Sebelum Gerimis di Bukit Ngleseh Segoroyoso Bantul - Nasirullah Sitam

Sebelum Gerimis di Bukit Ngleseh Segoroyoso Bantul

Share This
Bukit Ngleseh kala pagi hari
Bukit Ngleseh kala pagi hari
Satu demi satu perbukitan di sekitaran Bantul mulai dilirik pengelola desa setempat untuk dijadikan spot wisata. Salah satunya yang paling baru adalah Bukit Ngleseh. Bukit ini berlokasi di Segoroyoso, Pleret. Kurun waktu sebulan ini, destinasi tersebut mulai berbenah.

Kuamati jalurnya, melintasi jalan Pleret yang pernah kulalui sewaktu mengunjungi Mbulak Wilkel. Sepeda kukayuh hingga mendekati Pasar Pleret. Selepas jembatan, aku memperlambat kayuhan. Pertigaan di depan, belok kanan. Menyusuri jalanan kampung yang sedikit berlubang.

Di depanku ada rombongan pesepeda. Kuperkirakan kami satu tujuan. Kuikuti mereka hingga jalan mulus menanjak. Konon, jalan ini bisa tembus ke arah Embung Imogiri atau menuju sekitaran Pucung, Bantul. Tanjakan lumayan panjang harus dilintasi.

Tanjakan tidaklah tinggi, hanya panjang. Sedikit berbelok, lantas kembali menanjak. Rombongan pesepeda yang di depan terpecah. Sebagian mulai menuntun, ada juga yang mengayuh secara zigzag. Sebenarnya, bersepeda zigzag di jalan raya tidak kurekomendasikan. Berbahaya bagi pengguna jalan yang lainnya.

Benar saja, pesepeda yang melintasi tanjakan dengan zigzag di depanku mendadak berhenti. Aku bergegas menghindar. Nyaris kutabrak. Aku meneruskan kayuhan hingga jalan rata. Sisi kiri tampak tanah lapang, ada beberapa pesepeda yang sedang rehat.
Bukit Ngleseh kala pagi hari
Bukit Ngleseh kala pagi hari
Aku sendiri mengayuh dan hendak berhenti di bangunan semacam pos kampling. Rombongan sepeda yang di belakangku riuh, mereka saling menyemangati sembari merekam temannya yang berusaha melintasi tanjakan. Atau malah mereka yang sudah menuntun sepeda sedari awal.

Jalan menuju Bukit Ngleseh terlewati. Aku tahu karena melirik gawai. Bergegas aku turun ke tanah lapang yang digunakan orang-orang beristirahat. Jalan tanah terjal inilah yang mengarahkan ke Bukit Ngleseh. Sewaktu aku berkunjung, tak ada papan petunjuk arah.

Sesuai informasi dari rombongan ibu pesepeda, aku balik arah. Beliau mengatakan jika Bukit Ngleseh melintasi jalan tanah di sampingnya. Sebulan yang lalu, beliau pernah ke sini, tetapi belum ada apa-apa. Sedang dalam proses pembangunan.

Belum ada warung, kata ibu ini sewaktu bulan lalu berkunjung ke Bukit Ngleseh. Sementara kemarin kulihat pada ulasan di Local Guide, Bukit Ngleseh ini sudah ada rintisan warung untuk sekadar mengeteh. Tentu warung tersebut baru ada beberapa minggu yang lalu.

Sebagian orang menyebut tempat ini dengan nama Secangan. Hal ini tentu merujuk pada dusun ataupun kampungnya. Untuk itu nama Bukit Ngleseh menjadi spot yang mulai digaungkan. Bukit Ngleseh mulai dijadikan destinasi tujuan pesepeda sejak awal bulan Juni 2021.

Bagi pesepeda pemula, tentu destinasi ini cukup terjangkau. Tanjakan tidak berat, dan tentunya jarak terjangkau. Untuk segala sepeda pun bisa sampai di sini. Paling penting adalah waktu turun ataupun pulang. Pesepeda harus berhati-hati, terlebih bagi mereka yang pemula.
Area luas di Bukit Ngleseh penuh sepeda
Area luas di Bukit Ngleseh penuh sepeda
Berjarak kurang lebih 400 meter dari jalan raya, petakan tanah datar dipenuhi pesepeda. Dua warung sedang dalam tahap pengerjaan. Tetapi, warung-warung ini sudah melayani pembeli. Bagian sisi timur, sudah ada tempat duduk kayu bagi pengunjung.

