Embung Gajah Wong Bedukan |
Aku duduk santai di dekat embung. Melihat bangunan di tengah dengan jembatan sebagai penghubung. Embung Gajah Wong Bedukan sangat sepi. Tak ada pengunjung lainnya yang datang kala pagi. Hanya aku sendirian. Tempat ini semacam terlupakan.
Sudah cukup lama aku tak gowes blusukan, menyambangi destinasi yang sempat ramai, lantas senyap. Di beberapa kesempatan, aku mulai mendata beberapa destinasi, salah satunya adalah embung. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, ada banyak embung yang tersebar.
Keisenganku menilik salah satu embung kecil di Bantul. Namanya Embung Gajah Wong Bedukan. Embung ini berlokasi di Bedukan, Pleret, Bantul. Jika kulihat lebih detail, sedikit jalan yang mengarah ke embung cukup familiar kulintasi, tapi baru tahu keberadaan embung tersebut.
Tidak ada ekspektasi apapun berkunjung ke embung ini. Dari berbagai komentar di Google Maps, tempat ini tidak terawat. Sehingga aku sudah bisa membayangkan bagaimana suasananya. Tentu saja, masih berharap ada warung yang buka, meski tidak yakin hal tersebut.
Gazebo di Embung Gajah Wong Bedukan |
Memasuki jalan menuju kampung Bedukan, aku berhenti sesaat untuk melihat peta di ponsel. Jalanan mengarahkan lurus, memasuki perkampungan, lantas masuk jalan gang kecil. Selepas turunan, Embung Gajah Wong Bedukan tepat di depanku.
Tempat ini sunyi, ukuran embung kecil. Berbentuk sedikit oval, jika diambil garis lurus, mungkin tak lebih luas dari lapangan basket. Tulisan larangan memancing terpasang pada plang. Ikan-ikan tampak cukup banyak di embung.
Sepeda kusandarkan di pagar pembatas embung. Aku melihat sekeliling, tempat ini pernah ramai pada masanya. Karena fasilitas umum sudah ada, meski sekarang bentuknya terbengkalai. Setidaknya sebagai penanda bahwa tempat ini pernah ramai dikunjungi.
Menilik berbagai unggahan di Google Maps, kurun waktu dua tahun yang lalu, mungkin sekitar tahun 2022, Embung Gajah Wong Bedukan pernah ramai dikunjungi wisatawan lokal. Tentu saja fenomena ini berbarengan dengan membludaknya tiap destinasi kala pandemi.
Embung Gajah Wong Bedukan kala pagi |
Dua kamar mandi berbalur cat merah mulai usang. Di sampingnya terdapat sumur dan gentong tempat penampung air. Bersanding dengan toilet, sebuah bangunan dari anyaman bambu beratapkan genteng. Kondisi sama, tidak terawat.
Spanduk lumayan besar bertuliskan Pemancingan Guyub Rukun masih terpasang. Di bawahnya semacam flyer kecil bertuliskan Visiting Jogja. Sepertinya flyer tersebut mengarahkan pada sebuah aplikasi milik Dinas Pariwisata Provinsi Yogyakarta.
Gazebo besar ini pun kosong, bahkan kalau tidak dirawat lagi, dalam beberapa bulan bakal roboh termakan rayap. Aku bisa membayangkan, semasa pandemi tempat ini pasti menjadi salah satu destinasi yang cukup ramai dikunjungi wisatawan lokal.
Aku mengelilingi Embung Gajah Wong Bedukan, mataku tertuju pada bangunan semacam pendopo yang ada di tengah embung. Bisa jadi, dulunya tempat tersebut untuk gelaran berbagai kegiatan masyarakat setempat. Bukan tidak mungkin pagi-pagi untuk senam atau yang lainnya.
Fasilitas di Embung Gajah Wong Bedukan yang tidak terawat |
Sekeliling Embung Gajah Wong Bedukan sudah dipenuhi rumput liar. Tempat gazebo kecil yang dibangun beberapa buah sudah ambruk. Ada yang masih bertahan, tapi kemungkinan besar mulai lapuk tergerus waktu karena tidak dirawat. Tentu sangat disayangkan.
Geliat wisatawan kala pandemi memang tak terbendung, berbagai tempat secara cepat langsung hits, viral di media sosial, sehingga berbondong-bondong orang datang. Sayangnya, kini lambat laun terlupakan. Kunjungan makin anjlok membuat pengelola kewalahan.
Tepat di samping embung, aliran sungai terdengar lumayan kencang. Sungai ini sepertinya dibersihkan ketika Embung Gajah Wong Bedukan masih ramai dikunjungi wisatawan. Terlihat bekas tumpukan sampah plastik yang mulai terendap.
Gazebo Embung Gajah Wong Bedukan mulai rusak |
Rerimbunan bambu menjadikan tempat ini lebih teduh. Mungkin sungai ini kembali seperti awal, sewaktu belum dibersihkan. salah satu keuntungan destinasi terawat dengan baik adalah sungai pun diperhatikan. Beberapa contoh bisa kita lihat sendiri.
Sembari mengelilingi embung, aku menyempatkan memotret dari sudut yang berbeda. Selalu ada harapan ke depannya Embung Gajah Wong Bedukan kembali diramaikan. Pengelola mempunyai ide kreatif untuk kembali bangkit.
Memang benar, membangkitkan kembali destinasi yang sudah sepi penuh tantangan. Tak semuanya bisa bangkit, tak sedikit yang pada akhirnya terbengkalai tanpa ada yang mengelola. Lantas terlupakan, hanya bersisakan kenangan masa lampau.
Aliran sungai di Embung Gajah Wong Bedukan |
Salah satu yang dapat menggerakkan destinasi seperti Embung Gajah Wong Bedukan adalah andil dari masyarakat itu sendiri. Mulai kembali menggunakan area terbuka untuk kegiatan sosial ataupun pada saat kumpul kalurahan.
Jika dulu Embung Gajah Wong Bedukan pernah ramai, tentu harapanku kembali bangkit. Kembali aku duduk santai, mengamati embung dengan penuh harapan tinggi. Berdoa ke depannya bakal kembali ramai. Setidaknya terawat dan bisa menjadi tempat bermain masyarakat sekitar.
Waktunya pulang. Aku mengayuh sepeda ke tempat kopian yang lokasinya tidak jauh dari embung. Kulihat di Google Maps, kopian ini buka pagi. Semoga benar adanya, bukan sekadar buka di Google Maps, tapi aslinya tutup. Kutinggalkan Embung Gajah Wong Bedukan, berharap tempat ini tak terlupakan begitu saja. *Sabtu, 18 Mei 2024.
sangat disayangkan ya mas jika harus terbengkalai seperti itu, padahal kalau diliat-liat lagi saya rasa masih bisa dimanfaatkan lagi :')
BalasHapus