Dolan di Sekitaran Alun-Alun Blora - Nasirullah Sitam

Dolan di Sekitaran Alun-Alun Blora

Share This
Tengaran Alun-Alun Blora
Tengaran Alun-Alun Blora
Cuaca siang cukup menyengat. Aku melepas lelah di salah satu tempat duduk permanen sembari mengipaskan kaus. Keringat mulai mengalir. Alun-alun Blora cukup sepi di waktu tengah hari ini. Untuk kali pertamanya aku mengunjungi Blora, dan tidak ada agenda sampai sore.

Sedari awal memang tidak ada destinasi yang hendak aku sambangi. Intinya, acara keluarga selesai, aku tinggal menunggu jemputan travel Blora – Jogja. Sebelumnya, aku sudah memesan transportasi Bus My Shuttle, rute yang melayani Blora – Solo – Jogja melewati jalan tol.

Sayangnya, satu hari sebelum keberangkatan, pihak My Shuttle mengabarkan jika mereka hanya berangkat pagi, itupun menggunakan armada mobil kecil. Sementara jadwal dari awal ada keberangkatan pukul 15.00 WIB. Sontak, aku langsung mencari travel pengganti dadakan. Akhirnya ketemu Maranatha Travel dengan keberangkatan pukul 16.00 WIB.

Biasanya, aku hanya bersantai sembari melihat lalu-lalang orang yang di alun-alun. Kali ini aku sengaja mencari spot-spot foto. Tengaran alun-alun menjadi objek foto pertama. Di belakang tengaran sudah ada ucapan selamat penghargaan adipura tahun 2022 kategori kota kecil terbersih.
Tugu Elang diapit dua Singa di alun-alun Blora
Tugu Elang diapit dua Singa di alun-alun Blora
Suasana di alun-alun Blora cukup sepi. Pinggirannya banyak semacam stan kios yang mulai buka menjelang sore hingga malam. Pohon beringin di tengah menjadi tempat peneduh. Sementara di setiap sudut banyak tempat duduk permanen.

Kulihat, alun-alun Blora lebih rindang pepohonan. Penataan kota ini pun menurutku rapi. Masjid Agung Blora lumayan ramai orang yang menunggu waktu duhur. Kulangkahkan kaki menuju area lapang. Melihat laun-alun dari sudut yang lainnya.

Tugu elang lumayan tinggi diapit dengan dua patung singa menjadi spot yang menarik kuabadikan. Tempat ini lebih luas. Mungkin jika malam hari, area ini dimanfaatkan untuk bermain ataupun sekadar duduk santai sembari melihat orang berlalu-lalang.

Matahari benar-benar terik, selepas memotret, aku melepas lelah di bawah pohon beringin. Terdapat gerobak penjual yang tertata di sepanjang area terbuka. Sebagian buka, setengahnya masih tertutup terpal berwarna biru.
Penjual angkringan di alun-alun Blora
Penjual angkringan di alun-alun Blora
Di alun-alun ini cukup banyak pedagang kaki lima. Ada juga pedagang yang membuka lapak angkringan. Tepat di bawah pohon beringin malah ada yang menjual bingkai kartun untuk diwarnai. Tentu saja yang seperti ini menarik perhatian anak-anak.

Aku bisa membayangkan bagaimana ramainya ketika malam hari di alun-alun. Siang saja cukup banyak gerobak yang buka, terlebih malam hari. Tentu di sepanjang tepian alun-alun berbagai penjual berkumpul menjadi satu.

Menariknya, salah satu spot yang sedari tadi sering dijadikan latar belakang berfoto para mengunjung adalah gapura rumah dinas bupati Blora. Gerbang berbalur cat kuning keemasan ini memang cukup mencolok di area alun-alun.

