Obrolan dengan turis dari Prancis kusudahi. Aku meminta izin pulang lebih dulu. Dia masih santai menikmati waktu senja dengan sebuah buku yang tergeletak di atas bongkahan batu. Aku melanjutkan perjalanan ke Karimunjawa. Sudah cukup foto di Pantai Tanjung Gelam.
Memang sudah petang, tapi belum masuk magrib. Tujuan selanjutnya di Pelabuhan Lama Karimunjawa. Aku ingin mengabadikan sudut yang lainnya di sini. Pernah suatu ketika aku memotret sunset dari tempat ini sewaktu pulang dari keliling pulau. Hanya saja sampai sekarang belum sempat aku tulis.
Pancang-pancang kayu bertebaran dijadikan penyanggah tempat keramba ikan. Kepulan asap dari ujung tepian pantai membumbung tinggi. Dua tower penguat sinyal berdiri sejajar di Jatikerep. Deretan rumah berpadu dengan kontur wilayah sedikit perbukitan hijau.
Sudut Karimunjawa dari Pelabuhan Lama Karimunjawa |
Menjelang magrib di pelabuhan cukup sepi. Bisa jadi para wisatawan sudah pulang atau malah masih berlayar menuju daratan. tiga motor para remaja asyik bersantai. Mereka kuat menahan serangan nyamuk yang menggila.
Belum ada lima menit di sini, aku sudah menyerah. Nyamuk yang menyerbu kala petang mengusik konsentrasiku. Pelantang dari masjid Jami' Baitul Muttaqin Karimunjawa menyerukan azan. Sesaat aku menatap menara yang menjulang tinggi.
Aku tidak mengikuti proses pembangunan menara. Sebelumnya, aku pernah pulang dan menara ini masih banyak penyanggah dalam tahap pembangunan. Kini, bangunan yang awalnya berbalur semen sudah berdiri kokoh dengan warna serasi dengan pepohoan yang ada di belakangnya.
“Kita salat di masjid, Rik.”
“Oke kak.”
Setiap memotret senja, aku selalu membawa sarung tipis yang bisa kulipat kecil dan dimasukkan tas kamera. Kuingat-ingat, entah kapan terakhir aku menginjakkan kaki dan salat di satu-satunya masjid yang ada di pusat keramaian Karimunjawa.
Menara Masjid Karimunjawa menjulang tinggi |
*****
Mengenang Masa Kecil di Masjid Karimunjawa
Lokasi masjid Jami' Baitul Muttaqin Karimunjawa strategis. Sepelemparan batu dari Alun-alun Karimunjawa, kantor polisi ataupun instansi yang lainnya. Sebelum pasar dan puskesmas pindah, kedua tempat itu juga dekat dengan masjid.
Di Karimunjawa, ini menjadi masjid terbesar. Berbagai kegiataan keagamaan sering diselenggarakan di sini. Hari ini seperti hari-hari biasanya. Jamaah didominasi penduduk setempat. Anak-anak kecil masih cukup banyak yang berdatangan.
Aku teringat postingan di media sosial tentang masjid Karimunjawa masa lampau. Sayang postingan tersebut aku lupa siapa yang mengunggah dan tidak kusimpan. Di sana, dia menjelaskan jika model pagar besinya mirip atau malah sama dengan yang dulu.
Tidak banyak yang berubah. Hiasan masih mirip dengan masa lalu. Memori masa kecil membucah, melayang di antara sudut-sudut kecil otakku. Kuambil wudu, kukeluarkan sarung tipis, dan menggunakannya. Lantas berhenti tepat di pintu masuk.
Imam sudah mendapatkan rakaat kedua. Aku menyempatkan memotret. Saf rapat, orang dewasa berbaris di belakang imam. Sesekali ada anak kecil yang terselip di antara barisan. Pemandangan yang sama sewaktu aku masih kecil, menyelip di antara orang dewasa salat, tentu tertarik melihat kegaduhan kawan dibanding beribadah dengan khusyuk.
