Kembali Gowes Pagi ke Warung Ijo Pakem - Nasirullah Sitam

Kembali Gowes Pagi ke Warung Ijo Pakem

Share This
Pesepeda melintasi jalur utara
Pesepeda melintasi jalur utara
Arloji menunjukkan pukul 07.54 WIB, kami berdua sampai di warung Ijo Pakem. Kuambil pisang godog dan membuat teh panas. Keringat mulai mengguyur deras, pengunjung di warung Ijo sudah mulai sepi. Sepertinya, kami datang ketika rombongan lainnya sudah melanjutkan perjalanan bersepeda.

Sedari kemarin sore, aku diajak bersepeda rekan kerja. Beliau rindu bersepeda kala akhir pekan. Kami memutuskan bersepeda ke sekitaran utara, sejalan dengan rumah rekan kerja yang lokasinya di Sariharjo, Ngaglik.

Kami berdua melintasi jalan-jalan kampung. Menghindari keramaian jalan besar, rutenya tetap ke utara. Seingatku, kami melintasi jalan Karangasem, lantas berbelok pada perempatan kecil yang mengarah ke destinasi Obelix Village.

Destinasi Obelix Village pernah ramai dikunjungi pesepeda pada awal buka, terlebih saat hamparan sawah menghijau. Jalanan menanjak, namun tak begitu terasa. Kami terus ke utara, sesekali kami berhenti melepas lelah.

Sepertinya, jalur yang kami lintasi merupakan salah satu jalan yang sering dilintasi sepeda saat ingin menuju Kaliurang. Sepanjang perjalanan, kami disalip banyak pesepeda, khususnya mereka yang menggunakan road bike. Terkadang, aku menyempatkan untuk memotret.
Disalip beberapa pesepeda
Disalip beberapa pesepeda
Salah satu yang menyenangkan tentunya sapaan dari sesama pesepeda. Peloton sepeda balap tersebut lebih sering menyapa kami yang menggunakan sepeda gunung. Tentu saja, aku dengan semangat tinggi membalas sapaan.

“Kita seperti sesepuh, pak. Tiap ada pesepeda yang menyalip, pasti menyapa kita,” celetukku.

Satu persatu pesepeda sudah menjauh. Ritme kami berbeda, tenaga pun berbeda. Kami berdua mengayuh santai, tanpa ada target tujuan. Sempat tebersit untuk mencari teh panas. Kawanku memutuskan untuk ke warung Ijo Pakem.

Di sela-sela beristirahat, aku kembali memastikan apakah benar ke Warjo atau tidak. Beliau terlihat mantap gowes pagi ini ke warung Ijo. Aku mengiyakan sembari mengikuti di belakang. Meski awalnya tanpa arah, pada akhirnya kami tahu tujuannya mencari teh di warung Ijo.

“Sudah lama saya tidak ke Warjo, pak,” celetukku.
Pesepeda roadbike melintas santai
Pesepeda roadbike melintas santai
Beliau pun bercerita kalau sudah sangat lama tidak ke warung Ijo. Perjalanan masih berlanjut, kami sempat berhenti di salah satu kedai yang masih tutup. Sejawat kantor ini mengatakan kalau kedai ini milik temannya. Kami sempat swafoto di depan kedai, lantas beliau mengirim ke foto ke temannya.

Warung Ijo Pakem merupakan salah satu warung tempat berkumpul para pesepeda yang mencari rute ke utara. Warung ini bergeser beberapa ratus meter dari tempat yang awal. Namun tetap menjadi pilihan para pesepeda, meski di Pakem ada banyak warung yang terbuka bagi pesepeda.

Aku sendiri pertama kali ke warung Ijo tahun 2014, kala itu masih di lokasi yang lama. Semenjak warung pindah ke tempat yang baru, aku malah baru empat kali ke warung Ijo. Rute sepedaanku lebih banyak menjelajah sisi timur, barat, dan selatan.