Tak terlihat penjaga keamanan, bisa jadi tertutup di balik gerbang. Sementara itu bendera sang merah putih berkibar menjulang tinggi. Ornamen ukiran menjadi penghias di gapura, bagian mahkota bertuliskan Blora 1749.
Gapura Pendopo Bupati Blora
Gapura Pendopo Bupati Blora
Pada bagian penyanggah gapura, tepatnya di atas lambang Blora bertuliskan Trus Kawarno Sabdaning Aji. Tak ketinggalan tulisan aksara Jawa, serta ornamen yang menggambarkan rumah peribadatan, berbagai seni budaya, serta hasil bumi.

Untuk orang yang baru pertama menginjakkan kaki di Blora, pemandangan ini memang menarik diabadikan. Terus terang, datang ke Blora dan jalan-jalan siang hari seperti ini tidak banyak yang bisa disambangi. Bagiku, bersantai sembari melihat sekitar sudah menyenangkan.

Masjid Agung Blora terlihat dari tempatku duduk, namun tertutup pepohonan yang menjulang tinggi. Aku hanya melihat dari kejauhan. Dari sini tampak ada perbedaan yang bisa dilihat. Sepertinya, bagian depan masjid merupakan bangunan lama, sementara di belakang dengan menjulang dua menara bisa jadi bangunan baru.

Kulihat sekilas, arsitektur bangunan yang lama bisa kita identifikasi layaknya bangunan masjid yang ada di Jawa Tengah lainnya. Dari literatur yang kubaca, masjid ini berdiri sejak tahun 1722, dengan nama Masjid Agung Baitunnur.
Masjid Agung Baitunnur Blora dari alun-alun
Masjid Agung Baitunnur Blora dari alun-alun
Berdampingan dengan Pendopo Rumah Dinas Bupati Blora, terdapat bangunan kecil bertuliskan Replika Fosil Gajah Purba Blora. Aku penasaran dengan koleksi yang ada di dalam bangunan tersebut. Kuseberangi jalan dan berniat masuk bangunan tanpa ada petugas yang berjaga.

Dari jendela samping, ada sebuah replika gajah yang berdiri. Aku tidak berani masuk, karena tidak ada petugas yang berjaga. Entahlah, apakah tempat ini memang tidak dijaga petugas, atau sewaktu aku datang, petugasnya sedang keluar. Terpaksa aku tidak masuk.

Bagi wisatawan sepertiku, tempat seperti ini menarik untuk dikunjungi. Setidaknya, aku bisa tahu sejarah adanya replika gajah purba ini dari mana, atau cerita-cerita yang masih ada sangkut-pautnya dengan hewan purba tersebut. Pun bisa jadi menjadi daya tarik bagi wisatawan setempat.

Tempat seperti ini bisa dimanfaatkan sebagai sarana edukasi ke anak-anak yang berkunjung. Harapanku tentu dikelola dengan baik. Jika perlu, tambahkan papan informasi yang singkat. Sehingga pengunjung tahu asal muasal replika gajah purba di Blora.
Bangunan ikonik semacam taman di dekat alun-alun Blora
Bangunan ikonik semacam taman di dekat alun-alun Blora
Menariknya, ada semacam taman dengan bangunan serba merah muda yang mencolok di tepian jalan. Bangunan kecil ini mirip rumah Hobit tapi versi modern dan elegan. Tak sedikit pengunjung yang berfoto di depan rumah yang terdapat ornamen semacam gunungan.

Di belakang bangunan ini juga terdapat petakan tanah luas penuh dengan bunga-bunga dalam pot. Tak ketinggalan selasar kecil dengan tembok menjulang tinggi yang sudah dipenuhi mural aneka bunga. Jika dilihat dari bentuk bunga, sepertinya menggambar bunga bugenvil.

Tampaknya petakan lahan ini hendak dikelola dengan konsep bunga taman. Ada juga fasilitas musala dengan pohon-pohon rindang yang mengelilinginya. Seharusnya, jika dikelola dengan baik, pastinya tempat ini menjadi favorit masyarakat Blora untuk berlibur dengan keluarga.

