Naik Jip Keliling Destinasi Wisata di Dieng - Nasirullah Sitam

Naik Jip Keliling Destinasi Wisata di Dieng

Share This
Candi Arjuna Dieng Wonosobo
Candi Arjuna Dieng Wonosobo
Puluhan mobil jenis jip beriringan menuju candi Arjuna, Dieng. Jip yang aku naiki berada di bagian depan. Konvoi ini berjalan dengan tertib. Pemilik jip saling memberi kode setiap kali hendak menyalip kendaraan di depannya.

Kunjungan ke Dieng ini merupakan kali ketiganya aku menyambangi salah satu destinasi yang identik dengan hawa dingin. Seingatku, kali pertama ke Dieng di tahun 2012, saat itu menginap di Ngadirejo, Temanggung. Paginya melintasi jalanan Teh Tambi, hingga ke Dieng.

Selanjutnya, di tahun 2019 aku kembali mengunjungi Dieng. Undangan dari kawan yang mengikuti rangkaian acara Dieng Culture Festival tak kutampik. Saat itu aku turut membantu stand kopi kawan-kawan dari Bowongso.

Di tahun 2024, aku kembali berkunjung ke Dieng bersama rekan-rekan kerja. Kali ini kami menggunakan bus, lantas armada tersebut berhenti di parkiran Kalianget Wonosobo. Menuju Dieng, kami menggunakan armada mobil jip.
Deretan Jip di lapangan area Candi Arjuna
Deretan Jip di lapangan area Candi Arjuna
Sesuai dengan pembagian kelompok, aku mendapatkan jip nomor 21. Setiap bagian depanjip sudah terpasang nomornya, sehingga kami cukup mudah mengidentifikasi. Satu kendaraan dinaiki lima orang, termasuk pengemudi.

Perjalanan dimulai, iringan jip melintasi jalanan menuju Dieng. Destinasi pertama yang dituju adalah candi Arjuna. Lokasi yang sama kusambangi ketika acara DCF di tahun 2019. Kurun waktu lima tahun, Dieng cukup banyak perubahan yang signifikan.

Seluruh daftar kunjungan sudah diurusi biro travel. Aku cukup mengikuti alur kunjungannya. Hari ini benar-benar seperti seorang wisatawan. Lebih banyak mengabadikan sembari menyempatkan membuat vlog untuk konten di youtube.

Selama perjalanan, kami sering berpapasan dengan sesama pengguna jip. Menariknya, semuanya saling menyapa. Sepertinya para pemilik jasa jip di Dieng guyup. Mereka saling menyapa satu dengan yang lainnya. Tentu saja hal-hal seperti ini yang membuat sebuah destinasi makin maju.
Berfoto di atas salah satu Jip
Berfoto di atas salah satu Jip
Mendekati area tengaran Dieng, sudah ada petugas yang mengarahkan kendaraan kami. Informasi dari pelantang, kami langsung menuju sebuah warung makan untuk menikmati kudapan siang. Sepertinya, sebelum beraktivitas, kami harus kenyang terlebih dahulu.

Lepas makan siang, destinasi pertama yang dituju adalah candi Arjuna. Area candi Arjuna cukup luas, kendaran dikumpulkan di lapangan. Sesaat ada acara penyambutan yang lumayan meriah. Kami cukup berfoto di depan jip tiap peserta.

Pintu utama memasuki area candi Arjuna ramai. Kunjungan kami ini selang sepekan setelah gelaran Dieng Culture Festival 2024. Meski begitu, antusias para wisatawan ke Dieng tetap ramai. Biro travel sudah berkoordinasi dengan pihak petugas untuk pembayaran tiket masuk.

Rombongan mengikuti arahan petugas. Kami melintasi jalan kecil ke arah candi. Mendekati candi, kulihat di sisi kanan terdapat tanah lapang yang luas. Seingatku di tahun 2019, area ini pernah kulintasi saat mengambil jalan pintas dari rumah warga ke lapangan candi Arjuna.

Kabut tebal berembus, hawa dingin menyeruak. Sebagian dari rombongan sudah mengenakan pakaian tebal. Aku sendiri masih cukup nyaman mengenakan kaus pendek dengan celana kain panjang. Hawa dingin di Dieng masih cukup aman bagiku.
Memotret kuda dan pemiliknya
Memotret kuda dan pemiliknya
Di sisi kanan, terlihat samar beberapa kuda dengan pemiliknya. Sekilas, pemandangan ini menarik. Kabut tipis yang membuat lanskap menjadi lebih temaram karena kabut menjadikan nuansa dramatis. Kusambangi para pemilik kuda, lantas meminta izin untuk memotret.