Batang kayu sebesar betis orang dewasa dilengkapi dengan pipa besi panjang terkait kawat dijadikan sebagai tempat parkir sepeda. Sebagian sepeda sudah terparkir, sementara yang lainnya tersebar di sudut-sudut lahan kosong.

Tak hanya sepeda, motor pun sudah ada banyak di sini. Untuk mobil sebenarnya bisa langsung ke sini. Hanya saja di bagian jalan masuk memang butuh sedikit ekstra hati-hati. Tentu harapan ke depannya jalan menuju bukit Ngleseh ini diperbaiki dan makin mulus.

Bukit Ngleseh pemandangannya lumayan luas. Jika datang pagi, kita bisa melihat mentari terbit dari balik perbukitan sisi timur. Kurasa, pemandangan kala pagi bagus untuk diabadikan. Pun sisi barat, pemandangan juga tak terhalang perbukitan, sehingga bagus untuk memotret senja.

Jauh sebelum dikunjungi pesepeda, bukit Ngleseh ini acapkali dijadikan spot bersantai pemuda setempat. Sewaktu ramadan 2020, tanah lapang di Bukit Ngleseh menjadi spot bersantai sembari menunggu azan magrib. Begitulah informasi dari ibu warung.

Layaknya perbukitan di Bantul, pemandangan yang paling menjadi dominan di sini tentunya pematang sawah. Pengunjung bersantai, mereka menikmati waktu pagi sembari menyesap minuman. Aku sendiri memotret sudut-sudut yang menurutku asyik diabadikan.
Warung-warung yang buka sejak pagi hari
Warung-warung yang buka sejak pagi hari
“Teh tawar satu, bu,” Pintaku.

Setelah itu kuminta piring kecil untuk mengambil beberapa potong pisang goreng. Ukuran pisangnya memang tidak besar, tapi cukuplah untuk melepas rinduku yang hendak menikmati pisang goreng kala pagi.

Dua warung belum sepenuhnya jadi. Warung-warung ini baru buka tiga minggu. Bahkan ada yang baru dua minggu lalu. Mereka membuka warung untuk menggeliatkan perekonomian setempat. Bagiku, cara seperti ini adalah yang paling tepat di kala pandemi.

Menu belum beragam, sebatas indomie ataupun popmie. Warung di bukit seperti ini yang paling penting tentu minuman teh dan kudapan seperti pisang ataupun tempe goreng. Bagi pesepeda, menikmati gorengan selepas bersepeda adalah kenikmatan tersendiri.

Sekumpulan anak muda sedang menikmati waktu pagi dengan bernyanyi. Dentingan gitar menjadi pengiring. Suaranya lumayan kencang, hingga terdengar dari tempat dudukku yang agak jauh. Di sisi yang lain, sekumpulan perempuan pesepeda sedang asyik membuat klip untuk Tiktok.
Lanscape persawahan di sisi timur Bukit Ngleseh
Lanscape persawahan di sisi timur Bukit Ngleseh
Secara tidak langsung, segala unggahan mereka di media sosial adalah salah satu sarana dalam mempromosikan Bukit Ngleseh. Bagaimana pun, mereka pasti mengunggah di media sosial. Mengabarkan ke teman sejawat, hingga membagikan di grup-grup sepeda.

Aku larut dalam suasana santai. Langit mendung, sesekali gerimis tak membuatku bergeser. Sesekali berbincang dengan pesepeda yang lainnya. Mereka membahas bukit tandus mirip Tebing Breksi yang tampak dari Ngleseh. Pada akhirnya, aku tahu bukit yang dimaksud adalah Bukit Tompak.

Teh tawar kusesap, lantas berbincang dengan salah satu pesepeda lipat. Kami memang baru kenal, tapi lingkaran teman sesama pesepeda menjadikan beberapa orang yang sama dikenali. Beliau bagian dari SPN, Seli Punya Nyali. Sebuah komunitas sepead lipat yang menurutku fisiknya jauh di atas rata-rata dengan destinasi tujuan jalur ekstrim.

