Menjelang Magrib di Bitterway Coffee and Co - Nasirullah Sitam

Menjelang Magrib di Bitterway Coffee and Co

Share This
Latte dan Es Kopi Susu Hanoman

Ajakan kawan mengopi menjelang magrib di sekitaran Condongcatur kupenuhi. Toh memang malam sabtu tidak ada acara khusus. Senin – Jumat bekerja kantoran, malam Sabtu biasanya kumanfaatkan untuk berkumpul dengan teman atau malah menepi sendiri di kedai kopi. 

Bitterway Coffee and Co, sebuah kedai kopi yang berlokasi di Jalan Durmo, Manukan ini menjadi tempat yang pas untuk berkumpul. Ada kawan yang rumahnya di sekitaran Gentan, dan aku sendiri dari Demangan. Jadi kami ambil lokasi yang agak tengah. 

Condongcatur ada banyak kedai kopi yang buka. Dari sebanyak itu, baru beberapa kedai kopi yang sudah pernah aku kunjungi seperti Candala Coffee, Marisini, ataupun Ivy Coffee. Kini waktunya kembali mengulas kedai kopi di Bitterway. 

“Di sini saja, pak,” Ujarku kepada ojek daring yang mengantarkan. 

Beliau berhenti sambil meminta maaf karena tadi salah rute. Beliau mengira kedai kopinya berlokasi di dekat Hartono Mall. Makanya, aku sempat heran saat beliau mengambil rute yan berbeda. Tak masalah, toh yang paling penting aku masih tepat waktu sampai di kedai kopi. 

Suara gerinda memotong rangka baja ringan agak melengking. Di Bitterway Coffee and Co sedang ada perbaikan satu tempat. Sepertinya beberapa tukang sedang memperbaiki di sekitar kamar mandi. 
Kedai kopi Bitterway Coffee and Co di Condongcatur
Kedai kopi Bitterway Coffee and Co di Condongcatur

Kerikil tersebar di halaman depan. Meja dan kursi tertata rapi. Area depan dimanfaatkan untuk para pengunjung yang sekadar ingin mengopi. Tak ada stop kontak. Tempat ini mungkin asyik saat sore hingga malam. Ada banyak meja kecil yang disebar. 

Jalan setapak menuju pintu. Tersemat keterangan geser. Aku menggeser ke kiri, langsung berhadapan dengan meja panjang barista. Dari luar, terlihat orang yang duduk di meja depan bar. Barista yang berjaga menyapa. 

Kedatanganku bersamaan dengan dua pengunjung yang lainnya. Aku membiarkan mereka terlebih dulu memesan minuman. Untuk sesaat kuluangkan waktu memotret di sudut-sudut kedai kopi. Barista dan pramusaji masih bersantai, belum banyak pengunjung yang datang. 

Sebelum kutanyakan daftar menu yang tersedia di Bitterway Coffee and Co, matauku sudah melihat daftar menu yang tersemat di tembok. Bentuknya malah seperti papan informasi. Tulisan menu tercetak pada kaca atau bahan plastik tebal, dan di bagian belakang berlatarkan belahan papan jati yang ringan. 
Pengunjung kedai kopi berdatangan
Pengunjung kedai kopi berdatangan

Ada delapan tulisan yang tertera pada minuman signatura-nya. Aku sendiri bingung minuman kopi susu sebanyak itu variasinya. Saking bingungnya, aku sendiri bertanya kepada salah satu barista yang berjaga. 

“Banyak banget es kopi susunya. Minuman yang paling sering dipesan pengunjung mana?” Celetukku. 

Barista yang bertugas merekomendasikan dua minuman. Gendhis dan Hanoman. Perbedaannya pada campurannya. Gendhis menggunakan gula aren, sementara Hanoman semacam sirup. Pilihanku jatuh pada Hanoman. Aku ingin menjajal minumannya. 

Untuk manual seduh seperti V60, Kalita, dan sejenisnya juga tersedia. Entah kenapa di beberapa waktu terakhir ini aku lebih suka memesan es kopi susu. Di kedai-kedai tertentu yang sering aku kunjungi, aku sudah punya pesanan sendiri-sendiri. Bahkan baristanya sampai hafal. 

Minumanku sedang dibuatkan. Aku berbincang santai dengan barista, sesekali obrolan kami terputus saat mereka melayani pembeli. Bitterway Coffee and Bar sudah ada hampir 10 bulan. Mereka mempunyai tiga barista. Baristanya dibantu dengan pramusaji, kasir, dan jurumasak. 
Daftar menu dan harga di Bitterway Coffee and Co
Daftar menu dan harga di Bitterway Coffee and Co

Bangunan di kedai kopi ini cukup luas. Halaman depan bisa diberdayakan untuk tempat duduk terbuka dan parkir kendaraan. Sementara bangunan di sisi timur yang dalam pembangunan rencananya dibuat tempat coworking. 

