Pagi yang Syahdu di Mbulak Wilkel Bantul - Nasirullah Sitam

Pagi yang Syahdu di Mbulak Wilkel Bantul

Share This
Warung-warung di Mbulak Wilkel
Warung-warung di Mbulak Wilkel
Gapura bertuliskan Mbulak Wilkel berkali-kali melintas di linimasa media sosialku. Aku tertarik mencari informasi destinasi yang sedang naik daun tersebut. Dari berbagai referensi, kudapatkan informasi Mbulak Wilkel berlokasi di Tambalan, Pleret, Bantul.

Kuputuskan, akhir pekan ini hendak menyambangi destinasi Mbulak Wilkel. Lokasi yang tidak jauh menjadikan salah satu alasan. Terlebih dalam beberapa minggu ini aku vakum tidak bersepeda akhir pekan karena adanya pembatasan aktivitas oleh pemerintah.

Rute tujuan destinasi sudah dipandu Google Maps. Secara garis besar, aku cukup mengarahkan sepeda ke Pasar Ngipik, lantas menuju Tambalan. Nanti ada pertigaan selepas masjid, belok kiri. Sesederhana itu, meski kadang tersesat.

Sebenarnya, rute jalur sepeda ini sering kulintasi ketika menyambangi Puncak Sosok. Konon, perbukitan yang tampak dari Mbulak Wilkel itu salah satunya adalah Puncak Sosok. Destinasi Mbulak Wilkel cukup mudah dan terjangkau.

Di pertigaan, aku berhenti. Sepertinya ini adalah jalan menuju Mbulak Wilkel. Kuambil gawai yang sudah membuka Google Maps. Benar saja, aku berhenti di pertigaan yang tepat. Bergegas menuju timur, dua polisi tidur terbuat dari karet membentang. Tujuannya agar pengendara melaju pelan.
Gapura spot foto bertuliskan Mbulak Wilkel
Gapura spot foto bertuliskan Mbulak Wilkel
Pesepeda cukup banyak melintas. Tak hanya para wisatawan, penduduk setenpat juga menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi. Gerbang Mbulak Wilkel menjadi spot wajib untuk berfoto. Aku sendiri turut mengantre.

Meski tak saling kenal, pesepeda di sini bisa saling meminta tolong untuk mengabadikan. Tiga perempuan menggunakan sepeda lipat menghampiriku. Beliau menyerahkan gawai dan memintaku untuk mengabadikan. Bergegas kuabadikan.

Jalur menuju warung di Mbulak Wilkel teduh. Tiap pagi, kabut tipis masih tampak, semburat sinar matahari menjadikan jalan ini makin syahdu. Geliat masyarakat sudah tampak sedari pagi. Petani mulai beraktivitas, pesepeda pun berlalu-lalang.

Berada di tepian jalan Mbulak Wilkel membuatku lebih banyak memotret. Tradisi bersepeda masyarakat setempat masih terjaga. Di sini, para pesepeda yang hendak bermain pun berbaur dengan pesepeda masyarakat setempat.

Senyuman masyarakat setempat makin membuat suasana desa terjaga. Berkali-kali aku mendapatkan senyuman keramahannya. Aku juga berbalas sapa. Bagi yang hendak berfoto di gapura, lebih baik mengutamakan pengguna jalan terlebih dahulu.
Jalur menarik untuk berburu foto sepeda
Jalur menarik untuk berburu foto sepeda
Untuk sesaat aku bersantai di tepian jalan. Melihat petani sedang membajak lahannya. Tidak sedikit masyarakat setempat menemani anaknya melihat petani yang membajak sawah. Di ujung sana, keramaian pesepeda sudah terlihat.

Pesepeda sudah memenuhi gazebo-gazebo yang dibuat pada sisi utara jalan. Warung sendiri berderet sisi selatan. Untuk area parkir sepeda motor lokasinya berdekatan dengan gazebo. Pengunjung pagi ini didominasi pesepeda.

Seperti di gapura, para pesepeda di sini banyak yang berfoto. Jumlah gazebo terbatas, sehingga hampir semuanya sudah terisi. Sementara itu, di luar bangunan gazebo beratapkan anyaman daun kelapa, masih ada beberapa gazebo terpisah dan terbuka.

Pukul 06.50 WIB, Mbulak Wilkel nyatanya sudah ramai. Sepeda terparkir di sudut-sudut area kosong. Pemiliknya sudah bersantai di tiap gazebo. Kuparkirkan sepeda pada parkiran yang berdekatan dengan warung. Tujuannya agar tetap dalam jangkauan keramaian.

