Jalan Kaki Menuju Pantai Pandean, Rembang - Nasirullah Sitam

Jalan Kaki Menuju Pantai Pandean, Rembang

Share This
Perahu nelayan di Pantai Pandean Rembang
Perahu nelayan di Pantai Pandean Rembang
Tak terasa kini sudah pukul 00.30 WIB. Suasana di Fave Hotel Rembang lengang. Kulongok jendela, kelap-kelip cahaya dari sekitaran Pelabuhan Tasikagung. Biasanya, lampu tersebut dari deretan kapal. Tengah malam ini aku belum bisa memejamkan mata.

Kembali kubuka peta dari laptop. Ada rasa penasaran dengan pantai yang berada di belakang hotel. Seingatku, tak jauh dari pintu masuk hotel memang ada jalan kecil perkampungan. Tertera nama pantai Padean, Rembang.

Alarm gawai tak mempan, aku bangun kesiangan. Bergegas mencuci muka dan gosok gigi. Kusiapkan sepatu, kamera, dan gopro. Niat hati mengunjungi pantai Pandean. Pantai ini diambil dari nama desa setempat. Berlokasi di Desa Pandean, Kecamatan Rembang, Rembang.

Jika ditarik garis lurus, mungkin posisi pantai dengan Alun-alun Rembang tak lebih dari 300 meter. Umbul-umbul memenuhi gapura, di tiap rumah sudah terpasang bendera merah-putih. Persiapan menyambut hari ulang tahun Republik Indonesia di tahun 2021.

Jalanan lumayan lengang. Aku terus berjalan menuju pantai. Sesekali berpapasan dengan masyarakat setempat. Kusempatkan tersenyum dan menyapa beliau. Jalan ini hanya cukup satu mobil. Gang kecil menghubungkan dengan gang-gang yang lainnya.
Jalan kampung Pandean, Rembang
Jalan kampung Pandean, Rembang
Tanah lapang menghadap pantai lepas. Petakannya lumayan luas. Hampir seluas lapangan futsal. Tampak bekas ban sepeda motor melintas. Sepertinya, tadi pagi ataupun kemarin sore tempat ini dijadikan spot bersantai.

Tidak ada pasir putih. Sepanjang mata memandang hanya ada tanggul-tanggul tinggi penghalang ombak. Tanggul penghalang ombak yang langsung berdekatan dengan bangunan rumah ini bisa jadi dibangun sendiri ataupun secara swadaya kampung.

Awalnya, kukira petakan-petakan tanggul di belakang rumah ini dapat diakses dan saling terhubung. Ternyata tidak. Tak semua belakang rumah ada petakan tanah luas. Apalagi diakses dengan jalan kaki. Kadang ada juga tembok tinggi sebagai penghalang sekaligus dinding rumah.

Matahari sudah merangkak tinggi. Cahayanya sedikit menyilaukan mata. Kulirik sisi timur, tanah lapang seperti tidak dirawat dengan baik. Bahkan, tampak sedikit sampah yang terserak. Dilihat dari sampahnya, didominasi plastik ataupun sampah rumah tangga.
Tanah lapang yang dimanfaatkan masyarakat setempat
Tanah lapang yang dimanfaatkan masyarakat setempat
Jika datang lebih awal, mungkin aku bisa melihat semburat cahaya Mentari pagi. Hanya saja terhalang pepohonan. Sehingga kurang maksimal. Seorang warga setempat asyik bersantai, duduk di tanggul sembari melihat perahu yang terayun ombak.

Pantai Pandean bukanlah tipikal pantai yang dikunjungi wisatawan, ataupun pantai yang memang dijadikan destinasi wisata. Pantai ini tidak menyajikan pemandangan indah, sekilas memang hanya petakan lahan dengan tanggul ombak.

Bagiku, pantai seperti ini tetaplah menyenangkan. Masyarakat setempat lebih banyak menghabiskan waktu senggang duduk di tanggul maupun kursi, menatap lautan lepas. Sesekali menikmati waktu kala mentari terbenam.

Anak-anak masyarakat setempat dapat lepas di sekitaran pantai. Mereka menjadikan tanah lapang tersebut sebagai fasilitas untuk bermain kala libur sekolah. Di perkotaan, sejengkal tanah kosong adalah oase bagi anak kecil untuk bermain dengan bebas.
Deretan tanggul penahan gelombang
Deretan tanggul penahan gelombang
Berlokasi hanya sepelemparan batu dari pusat kota Rembang. Pantai Pandean tidak familiar. Bahkan untuk mereka yang menginap di Fave Hotel pun tak mengetahu nama pantai ini. Sebagian dari mereka hanya tahu pemandangan dari jendelanya adalah pantai.