Menarik rasanya jika coworking space-nya sudah siap pakai. Aku ingin kembali melihatnya jika sudah bisa difungsikan. Tempat pekerja seperti ini sedang banyak dilirik para pekerja lepas. Terlebih di kedai kopi ini ada menu makanan berat. 

Ruangan dalam yang sudah bisa digunakan tentu di samping barista. Ada banyak meja panjang tertata rapi, lengkap dengan kursinya. Sedikit perbedaan pada kursi yang melengkapi meja panjang. Sisi utara, kursinya memanjang dan terbuat dari kayu. Ada tempat sandar punggung yang tersusun dari papan-papan kecil. 

Sementara meja panjang yang berada di sisi selatan dikombinasinya dengan empat buah kursi bulat. Jika digunakan secara maksimal, satu meja yang berlokasi di dalam bisa digunakan untuk empat pengunjung. Setiap meja terdapat stop kontaknya. 

“Minumannya saya bawa saja, mas. Terima kasih,” Ujarku sambil mengambil minuman dingin yang berada di meja bar. 
Ruangan dalam kedai kopinya
Ruangan dalam kedai kopinya

Pramusaji yang hendak mengantarkan mengangguk. Kuambil gelas yang sudah dilengkapi dengan sedotan dan menggeser pintu kedua. Di ujung sana, tepatnya kursi berlapiskan busa sudah ada beberapa kawan yang menikmati minumannya. 

Area terbuka di belakang jauh lebih luas. Tempat ini nyaman untuk bersantai, terutama bagi para pengunjung yang hendak mengerjakan sesuatu dan tidak bisa melepas rokok. Tidak semua tempat duduk di belakang terdapat stop kontaknya. Seingatku, khusus bagian yang ada atapnya sudah tersedia tempat aliran listrik. 

Sedikit informasi gambaran area terbuka di belakang Bitterway Coffee and Co, ada banyak kursi dengan berbagai jenis. Paling umum adalah meja panjang dilengkapi sepasang kursi panjang. Di bagian yang ada atapnya, tempat duduk berupa sofa. 

Bagi yang ingin menggunakan listrik, pengunjung bisa meminta sambungan kabel ke barista. Fasilitas ini disediakan, hanya saja terbatas. Oya, meski di belakang ada tempat duduk yang beratap, tetap saja kalau hujan deras dan berangin tempatnya kena cipratan air. 

Di sekitar sini terdapat tiga atau empat pohon kelapa yang menjulang tinggi. Bagian daun sudah terpangkas. Sepertinya teratur diperiksa. Sewaktu aku di sini, dibalik sekatan bambu belakang ada yang membakar sampah, jadi asapnya sampai di area belakang kedai kopi. 
Termpat duduk di belakang cukup bagus
Termpat duduk di belakang cukup bagus

Waktu belum sepenuhnya petang. Akhir-akhir ini di Jogja masih terang walau jam sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Kucoba menyicip minuman yan sudah kupesan. Untuk lidahku, Hanoman ini rasa manisnya tebal. 

Rasa manis ini relatif. Aku memang jarang minum yang ada gulanya, sehingga rasanya cenderung manis. Mungkin bagi pengunjung yang suka minuman manis bisa menjajalnya. Hanya saja, bagi para pecinta minuman manual seduh, aku rasa lidah kita bakalan sama. 

Tak apa, toh memang sedari awal aku ingin menyicipinya. Aku juga menyicipi minuman Gendhis milik teman, sayangnya temanku sudah menambahkan gula lagi, jadi rasanya kembali tidak sesuai di lidahku. Selepas magrib, ada kawan yang datang dan memesan Carino. Menurutku tetap biasa saja. 

Pada dasarnya bagi kalian yang suka minuman manis, segala minuman yang menjadi andalannya mungkin sesuai. Bagi aku, minuman kopi susunya mirip dengan keda-kedai kopi yang lainnya. Jika ke sini lagi, aku mungkin menjajal minuman manual seduhnya. 

Tak hanya minuman, kudapan pun tersedia. Sempat kami memesan Dimsum. Rasanya cenderung enak, hanya saja bentuknya lebih lumer. Saat kami ambil menggunakan garpu yang disediakan, Dimsum tersebut tidak bisa terangkat. 
Minuman yang dipesan
Minuman yang dipesan

“Enak kok Dimsumnya, hanya saja kok lembek banget ya?” Terang kawan yang merupakan pecinta Dimsum. 