Tak berapa lama, kami sudah mendekati warung Ijo Pakem. Lalu-lalang kendaraan membuat kami berdua bersabar untuk menyeberang. Pagi ini, pesepeda tak terlihat banyak. Hanya beberapa pesepeda yang bersantai. Sebagian besar dari mereka menggunakan sepeda federal.
Pesepeda di Warung Ijo Pakem
Pesepeda di Warung Ijo Pakem
Sepertinya kami agak kesiangan. Menjelang pukul 08.00 WIB bisa jadi rombongan pesepeda sudah melanjutkan perjalanan ke destinasi yang lainnya. Atau sebagian malah sudah pulang, sedari tadi kami sempat bertemu dengan beberapa pesepeda yang sudah turun.

Pamor warung Ijo Pakem tak pernah luntur. Meski banyak pos pit yang bermunculan, lokasi sempat berpindah, tetap saja warung Ijo menjadi salah satu tujuan transit para pesepeda sebelum melanjutkan perjalanan. Jajanan pasar tinggal beberapa macam, pisang godog pun tak banyak lagi.

Teko berisi teh kutuangkan, tak lupa menambahi air panas dari ceret. Kami berdua duduk di samping warung, menikmati minuman hangat sembari melepas lelah. Bulir-bulir keringat mengalir, nafas kembali jauh lebih teratur.

Sesekali aku menyapa kawan pesepeda yang lainnya. Salah satu teman dari komunitas Sepeda Lipat Dahon sedang asyik dengan rombongannya. Pun tak lupa menyapa sepasang suami-istri yang kukenal. Kami sempat berbincang sesaat.
Berbagai sepeda terparkir di dekat Warung Ijo Pakem
Berbagai sepeda terparkir di dekat Warung Ijo Pakem
Pengunjung di warung Ijo mempunyai kebiasaan saling menyapa. Bahkan saling berjabat tangan ketika baru datang ataupun hendak pulang. Tentu saja hal ini menyenangkan bagi sesama pesepeda. Kami bersantai di samping warung, memandangi lalu-lalang orang melintas.

Lebih satu jam kami bersantai, tenaga mulai pulih, perjalanan pulang jauh lebih menyenangkan. Tinggal menuruni jalan hingga ringroad. Kami putuskan pulang, melintasi jalur yang berbeda. Tak terasa, sudah mendekati rumah sejawat.

Terkadang, bersepeda tanpa rencana ataupun hanya dadakan rencananya malah lebih gampang terealisasikan dibanding direncanakan dalam waktu yang lama. Aku menintasi ringroad, jalanan kembali padat merayap. Akhir pekan di Jogja selalu mempunyai cerita yang sama. Jalanan padat.

Sejak tahun 2024, baru kali ini aku mengunjungi warung Ijo Pakem. Padahal, kurun waktu tahun 2013 – 2016, aku hampir tiap dua minggu sekali ke warung tersebut. Bersepeda tiap akhir pekan merupakan rutinitasku mencari teh panas dan gorengan. *Sabtu, 04 Mei 2024.

4 komentar:

  1. Bagian utara lebih banyak jalur tanjakan mas..?
    Kalau warung sebelum ada sepeda biasanya bakal lebih lama bertahan dan tetap ramai. Lha emang cikal bakalnya sudah ramai, sudah biasa melewati berbagai kondisi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mas, karena arahnya ke Merapi. Jadi rute lebih didominasi tanjakan.
      Warung ini memang salah satu yang paling lama, bahkan katanya sebelum tahun 2010 sudah banyak pesepeda yang datang

      Hapus
  2. Ooooh, Warjo itu Warung Ijo toh? Asyiknya bersepeda di jalan ini banyak bertemu pesepeda lain dan saling menyapa. Rupanya rute ke Kaliurang banyak yang senang lewat sini ya mas. Pagi2 sebelum goes mangan gorengan dan ngopi dulu bisa jadi mood booster nih hehehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesama pesepeda memang saling menyapa mbak, terlebih di jalur seperti ini. Kalau jalanan datar, mereka lbih fokus dengan kecepatan

      Hapus

Pages