Pagi ini, kulihat ada sekumpulan warga yang bersantai di tanah lapang tak jauh dari tempatku. Sayangnya, tak bisa kusambangi karena harus balik ke jalan raya. Jika tak salah, tanah lapang yang lebih luas itu aksesnya dari jalan sekitaran Terminal Rembang.

Akhir juli, cuaca lumayan kurang bersahabat. Gelombang agak naik. Pun dengan di pesisir utara Jawa. Ombak lumayan besar. Jika mengacu dengan siklus tahunan, juli menjadi waktu peralihan ke angin timur, hal ini menyebabkan gelombang lebih tinggi.

Di kejauhan, deretan kapal cukup jelas. Pelabuhan Tasikagung ramai kapal sandar. Pemandangan ini sebenarnya lebih bagus kala sore. Matahari sore hari tepat tenggelam di deretan Pelabuhan, sehingga pemandangannya lebih bagus.
Pelabuhan Tasikagung Rembang dari kejauhan
Pelabuhan Tasikagung Rembang dari kejauhan
Tampaknya memang demikian, sore hari adalah waktu yang tepat mengunjungi pantai Pandean. Sayangnya aku kemarin melewatkannya. Tentu menjadi hal yang menyenangkan jika bisa bersantai kala sore sembari menyesap kopi.

Perahu warga setempat terayun gelombang. Dua jangkar terikat tali di depan dan belakang. Tujuannya agar perahu tersebut tidak bergerak liar. Tiang pendek tersemat bendera merah-putih berkibar. Tak banyak perahu, hanya beberapa saja. Itupun tempatnya berjauhan.

Kuhabiskan waktu agak lama duduk santai di tepian tanggul. Gerakan air laut yang sedang pasang mengempas ke tanggul-tanggul. Terkadang cipratan air laut mengenai kakiku. Selama di sini, aku lebih banyak memandang laut lepas, sesekali memotret.
Perahu tertambat di belakang rumah masyarakat setempat
Perahu tertambat di belakang rumah masyarakat setempat
Pantai Pandean semacam senyap kala pagi hingga siang. Tentunya kala sore jauh lebih ramai. Pantai ini memang bukan tujuan destinasi wisatawan. Tapi tetap saja mempunyai potensi jika dikelola dengan baik oleh warga setempat.

Ketika pantai ini dirias, minimal sampah-sampah yang berserakan di sudut tanah lapang hilang, pastinya lebih indah. Kita tidak pernah tahu ke depannya bakal seperti apa. Aku yakin, tempat-tempat seperti ini pasti mempunyai pengunjung tersendiri.

Kubayangkan seandainya ada warung kopi ataupun tempat tongkrongan santai. Bukan hal yang mustahil tempat ini bakal ramai dikunjungi wisatawan lokal. Mereka bisa menikmati waktu senja sembari bersantai duduk di tanah lapang sekitar tanggul. *Rembang, 07 Agustus 2021.

8 komentar:

  1. dilihat dari fotonya sih, pantai ini memang bukan tipikal pantai untuk piknik ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, hanya untuk masyarakat setempat yang ingin santai. Jadi nggak dikonsep layaknya destinasi wisata

      Hapus
  2. Ombak di Pelabuhan Tasikagung kelihatannya kencang juga ya. Pantas saja perahu terombang-ambing begitu. Kalau warga setempat ga bikin tanggul, bisa2 air Pantai Pandean masuk ke pemukiman mereka ya. Serem sih kayaknya hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pas lagi musim agak ada ombak, mbak. Ya memang hampir semuanya ada tanggul di sekitaran sini.

      Hapus
  3. pantainya khas di kota kota, tidak ada pasir langsung laut.
    tapi ya betul mas Sitam ... tetap menyenangkan hanya duduk2 dan memandang jauh lepas ke laut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kang, enak duduk santai sambil bikin kopi ya

      Hapus
  4. Kalo melihat pantai yang tanpa pasir gini, aku langsung kebayang Ama pantai di hakodate Jepang. Mungkin bagus juga kalo di pinggirannya di bangun pavement batu dan ada tempat duduk untuk melihat2 ke lautan lepas :). Aku bukan pecinta pantai sih, tapi kalo hanya sekedar duduk di pinggiran dan melihat ke laut, aku suka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. khas pantai di daerah perkotaan, jadi hanya ada tanggul-tanggul yang menerpa ombak. Biasanya tiap sore banyak yang di sini

      Hapus

Pages