Untuk sesaat, aku menikmati pemandangan tersebut. Ada beberapa kuda yang memang disediakan para pelaku pariwisata sebagai daya tarik wisatawan. Mereka menjual jasa berfoto di atas kuda dengan latar belakang candi Arjuna.

Tampaknya, bukan hanya aku yang tertarik mendekat. Beberapa rombongan yang lainnya juga turut berhenti dan mengabadikan. Bahkan ada yang tertarik untuk menaiki kuda tersebut. Senyum sumringah pemilik kuda ketika mendapatkan pelanggan.

Ada yang berbeda dari tahun 2019 saat aku berkunjung ke candi Arjuna dengan saat ini. Di beberapa pintu masuk terdapat warga setempat yang memberikan kain untuk dikenakan sebelum memasuki area candi Arjuna. Pemandangan ini menarik.

Pemandu lokal mengarahkan tiap pengunjung untuk mengenakan kain tersebut. Layaknya mengenakan sarung, jadi hanya melilitkan ke pinggang. Setelah itu, mereka langsung memberikan informasi terkait sejarah candi Arjuna.
Candi Arjuna kala siang hari
Candi Arjuna kala siang hari
Penuturan dari pemandu lokal ini sebenarnya bagian dari promosi dan edukasi. Hanya saja, dengan jumlah wisatawan yang melimpah, tentu pemaparan tersebut tidak begitu maksimal. Karena, rombongan pun lebih senang berkeliling dan berfoto.

Aku duduk santai di sudut candi Arjuna. Mengamati para wisatawan yang silih berganti. Rombongan dari biro paket yang lainnya juga melakukan hal yang sama. Berkumpul, foto bersama, lantas berkeliling. Sesekali kabut berembus menutupi sebagian candi.

Rombongan diarahkan untuk keluar melalui jalur yang sama, kemudian mengembalikan kain yang dipinjamkan. Tidak ada biaya sewa, mereka hanya menawarkan secara opsional. Ketika kalian membayar pinjam kain pun diperbolehkan. Tidak bayar pun tidak masalah.

Ke depannya, mungkin pihak biro paket bisa berkolaborasi dengan masyarakat yang meminjamkan kain sebelum masuk candi. Tentu saja dengan harga paket wisata ke candi Arjuna sudah termasuk dengan penyewaan kain. Sehingga, masyarakat tersebut tidak menarik iuran sukarela.
Menikmati gorengan di sekitar Candi Arjuna
Menikmati gorengan di sekitar Candi Arjuna
Melintasi pintu keluar, rutenya berbeda dengan waktu masuk. Kami diarahkan melintasi jejeran warung yang ada di dekat lapangan. Sedari awal datang, aku memang ingin menyesap kopi di warung sekitar. Biasanya, kopi yang mereka tawarkan tentunya kopi kemasan.

Kupesan satu kopi hitam, sementara beberapa kawan yang lainnya sudah memesan mi rebus. Mi rebus memang menjadi godaan tersendiri di tempat dataran tinggi seperti Dieng. Sembari menyeap kopi, aku sesekali menawarkan gorengan kepada wisatawan yang melintas.

Beberapa wisatawan tertarik membeli aneka gorengan ataupun kudapan yang ditawarkan. Di Dieng, kita bisa menikmati kudapan seperti kacang rebus ataupun gorengan yang lainnya dengan harga terjangkau. Warung-warung ini merupakan usaha para masyarakat setempat.

Pemilik warung buka sejak pagi, lantas tutup pada pukul 16.00 WIB. Mereka mengikuti waktu operasional candi Arjuna. Keberadaan warung masyarakat ini berpotensi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dengan adanya destinasi wisata.

Waktu menunjukkan pukul 14.00 WIB. Kami harus beranjak menuju destinasi yang lainnya. Rombongan diarahkan naik jip. Kami beriringan melanjutkan perjalanan. Sesuai dengan daftar awal, tujuan selanjutnya adalah Kawah Sikidang. *Dieng, 31 Agustus 2024.

4 komentar:

  1. Menunggu foto Om Sitam di atas kuda hahaha.

    Saya belum pernah ke Dieng Om, terima kasih cerita nya yang lengkap dan foto fotonya yang ciamik. Jadi makin tahu ekspektasi kalau ke Dieng kelak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ke dieng paling aman jangan pas musim penghujan :-)

      Hapus
  2. Pengen banget pergi ke Dieng tapi belum kesampean juga wkwk
    Minimal baca tulisan mas Sitam dulu aja, nanti ke Dieng nya kapan-kapan deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga terealisasikan, saran saya datang ke dieng jangan pas musim penghujan ya

      Hapus

Pages