Sate Kambing Sor Talok Bantul |
Gorengan, carang gesing, dan kudapan yang lainnya sudah berpindah tempat. Piring-piring kosong, teh jahe serai pun tinggal separoh. Kami masih melepas lelah di gelaran tikar. Melihat keramaian pengunjung Angkringan Puncak Bibis.
Kedua kawanku sibuk berdiskusi, rencananya kami masih melanjutkan perjalanan untuk mengisi perut. Jika camilan ini hanya sebagai pengganjal sesaat, pastinya sarapannya kudu lebih berat. Pilihan pun jatuh ke sate kambing. Tentunya Sate Kambing Sor Talok, Bantul.
Sepakat sarapan sate, kami bergegas mengayuh pedal menuju lokasi selanjutnya. Jarak dari Angkringan Puncak Bibis ke Sate Sor Talok sekitar 8 KM. Jalur yang kami lewati melintasi gerbang masuk Gua Selarong. Lalu menuju sekitaran Masjid Agung Manunggal Bantul.
Pukul 08.30 WIB kami sudah sampai di depan Sate Sor Talok. Seorang anak berumur 9 tahunan sibuk bermain gawai. Di belakangnya, terlihat gantungan daging kambing yang siap dijadikan sate. Kami memarkir sepeda di seberang. Sudah ada tempat parkir sepeda yang sedikit ketinggian.
Bersepeda menuju Sate Kambing Sor Talok Bantul |
Sate Kambing Sor Talok Pak Harto memang sudah terkenal ramainya. Tidak sedikit para pecinta sate kambing yang menyicipi kuliner di sini. Warung sate ini buka pada pukul 07.00 WIB, kemudian tutup selepas magrib. Catatan di Google Maps, hingga pukul 20.00 WIB.
Konon sate kambing ini sudah ada sejak lama. Sebelum di lokasi sekarang, sate kambing ini pernah di Jalan Parangtritis. Aku tidak tanya secara pasti kapan sate kambing tersebut pindah di tempat sekarang, Jalan Pramuka, Area Sawah, Trirenggo, Bantul.
Daging sate sudah tergantung, pun sebagian sudah disiapkan dalam betuk tusukan. Layaknya di sekitaran Jogja, alat penusuknya juga terbuat dari jeruji sepeda. Hal ini agar daging yang dibakar bisa masak sempurna hingga dalam. Piring-piring irisan bawang merah dan cacahan cabai tersedia.
Sor Talok sendiri mempunyai arti di bawah pohon kersen, ini diambil dari Bahasa Jawa. Pagi ini, kami bukan pengunjung pertama. Sebelumnya sudah ada dua orang yang menikmati santap pagi. Pak Harto tak kelihatan, katanya beliau sedang mencari pakan burung bersama cucunya.
Daging Kambing dan bumbu sudah disiapkan |
Kami tidak bertiga, Mas Iqbal menyusul naik motor. Sehari sebelumnya dia terkena insiden jatuh dari sepeda karena menghindari lubang drainase yang lumayan dalam. Pesanan kami pagi ini adalah dua porsi sate kambing kecap, satu porsi sate klatak, dan satu porsi gulai kambing.
Tiga porsi daging sate dibakar bersamaan. Aku meminta izin untuk memotret dan merekam. Kami juga sempat berbincang, bahkan mas yang membakar sate sepertinya sudah familiar dengan wajah Mas Iqbal dan Ardian.
Asap mengepul berbarengan dengan aroma sate. Salah satu yang menarik pehatianku adalah potongan daging kambing ini besar, pun tak terhirup bau khas kambing yang prengus. Mungkin ini salah satu yang membuat Sate Kambing Sor Talok populer.
Membakar sate pesanan pengunjung |
Ruangan di dalam penuh dengan kursi dan meja. Pun bagian teras depan, dua meja panjang lengkap dengan banyak kursi untuk menampung pengunjung. Selain itu, di belakang rumah juga bisa menjadi opsi duduk. Tempatnya menghadap petakan sawah.
