk di meja bar. Mereka berbincang santai.
Tempat kopi ini satu bangunan dengan restorannya. Di depan sudah banyak meja yang tertata. Tidak sedikit juga pengunjung bersama keluarga makan siang. Aku mencari tempat duduk di sofa. Lalu menunggu pelayan datang membawa buku menu.
Buku menu cukup tebal, di sana semua menu menjadi satu. Rata-rata tempat ini memang untuk kunjungan keluarga dan makan siang. Aku sendiri hanya ingin mengopi. Perut masih kenyang saat makan di hotel.
Menuju kedai kopi Kampoeng Kopi Banaran |
Pilihan kopi beragam. Mulai seduhan panas hingga berbagai menu es kopi. Harga yang ditawarkan juga sesuai dengan kedai kopi yang ada di Jogja untuk minuman dingin. Sementara minuman kopi tubruk di bawah 15.000 rupiah.
Aku tertarik minuman tubruknya. Segelas kecil Banaran Tubruk hanya dihargai 11.000 rupiah. Sementara ada menu yang lainnya bernama “Banaran Spesial” pun selisih seribu. Awalnya ingin keduanya, sayangnya tidak mungkin dalam waktu satu jam harus minum kopi dua gelas.
Ruangan di dalam lumayan asyik. Tempat duduk sepi, rata-rata pengunjung di luar. Aku melepas lelah sembari menunggu pesanan kopi datang. Sesekali melihat gawai, siapa tahu rombongan yang di Saloka memberi kabar.
Tidak lama berselang secangkir kopi tubruk Banaran datang. Aroma harum tertangkap indera penciumanku. Ingin rasanya cepat-cepat menyesap dan sedikit merasakan ampas kopi yang masih terapung.
Daftar menu dan harga kopi di Kampoeng Kopi Banaran |
Seperti inilah kopi tubruk. Tampilan sederhana dengan aroma yang kental dan citarasa kental. Sedikit demi sedikit kusesap kopi hitam tersebut. Terasa nikmat, ampas yang terapung sempat tertinggal di lidah. Aku mengunyahnya.
Satu jam duduk di sini, menyesap kopi sembari melihat suasana pengunjung. Kedai kopinya sepi, hanya aku sedari tadi. Tapi restoran yang depan berbeda. Sedari tadi ramai pengunjung yang berdatangan.
Bergegas aku keluar, sebelumnya sempat mengucapkan terima kasih. Kulangkahkan menuju kasir, membayar secangkir kopi tubruk dengan uang pas. Setelah itu, aku membuka aplikasi ojek daring, mengambil titik penjemputan di Kopi Banaran dengan tujuan Saloka.
Segelas kopi tubruk ala Kopi Banaran |
Selang beberapa menit, ojek daring dari arah terminal Bawen menjemputku. Beliau berujar sering mendapatkan penumpang dari arah Kopi Banaran. Siang ini cukup terik, musim hujan belum menyapa di sini.
Tiba di Saloka, aku menuju minimarket. Sengaja menunggu waktu di teras sambil menikmati potongan pepaya yang kubeli dari dalam minimarket. Waktu pulang sudah datang, bergegas aku menuju parkiran dan bergabung dengan rombongan. Sebelumnya, aku menunaikan salat di musola fasilitas Saloka. *Kampoeng Kopi Banaran, 23 November 2019.
Kunjungan Destinasi di masa Adaptasi Kebiasaan Baru
Rentang tahun 2020 menjadi tantangan terbesar tiap destinasi wisata. Adanya pandemi Covid-19 membuat semua destinasi wisata tutup untuk sementara waktu. Lambat laun, destinasi buka secara berkala, pun dengan Kampoeng Kopi Banaran.
Sebagai pengunjung yang bijak, sudah sewajarkan ketika berkunjung harus mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan oleh pihak pengelola destinasi wisata. Setiap alur harus dilakukan demi kebaikan bersama. Minimal, dari calon wisatawan untuk menggunakan masker serta menjaga jarak.
Tentu, pengelola Kampoeng Kopi Banaran sudah mempunyai terobosan dan aturan-aturan terkait standar operasional dan pelayanan kepada tamu yang berkunjung. Dengan seperti ini, semuanya harus saling melengkapi dan memahami.
Semoga, saling kerjasama kepatuhan pengunjung dalam mengikuti aturan protokol kesehatan, serta kesiapan pengelola Kampoeng Kopi Banaran membuat semuanya menjadi lebih baik. Perilaku kita nantinya membuat semuanya menjadi nyaman dalam berwisata.
Kayaknya seru juga keliling kampung kopi terus minum kopinya langsung.
BalasHapusKalau suka kopi emang pas banget ahahhahah
Hapuskopi tubruk, kopi ku jaman kecil,
BalasHapusdulu belum kenal berbagai macam cara penyajian kopi, jadi ya taunya kopi tubruk aja.. sensasi menyesap kopi campur ampas ampasnya itu, heuheuheu
btw bener bener tour privat ya, cuma berdua
Enak loh kopi tubruk hehehheheh. Rasanya keluar banget.
HapusIya mas, kayak privat tripnya ahahhahah
Kampoeng Kopi Banaran ini popular ya ... saya sempat melewatinya juga waktu jalan dari Semarang ke Jogja, sayang ngga sempat mampir ... ternyata tempatnya sangat menarik dan patut dikunjungi
BalasHapusKalau lewat jalan Semarang - Jogja memang kelihatan gede ini hahahaha
HapusPecandu kopi banget, ampasnya dikunyah. Aku gakuat hahaha
BalasHapusDaripada hidup yang pahit, mending mengunyah ampas kopi saja ahahhahahha
Hapusbiasanya main-main dari satu kedai kopi ke kedai kopi langsung, sekarang mainnya udah merambah nih sampai ke kebonnya ahaha..
BalasHapusijin subscribe channel youtubenya :D
-Traveler Paruh Waktu
Biar nggak sepaneng di kedai kopi, jadi sekalian dolan ke kebun kopinya ahhahaha
HapusWaaaaah ada disediain Jeep utk yg lebih naikin adrenalin??? Aku bakal pilih itu kalo ksana :). Pgn deh liat perkebunan kopi, apalagi kalo bisa liat pabriknya sekalian mas. Pasti betah itu nyiumin wangi kopi :)
BalasHapusHehehehe, kalau saya cukup naik kereta wisatanya saja. Besok kalau sudah nambah Gopro mungkin asyik naik jeep ahahhaha
Hapus