Para jamaah salat magrib di Masjid Karimunjawa |
Karpet merah tergelar, jamaah mulai ramai berdatangan. Tak sedikit yang terlambat sepertiku. Bagian imam penuh ornamen indah berbalur kaligrafi. Miniatur masjid terpasang di mimbar khotbah. Tempat itu mengingatkanku waktu salat jumat semasa SMP.
Di waktu kecil, aku hanya ke sini tiap salat jumat. Hari-hari biasa sepanjang sekolah SMP aku mengaji di Musola Bustanul Mu’minin yang diampu almarhum Mbah Karsono. Tempat favorit saat salat masjid di belakang, bersandar dinding.
Kenangan itu kembali membuncah. Tiap sore kulihat anak kecil naik sepeda sembari mengenakan seragam TPQ. Atau mendengar remaja-remaja yang memperdalam Tilawatil Quran yang suaranya kencang keluar dari corong pelantang masjid.
*****
Kuikuti barisan paling belakang, meletakkan tas kamera tepat di depan, lantas menyatu dengan orang-orang yang menunaikan salat. Usai salat, aku tidak serta-merta keluar. Sengaja duduk di dalam masjid, melihat bangunan ini dengan saksama.
Suara zikir bersenandung, suasana yang menyejukkan hati. Lama rasanya aku tidak seperti ini, berbaur dengan jamaah dan berzikir. Di Jogja, salat lima waktu hanya duhur dan asyar yang di masjid kantor. Selebihnya di kamar kos sendiri.
Aku beranjak keluar. Anak-anak kecil berlarian, mungkin mereka sedang menikmati waktu sebelum waktunya belajar iqra bersama guru ngaji. Sarung tak lagi dikenakan, hanya dibelitkan pada pundak dengan peci sedikit miring. Mereka bersukaria.
Ornamen di ruangan luar masjid Karimunjawa |
Di luar masjid, tepatnya di undakan tempat mengenakan sandal, aku terus menatap dalam masjid. Pilar-pilar kokoh menjadi penyanggah bangunan. Baluran cat putih berkombinasi dengan biru serta motif berwana kuning keemasan.
Hiasan besar tergantung di tengah lingkaran atas yang dipenuhi tulisan kaligrafi. Aku membidik dari arah bawah agar arsitektur indah masjid ini bisa terabadikan. Megah, itulah yang ada dalam benakku. Cahaya lampu terpantul pada lantai keramik sehingga berpendar.
Satu persatu jamaah keluar, mereka kembali beraktivitas sembari menunggu kumandang salat isya. Kulipat sarung dan kumasukkan kembali di tempatnya. Kutunggu Riki mengambil motor, kami meninggalkan masjid tepat setelah salat jamaah.
Malam ini wisatawan di Karimunjawa mulai ramai. Aku sendiri sedang bersantai mengopi di salah satu warung dekat alun-alun bersama Mas Farul, Arif, dan yang lainnya. Aku larut dalam perbincangan terkait mata air di Karimunjawa serta persoalan-persoalan yang lainnya. *Karimunjawa, 06 Desember 2019.
Warnanya adem bgt bagian tengahnya. Warna biru dan bagian luar berwarna dominan hijaunya cukup beda bgtnyaa luar dan dalamnya
BalasHapusAk penasaran penampakan mesjid pas km kecil mas..
Ayo agendakan ke sini mas. Sudah gampang kalau menginap, kan banyak kolega di sini. Atau malah di rumah hahahahaha
HapusWah mas asli Karimun Jawa ya. Saya baru sekali ke sana dan sangat suka dengan laut dan pulaunya. Penduduknya ramah dan homestay di rumah mereka serasa tinggal di rumah sendiri, belum lagi sajian boga baharinya yang memang segar.
BalasHapusSewaktu berkunjung ke Karimun Jawa tahun 2013, sepertinya mesjidnya belum rampung. Dari foto mas, mesjidnya sekarang nampak sangat keren, megah dan bermandi cahaya di malam hari. Semoga bisa berkunjung lagi ke Karimun Jawa
Tahun 2013 ke Karimunjawa dan (jika) ikut paket setahuku masih antara 350ribuan heheheheheh. Sekarang jauh lebih ramai, dan menurutku terlalu ramai.