Puas berkeliling dan memotret di sekitar alun-alun, aku menyusuri trotoar jalan Pemuda. Di sini kulihat ada beberapa kedai kopi, sayangnya belum buka. Aku menuju Buana Bakery and Coffee, karena dari pagi kulihat toko roti tersebut sudah buka dari awal.

Tiap kedua sisi jalan, berbagai ruko buka dan disibukkan dengan pelanggan. Di ruas jalan ini pun aku melihat bangunan kelenteng Hok Tik Bio yang berdampingan dengan Gereja Katolik Santo Pius X. Kedua tempat peribadatan ini bentuk bangunannya menarik untuk dipotret.
Kelenteng Hok Tik Bio di jalan Pemuda Blora
Kelenteng Hok Tik Bio di jalan Pemuda Blora
Setengah hari di Blora tanpa ada rencana menyambangi destinsi wisata tidak membuatku bosan. Berkeliling di sekitar alun-alun, memotret aktivitas masyarakat, melihat bangunan-bangunan, serta menepi di kafe adalah opsi yang tepat.

Jika kunjungan pertama di Blora sebatas perkenalan, tentu aku antusias jika ada waktu berkunjung di Blora lagi. Siapa tahu ada destinasi-destinasi yang cukup terjangkau dengan kendaraan umum atapun transportasi daring yang bisa kusambangi.

Di Blora sendiri sudah ada transportasi daring Grab. Kulihat sedari tadi cukup banyak pengemudi Grab yang melintas. Aku sendiri memang tidak menggunakan layanan tersebut, kuhabiskan waktu dengan jalan kaki melintasi ruas jalan utama di Blora. *Blora; Minggu, 05 Maret 2023.

14 komentar:

  1. biasanya alun-alun emang ramenya pas malem. diisi oleh muda-mudi berduaan yang lagi kasmaran. atau ghibah dan beli makanan

    BalasHapus
  2. Bangunannya cantik dan unik. Semoga saya berkesempatan datang ke sana. Ha ha .... Sayangnya usia sudah condong ke barat

    BalasHapus
    Balasan
    1. usia boleh condong, tapi semangat harus tetap tinggi, bu

      Hapus
  3. aku kalau jalan jalan ke sebuah kota yg baru kukunjungi, pasti mampir ke alun alunnya
    entah itu foto foto aja, ataupun sampai beli beli jajan
    btw itu bangunan kelentengnya udah pudar ya cat nya? biasanya khan merah merona

    BalasHapus
    Balasan
    1. ama berarti, karena kadang lebih terjangkau.
      catnya memang lumayan pudar.

      Hapus
  4. Keramaian di alun-alun biasanya dimulai pada sore hingga malam hari. Kalau pagi hingga siang biasanya sepi. Kecuali itu pas akhir pekan yang biasanya digunakan untuk kegiatan olahraga.

    Jalan kaki di alun-alun dan sekitarnya itu sangat menyenangkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang rasanya seru aja mas duduk santai sambil motret aktivitas orang-orang yang di sana.

      Hapus
  5. blora hampir tidak pernah terekpose .. tapi kota kecil dan nggak popular begini, bagi saya malah menarik untuk di eksplore 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selain aksesnya juga terbatas, Blora cukuop luas serta potensinya berjarak jauh-jauh. Semoga ke depannya bisa kembali ke sini

      Hapus
  6. salfoks sama bunga bougenville di dekat rumah hobitnya

    desain gereja dan kelenteng demikian detail dan artistik...bagus dan khidmat ya suasananya walau senyap

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bougenvilnya memang pas lagi berkembang banyak banget

      Hapus
  7. Alun-alunnya sepi. Mungkin kalau musim liburan sekolah ramai ya mas? Ada klenteng juga di sana dan bangunan ikonik yang menarik. AKu belum pernah mampir ke Blora. Mungkin suatu hari nanti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di kabupaten-kabupaten seperti ini memang alun-alun ramai ketika sore, mbak. Kalau pagi cendeung sepi, apalagi siang hari.

      Hapus

Pages