Sejak menjelang magrib, aku di sini hingga pukul 22.00 WIB. Secara gantian teman-teman berdatangan. Setidaknya ada tujuh kawan yang silih berganti datang. Benar kata barista, selepas isya mulai banyak pengunjung kedai, khususnya di area terbuka; baik di depan maupun belakang. 

Untuk salat magrib, aku berjalan menuju masjid yang berada di jalan besar. Di Bitterway Coffee and Co belum ada musola. Sekadar masukan, mungkin lebih baik dibuatkan satu tempat kecil untuk musola yang cukup untuk dua atau tiga orang, biar pengunjung yang ingin salat lebih santai. 

Ya, lumayan lama aku di kedai kopi ini. Tak hanya menyeduh kopi, kami juga berbincang santai berbagai topik secara acak. Jika kalian ingin datang dan merencanakan untuk berbincang santai. Kalian bisa jadikan Bitterway Coffee and Co sebagai opsi kedai yang berlokasi di Condongcatur. *Jumat; 17 Januari 2020.

20 komentar:

  1. Hahaha... Nggak kebayang gimana rasanya pas lagi nongkrong di kafe bagian belakang terus tiba-tiba ada yang bakar sampah di sebelah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untung hanya baunya, tidak sekalian asapnya hahahahha

      Hapus
  2. Pdhl pas baca namanya, aku pikir kopinya bakal pahit mas :p. Ternyata cendrung manis yaaa. Mungkin ini cocok buatku yg memang LBH suka kopi manis :D. Kyknya aku jg bakal milih kopi yg pake sirup itu, drpd yg gula aren. Udh biasa kalo aren :D.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hanoman, identik dengan sirup banana. Sedangkan gendhis dari gula aren. Untuk yang suka manis, paling pas lidahnya :-)

      Hapus
  3. melihat foto yang di atas, bangunan dari batako dengan background dedaunan pohon kelapa rasanya seperti kedai kopi yang di pedalaman jauh dari kota euy, asri banget, kayak di kampungku, apalagi ada orang yang bakar sampah yang asepnya kemana mana, heuheuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Entah kenapa, aku suka banget lihat foto bangunan kedai itu hahahhah

      Hapus
  4. Bagi aku yang penggemar manis pun kopinya terbilang manis hahaha, pantes aja kemarin pas kuminta tambahan gula mas baristanya bilang "nanti kalau terlalu manis gimana mbak" ternyata oh ternyata. Tapi aku suka di sini, mas. Asal suasananya seasik kemarin. Sore cerah tida hujan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya kemarin aku gak mau nyicip minumanmu mbak. Hahahahhah
      Selama gak hujan asyik di sana.

      Hapus
  5. Balasan
    1. Gakpapa, paling kamu cuma memaki dengan kata babik

      Hapus
  6. Untuk yang Hanoman, pemanis yang seperti sirup itu rasanya manis biasa apa ada rasa-rasa lainnya mas (misal rasa buah atau apa gitu).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di sini sesuai dengan namanya, kalau hanoman itu rasa pisang mungkin terinspirasi cerita rama sinta hahahahah

      Hapus
  7. asik ya interiornya, benar-benar kayak di kampung hahaha
    tembok yang belum dirapikan, dinding bambu
    asik!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Area terbuka seperti itu memang menyenangkan, daeng. Seperti bersantai di belakang rumah sendiri

      Hapus
  8. tempat duduknya banyak juga ya ....
    bangunan unfinished industrial begini selalu enak dilihat :)

    BalasHapus
  9. keren tempatnya, asyik buat nongkrong sama temen-temen

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau ada kawan yang ingin bertemu di sekitaran condongcatur memang bisa dijadikan opsi.

      Hapus
  10. Kedai kopi jaman sekarang emang mesti lihai menjual diri ya. Semua aspek kudu disiapkan, termasuk desain dan interior bangunan. Kalau dulu orang nganggap bangunan yang dindingnya belum diplester sebagai "bangunan belum selesai", sama si bitterway ini malah "dijual" sebagai salah satu poin yang menarik pengunjung. Paham banget kalau sekarang orang suka foto-foto kalo nemu tempat yang oke dan menarik hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kedai kopi makin banyak mas, sehingga makin ketat juga persaingannya. Kudu bisa berinovasi agar bertahan lebih lama.

      Hapus

Pages