Kuambil kamera, untuk sesaat kuabadikan guna mencari konten blog. Lepas memotret, kembali kuambil vlog menggunakan gopro. Sebanyak ini pesepeda, tak satupun kukenali. Hanya saja, di media sosial ternyata aku dikenali salah satu pesepeda yang mengatakan melihatku membawa kamera dan gopro.
Mbulak Wilkel tiap pagi banyak pesepeda
Mbulak Wilkel tiap pagi banyak pesepeda
Mbulak Wilkel merupakan destinasi wisata yang baru dikonsep pengelola. Obrolanku dengan salah satu pemilik warung, konon mereka mulai jualan dua bulan yang lalu. Proses pembuatan warung-warung serta gazebo dimulai pada saat bulan ramadan, kemungkinan antara april-mei.

Berlokasi strategis, tanpa ada jalur tanjakan menjadikan Mbulak Wilkel sebagai tujuan para pesepeda. Rata-rata mereka yang ke sini orangtua yang menyempatkan akhir pekan guna berolahraga. Bersepeda santai menikmati waktu pagi.

Perbukitan jauh di sana menjadi pemandangan latar dari persawahan. Jika datang pagi hari, tentu kita bisa melihat mentari terbit. Pagi ini cerah, di ufuk utara tampak gunung Merapi dan Merbabu cukup jelas. Pemandangan yang menyenangkan.

Belum sepenuhnya warung buka. Angkringan dan soto bathok masih tutup. Seingatku, ada sekitar lima warung yang buka. Aku mendekati warung yang baru buka, dua orang tua perempuan menyiapkan kudapan.
Area parkir sepeda di destinasi
Area parkir sepeda di destinasi
“Pisang goreng ada, bu?” Tanyaku memastikan.

“Belum ada, mas,” Jawab ibu yang lebih muda. Satunya sedang mengiris tempe untuk mendoan.

Pisang goreng memang menjadi idaman para pesepeda kala pagi. Sayangnya di warung yang kusambangi belum menyediakan. Tenang saja, aku akhirnya memesan mendoan dan teh tawar panas. Mendoan dihargai 2.000 rupiah untuk tiga potong, teh tawar sendiri hanya 2.000 rupiah.

Antusias pesepeda tinggi, destinasi wisata Mbulak Wilkel ini ramai meski masih pagi. Usai memesan minuman dan cemilan, aku menuju tempat duduk tanpa atap yang berlokasi di sekitaran irigasi. Di sini, aku sendirian. Menjauh dari keramaian.

Pemandangan sawah menjadi keunggulan yang ditawarkan oleh Mbulak Wilkel. Irigasi ini kering, padahal di beberapa waktu postingan ada airnya. Jauh di tengah sawah, tulisan Mbulak Wilkel menarik perhatian pengunjung. Mereka melintasi pematang sawah dan berfoto.

Silih berganti pengunjung datang dan pergi. Sembari menunggu pesanan datang, kuambil kamera dan memotret deretan gazebo dari belakang. Ibu pemilik warung mengantarkan pesananku, enam potong mendoan dan segelas teh tawar. Kuucapkan terima kasih.

Menikmati gorengan dan teh tawar kala pagi adalah sesuatu hal yang menyenangkan. Kuambil sepotong mendoan, lantas menyesap teh tawar. Di gazebo terbuka, aku tetap sendirian. Menjaga jarak dari keramaian dan hanya membuka masker kala mengunyah mendoan.
Tempat para wisatawan menikmati pesanannya
Tempat para wisatawan menikmati pesanannya
Mbulak Wilkel bisa menjadi destinasi yang baru dan cukup populer. Konsepnya tepat, segmen peminatnya jelas. Kali ini, masih para pesepeda dan muda-mudi masyarakat setempat yang berdatangan. Tempat ini untuk sementara waktu hanya buka sampai sore.

Tentu pengelola Mbulak Wilkel bisa melihat potensi ini lebih jeli. Antusias pengunjung kala pagi terlebih saat akhir pekan dapat dijadikan untuk mengambil terobosan lebih maju. Sehingga, pada akhirnya geliat perekonomian masyarakat setempat kembali berjalan di masa pandemi.

Seraya menikmati udara pagi, menyeruput minuman hangat di dekat irigasi dengan pemandangan persawahan. Aku menulis sedikit catatan untuk Mbulak Wilkel. Destinasi wisata ini memang sedang berproses, sehingga harapannya bisa lebih dilengkapi fasilitas pendukungnya.