Gerimis tak mau berhenti, meski begitu hanya lembut dan tak membuatku bergeser. Bukit Ngleseh menjadi asa bagi perekonomian warga setempat. Mereka berharap kunjungan terus ada, sehingga semangat berbenah makin besar.
Menikmati gorengan dan teh tawar sembari bersantai
Menikmati gorengan dan teh tawar sembari bersantai
Belum ada fasilitas lengkap seperti toilet hingga tempat sampah yang terpadu. Ini menjadi catatan khusus menurutku. Bukit ini lumayan ramai hingga selepas isya, tentu ke depannya keberadaan fasilitas seperti toilet hingga musola harus dilengkapui.

Plang petunjuk arah dari jalan raya juga harus diperhatikan agar pengunjung tak tersesat. Jika memungkinkan, sediakanlah sedikit kotak sukarela. Kita tahu, pundi-pundi dari kotak tersebut bisa dijadikan modal untuk berbenah di destinasi Bukit Ngleseh.

Ada banyak perbukitan yang mulai bergeliat merias diri. Bukit Ngleseh kuharapkan bergerak lebih semangat. Animo pengunjung khususnya pesepeda di akhir pekan jangan sampai hilang dalam beberapa bulan. Dengan begitu, perekonomian masyarakat setempat turut bergerak.

Mendung makin tebal, rintik hujan sudah reda. Aku yakin dalam beberapa jam bakal hujan. Kukemasi barang, dan mengembalikan warung sembari membayar. Percaya atau tidak, membawa uang 10.000 rupiah pun sudah lebih dari cukup untuk menikmati kudapan dan teh tawar dari Bukit Ngleseh. Menyenangkan! *Bukit Ngleseh; 01 Agustus 2021.

Tepatnya menjelang akhir bulan September, aku kembali ke sini untuk melihat perkembangannya. Sudah ada toilet meski masih tanpa atap dan hanya untuk kencing. Selain itu, warung yang sudah ada menjadi empat dan sedang progres pembangunan dua lagi, artinya bakal ada enam warung.

Area parkir mobil mungkin ke depannya bakal dipindah tempatnya. Karena lokasi yang biasa untuk parkir mobil, di depannya ada warung. Warga dan pengelola Bukit Ngleseh harus menata agar semuanya tampak rapi, karena destinasi ini banyak dikunjungi wisatawan lokal untuk bersantai.

8 komentar:

  1. wih ada parkiran khusus sepeda
    tumben nih ngeteh, enggak ngopi. heuheuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang banyak banget yang seperti ini, mas. Bikin kami (pesepeda) gak kehabisan destinasi

      Hapus
  2. Bantul dengan segala perbukitannya memang jadi jalur menarik untuk para pesepeda. Banyak yang bosan kalau keliling kota yang datar. Butuh sesuatu yang memancing adrenalin, yaitu jalan tanjakan..hhehehhee

    Semoga banyak wilayah bisa ditata dengan baik dan layak untuk dikunjungi wisatawan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mas, daerah bantul banyak banget yang bisa disambangi naik sepeda. Rutenya juga beragam. Cocok buat pesepeda.

      Hapus
  3. di daerah Bantul dan sekitarnya terus "tumbuh" destinasi2 baru ya .... asyikk jadi banyak pilihan.
    Mudah2-an jadi membantu perekonomian warga sekitarnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini masih banyak lagi, kang. Aku jadi sampai mendata buat dikunjungi semuanya ahhahahahha

      Hapus
  4. Seneng bacanya, kalo daerah2 ini mulai menggeliat perekonomiannya. Aku suka tempat2 perbukitan gini, apalagi bisa melihat view bagus dari atas. Cemilan2 kecil kayak pisgor, dan gorengan lainnya, memang udah cukup banget. Saat di atas, hawa sejuk, menu kecil sekalipun bakal berasa jauh lebih nikmat :D.

    BalasHapus
    Balasan
    1. cocok buat pesepeda mbak, jalannya asyik terus menu beragam dan harganya juga masuk akal ahhahah

      Hapus

Pages