Kami berempat memilih lokasi duduk di teras depan. Baru juga duduk, mulai ada rombongan pesepeda yang berhenti dan memarkir sepeda di seberang jalan. Mereka berjumlah lebih dari 10 orang. Bahkan salah satunya menyapa pak Harto sepulang dari membeli pakan burung.
Banyak yang berujar, menjelang makan siang pengunjung di Sate Kambing Sor Talok ini membludak. Jadi, kalian harus bersabar untuk mendapatkan antrean sate yang sudah dipesan. Waktu paling tepat memang sebelum pukul 10.00 WIB.
Sementara itu seorang perempuan bertugas menyiapkan empat piring, irisan kol, dan nasi putih dalam satu wadah. Tidak ketinggalan juga minuman yang kami pesan. Satu persatu pesanan berdatangan. Sate kambing kecap yang di wadah piring tanpa tusuk, serta sate klatak yang tetap dalam tusukan jeruji.
Pengunjung yang kuliner di Sate Sor Talok Bantul |
Satu porsi sate hanya dua tusuk sate. Tapi jangan khawatir, meski hanya dua tusuk, tetap saja dagingnya tebal dan puas dinikmati. Di sela-sela menyantap sate, kawan kembali memesan satu porsi tengkleng kambing.
Tidak menunggu lama, tengkleng kambing tersaji di meja. Aku lihat tulangnya tidak besar. Ini artinya kambing yang dipilih memang muda. Aku sendiri menikmati sate kambingnya, campuran kecap dan irisan cabai serta bawang merah menggugah selera.
Untuk kali pertama aku menyantap daging kambing di sini. Sate kambing yang kumakan empuk, tidak alot seperti di beberapa tempat. Daging matang hingga dalam, kuambil potongan bawang, cabai, serta sedikit kecap. Pas rasanya.
Di Jogja memang tak banyak sate kambing yang kucoba. Di sini salah satunya yang kurekomendasikan. Tak terasa bau asap ataupun prengus kambing. Meski potongan daging besar, tapi matangnya pas luar dan dalam.
Hidangan sarapan di Sate Sor Talok Bantul |
Tuntas juga kuliner di Sate Kambing Sor Talok, waktunya membayar. Seingatku yang dibayarkan kawan untuk sarapan kami sebesar 240.000 rupiah. Aku tidak tahu satu porsinya berapa puluh ribu. Ini keseluruhan makanan yang kami pesan.
Kenyang sudah, waktunya kami membubarkan diri. Masih ada jarak sekitar 16 KM lagi untuk sampai kosan. Aku dan Yugo melintasi jalan tembusan hingga Jalan Parangtritis. Ardia sudah belok menuju arah Palbapang, sementara mas Iqbal melintasi jalan lain menggunakan sepeda motor.
Menyenangkan bersepeda sambil kuliner pagi ini. Setidaknya hari ini ada konten untuk tulisan blog ataupun vlog. Saat makan sate tadi, kami sudah merencanakan untuk kembali kuliner sate. Jika tidak salah, kawan-kawan menyebutkan nama pak Syamsuri. *Sate Sor Talok; 04 Oktober 2020.
pernah nonton liputan ini di youtube
BalasHapusdi channelnya dyodoran,
heuheuheu, katanya sih memang ueenaakk dan rekommended
Emang rekomended kalau ini mas, potongannya juga gede-gede heeeee
HapusGigiku sampai jenuh ngunyahnya. Cuma, sampai sekarang belum ada yang ngalahin porsi Sate Kambing Sor Talok.
BalasHapusKenyang banget di sini. Udah gitu saya dibayari pulak buahahahahahha
Hapuswah tusuk satenya bukan pake yang stik kayu ya, pasti yang ini lebih lezat :D
BalasHapusIya, di Jogja jarang sate yang terkenal dan ramai pakai tusuk bambu
Hapussaya jadi penasaran banget seperti apa rasanya gitu
BalasHapusTusuknya pakai jeruji sepeda
Wah sungguh luar biasa ya
Uniknya di Jogja seperti ini mas, rata-rata pakai jeruji motor atau sepeda
HapusDari baca tulisan dan lihat gambar ini saja, sudah terbayang betapa nikmatnya. Unik juga ya kalau disana banyak yang sarapan dengan sate. Kalau di daerah saya warung sate biasanya baru buka sore menjelang malam.