Menurutku, keberadaan tempat sampah harus lebih banyak. Hal ini diharapkan meminimalisir wisatawan agar tidak membuang sampah sembarangan. Selain itu, fasilitas toilet mungkin harus dilengkapi, pun dengan tempat terbuka atau tertutup untuk dijadikan musola.
Menikmati mendoan dan teh panas di Mbulak Wilkel
Menikmati mendoan dan teh panas di Mbulak Wilkel
Bukan tidak mungkin ke depannya Mbulak Wilkel bisa mengikuti destinasi-destinasi yang ada di Bantul untuk bergerak maju. Kita tahu, di sekitaran sini ada Puncak Sosok Bawuran, ada Puncak Gunung Wangi, serta destinasi-destinasi yang menjadi kunjungan pesepeda.

Selain itu, kuharapkan para pengunjung destinasi wisata Mbulak Wilkel khususnya para pesepeda mengisi kaleng yang sudah disediakan. Secara tidak langsung, sumbangan sukarela itu dijadikan modal untuk kemajuan Mbulak Wilkel.

Pukul 07.30 WIB, kuputuskan pulang. Wisata Mbulak Wilkel masih ramai. Kubawa gelas dan tempat gorengan ke warung dan membayarnya. Total keseluruhan yang kubayar untuk enam gorengan mendoan dan segelas teh tawar sebesar 6.000 rupiah. Kuucapkan terima kasih, dan berjalan menuju parkir sepeda. 

Kuambil kembali selembar uang berwarna cokelat, lantas memasukkan di kaleng yang berada di area parkir. Aku suka suasana di Mbulak Wilkel. Tentu destinasi ini bisa menjadi opsi yang kukunjungi kala akhir pekan untuk sekadar mengeteh. * Mbulak Wilkel; Sabtu, 24 Juli 2021

14 komentar:

  1. Asik dong di Mbulak Wilkel ga ada tanjakannya hahaha. Pantesan para pesepeda betah gowes di area ini. Desa yang alami, masih bisa menghirup udara segar deh di sana. Jajanannya seru juga, gorengan dan teh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah dekat, asyik lagi ahhahaha. Pokoknya nyaman kalau gowes ke sini, mbak.

      Hapus
  2. Terimakasih untuk apresiasinya, mbulak Wilkel sedang berusaha untuk memenuhi fasilitas umum agar lebih nyaman untuk pengunjung. Saat ini toilet sudah mulai bisa difungsikan, kedepan akan ada inovasi baru dari Mbulak Wilkel...
    Jangan lupa datang lagi min...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap mas Topan.
      Inovasi dari Mbulak Wilkel ini memang dibutuhkan agar geliat perekonomian masyarakat setempat dapat terus berputar

      Hapus
  3. Mas aku suka envy kadang kalo liat temen2 yg di Jogja ATO daerah lain yg masih banyak sawahnya :D. Apalagi dibuat gazebo untuk duduk2 begini. Ya ampuuun sarapan sambil ngeliatin view hijau, kurang apa coba :D. Betah banget....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahha, itu adalah nilai lebih tinggal di daerah yang masih banyak sawah. Meski sekarang persawahan mulai banyak beralih fungsi

      Hapus
  4. Namanya unik, mbulak wilkel. Tahu itu artinya apa mas?
    Seiring majunya teknologi, sekaramg membuat sehuah keramaian jadi lebih mudah. Tinggal memanfaatkan potensi yang sudah ada (sawah, pemandangan, kuliner), kemudian dipoles dengan fasilitas yang diperlukan dan dipromosikan secara mudah melalui media sosial. :D

    Semoga bisa membawa kemajuan untuk warga sekitar dan memberikan pengalaman baru bagi pengunjung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini yg Wilkel artinya kurang tahu, sempat tanya ke salah satu penjual, beliau tersenyum saja. Besok-besok kudu kugali lagi hahahahha.

      Kayake Semarang dan sekitarnya bisa dikonsep seperti ini, mas

      Hapus
  5. enam gorengan mendoan dan segelas teh tawar cuma 6.000
    enak enak enak
    murah meriah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah kenyang, waktunya pulang ahhahaha. Kan kalo gowes gitu aja hahahha

      Hapus
  6. wah muncul lagi destinasi baru ... jadi semakin banyak pilihannya.
    memang Mbulak Wilkel ini cucok untuk destinasi kebanyakan para goweser ya mas Sitam ... tidak perlu nanjak nanjak, jalannya teduh dan spot nongkrong sambil makan minumnya asyik banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Jogja, konsep seperti ini malah menarik perhatian para pesepeda dan wisatawan lokal.

      Hapus
  7. Mendoan + teh manis panas + sawah + pagi-pagi ... duh kebayang syahdunya gimana <3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheheh, kebiasaan kalau di Jogja begitu mbak. Oya, selamat menikmati kota Jogja ya hheheheh

      Hapus

Pages