HapusSemoga bisa ke sana lagi, om.
Apa kabar mesjid di karimunjawa skr? Apakah dibuka normal?
BalasHapusAlhamdulillah, Karimunjawa salah satu zona hijau sampai sekarang. Walau Jepara mulai merebak covid-19. Semoga tetap terjaga.
Hapusbaca ini aku jadi keingetan tempat KKNku hahaha. :D
BalasHapusdesain interior warna birunya udah modern kayak e ya mas, tapi suasananya masih kayak dulu
Sepertinya memang baru kembali dicat ulang. Ini masjid terbesar di Karimunjawa
HapusBaca ini aku inget mesjid pas masih di Aceh dulu. Lantai marmernya bikin betah dan berasa ademmm banget ntah itu pikiran, atopun fisik. Slalu suka lama2 di mesjid, apalagi saat ada masalah, berasa kayaknya bisa LBH fokus berdoa Ama yg di Atas :). Makanya stiap traveling, aku sebisa mungkin cari mesjid di kota itu , supaya bisa menikmati perasaan adem dan nenangin ya itu mas :). Apalagi kalo arsitekturnya bagus, bikin makin betah :)
BalasHapusAku juga kebayang misalkan main ke daerah yang lain dan merupakan tempat minoritas muslim, salat di sana. Tentu menjadi sesuatu yang sulit terlupakan
HapusKebayang betapa syahdunya suasana salat Magrib di Masjid Baitul Muttaqin. Mesti tenang banget, ya, Mas? Suara azan nggak beradu dengan bunyi knalpot. Bacaan terdengar jelas karena sekeliling nggak bising.
BalasHapusTapi saya paling suka cerita ketika Mas Sitam masuk dan ingat kenangan masa kecil itu. Meski cuma sekali seminggu ke sana, pastilah banyak kenangan di sana. :D
Btw, mimbar masjidnya klasik banget, Mas. :D
Benar mas, enaknya di tempat seperti ini tidak gaduh suara-suara yang lain. Dulu kalau pas SMP ke sini buat salat jumat aja ahahahha. Atau pas ada pengajian atau yang lainnya
HapusOrnamenya bikin suasana makin adem ya Mas Sitam. Jd kgn masa kecil di masjid dekat rumahku. Uhuhu
BalasHapusBiasanya emang di teras masjid itu tempat paling adem buat istirahat hehehehe
HapusAku belum pernah sama sekali ke Karimunjawa. Bayanganku, Karimunjawa itu seperti Pulau Pramuka atau Tidung di kepulauan Seribu. Yang ada kantor pemerintahannya dan ada mesjid. Eh iya, ada penangkaran hiu yang sering dipakai buat lokasi syuting program traveling itu ya.
BalasHapusMasjidnya bagus untuk ukuran masjid kepulauan. Memang sih, kenangan masa kecil selalu sanggup melemparkan kita pada kondisi yang melankolis. Aku juga sering merasa gitu kalau pas mudik dan mampir ke tempat-tempat yang penuh kenangan seperti SMP, SMA, dan alun-alun kota.
Karimunjawa lumayan besar mas. Penangkaran hiu ada, tapi entah, saya sendiri tidak tahu informasi sekarang seperti apa hahahahha. Pernah ke pulau tersebut, tapi tidak ke penangkaran hiunya
HapusFoto bagian luar masjid ini kayak familiar sekali. Banyak masjid di Sulsel yang seperti itu. Apa karena Karimun Jawa juga ada sedikit pengaruh dari orang-orang Sulsel ya?
BalasHapusBisa jadi, karena di dekat masjid ini rata-rata orang dari Buton dan sebagian lagi Jawa. Hanya saja mereka lahir di Karimunjawa,
Hapusmasjidnya bagus
BalasHapussholat di mesjid yang seperti ini .. perasaan jadi lebih khusuk :)
Enaknya di masjid seperti ini itu jauh dari keriuhan kendaraan kang. Nyaman banget
Hapus