BalasHapusDi Jogja banyak warung sate yang bukanya pagi, jadi para pecinta sarapan sate mudah mencari hehehehhee
HapusSetelah gowes jauh dan nanjak, saatnya balas dendam dengan makan yang enak. Biar ga nyesel jauh-jauh bersepeda..hahhaha
BalasHapusDulu aku dan teman-temanku pergi ke jakarta urusan kerjaan. Setelah urusan kelar, baliknya mampir di sate kambing. Begitu juga ketika di bekasi. Sate kambing memang mantap :D
Benar mas, motivasi setelah bersepeda adalah mencari asupan makanan yang menyenangkan ahhahahahah
HapusPotongannya gede-gede juga Mas.
BalasHapusJadi ngiler, jadi pengen makan sate juga. 🤤
libas bang, cari sate di sana ahhahahaha.
Hapusmaken sate di pagi hari ya, belom pernah nyoba sih, kayaknya enak kalo sama nasi anget sambal pedas hehe
BalasHapusIya mas, di sini sarapan sate itu sudah lumprah. Meski di beberapa tempat, sate itu identik dengan makan siang ataupun makan malam
Hapuswes lama nda mampur sini aku ya, #ngitungin tahun
BalasHapusfoto kobise ketok membahana banget mas
sik takbookmark dulu sapa tau aku mau ke sini pas mudik nanti
Hahahahah, iya juga. Ini kawan bloger waktu 2014/15an hehehehe. Matur nuwun sudah berkunjung kembali
Hapusemang khas ya kak yang jualan sate kambing itu, satenya masih dalam bentuk daging dan di gantung gitu ya? soalnya kami disini, satenya udah di bentuk ukuran dadu dan sudah di kasih bumbu agar lebih meresap.
BalasHapusRata-rata memang dagingnya digantung, nanti diambil pas lagi persiapan yate hehhehehhe
HapusLiat fotonya aja aku ngiler mas! Sambal kecap dan irisan brambang + kol, duh.. Ada kopi tubruk?
BalasHapusKayaknya memang agak mahal, tapi okelah sepadan.
Cepet sembuh buat mas Iqbaaalll
Kalau di sini fokus makan satenya mas, minumannya manut yang penting satenya mantap haaaa
HapusKali ini lgs aku catet di list kuliner utk DEC besok mas :p. Ga bakal keskip lagiiii hahahahha.
BalasHapusDan ternyata dia jual sate klathak juga yaaa. Berarti sate klathak yg udh aku tulis sebelumnya, mending dicoret. Makan sekalian di sor talok. Lagian sate klathak yg pertama aku tulis tempatnya ga kira2 ramenyaaaa. Serem sih sbnrnya. Sampe antri jam jam an..
Tapi kmrn aku nyobain bbrp sate kambing di Jogja, itu ga ada yg failed :D. Semua enaaaaak!! Potongannya memang slalu gede2 yaaa :)
Kuliner sate di Jogja itu ada banyak mbak. Selain Sor Talok, ada juga Pak Meyet (ini saya ulas di blog yang satu), ada juga Samsuri, pokoknya mantap-mantap.
Hapuswah mantap ini .... habis gowes sarapan sate ... langsung maknyoss lagi
BalasHapusTimbun kolesterol, lanjut gowes lagi, kang haaaaaa
HapusMas, ini nih Sate yang di dekat Manding bukan to?
BalasHapusIya mas, betul banget.
HapusKayaknya seru banget, Mas, makan sate kambing sambil lihat sawah. Perut kenyang, mata senang. :D
BalasHapusIni salah satu kuliner sate yang wajib dijajal selama di Jogja, mas. Pokoknya aku rekomendasikan
Hapus