Melongok Koleksi di Museum Sonobudoyo Yogyakarta - Nasirullah Sitam

Melongok Koleksi di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Share This
Ada semacam rasa puas dan gembira kala aku keluar dari Perpustakaan Taman Pintar. Kususuri jalan menuju pintu keluar, arah jalannya pun bersambung dengan Shopping. Tepatnya malah di lantai tiga. Aku menuruni anak tangga seraya melihat tumpukan buku yang dijual. Perjalanan kali ini aku tujukan ke Sonobudoyo. Niatku sebenarnya adalah mengunjungi Perpustakaan Sonobudoyo Unit I yang ada di jalan Trikora No 6. Tepatnya depan Alun-alun Utara Yogyakarta.

“Museumnya buka, mas. Bayar tiket masuknya di dalam,” Kata Satpam yang menjaga di posnya.

Aku menuju gapura yang ada di depan. Di depanku banyak tembok yang diruntuhkan, kemungkinan terbesar adalah, Museum Sonobudoyo sedang direhab. Melewati semacam gapura kecil, aku berada di sebuah pendopo luas. Kanan – kiri lengkap alat gamelan. Dan di sini kiri seorang bapak yang bertugas menjaga tiket.
Museum Sonobudoyo Yogyakarta
Museum Sonobudoyo Yogyakarta
Museum Sonobudoyo Yogyakarta
“Tiga ribu ya, mas,” Kata bapak seraya memberikan tiket.

“Baik pak. Di dalam boleh motret?” Tanyaku seraya menunjukkan kamera pocket.

Beliau menganggukkan kepala, di sini pun memotret tidak dikenai tambahan biaya. Kuberikan uang 5ribuan, dan meninggalkan kembaliannya di sana. Aku mulai mengabadikan gamelan-galeman di depan. Tanpa kusadari seorang ibu mendekatiku.

“Butuh pemandu?” Beliau menawarkan diri.

“Tidak usah, bu. Terima kasih. Oya bu, perpustakaannya buka atau tidak ya?”

“Tutup mas, perpustakaan sesuai hari kerja.”

Beliau pun tersenyum, di sini aku melihat ada beberapa orang yang duduk seraya menghadap ke laptop. Mereka adalah pemandu yang dapat memandu setiap pengunjung yang ingin mendapatkan keterangan lebih mengenai koleksi di Museum Sonobudoyo. Oya, para pemandu tersebut memang menjadi bagian dari museum, jadi kita tidak perlu menambah biaya untuk menjadikan beliau pemandu kita selama di dalam ruangan.

Memasuki ruangan pertama, aku melihat banyak pajangan di sana. Ada semacam kain, replika Andong, sampai kain seperti bendera Me rah Putih yang di belakangnya terdapat bayangan Wayang. Dijelaskan pada keterangan di bawah, bahwa ada beberapa tokoh Wayang Purwa dalam cerita Ramayana. Mereka di antaranya adalah Rama, Lesmana, dan Anoman. Selain tokoh-tokoh tersebut, tentu kita juga mengenal tokoh lain seperti Sinta dan Rahwana. Cerita ini akan terus ada jika kita sedang menyaksikan Wayang dengan tema Rama & Sinta.
Miniatur Kereta
Miniatur Kereta
Wayang dan corak Merah putih
Wayang dan corak Merah putih
Ruangan selanjutnya adalah koleksi tentang manusia purba. Di sini ada tengkorak & tulang Paha manusia. Selain itu terdapat juga alat-alat yang digunakan waktu hidup. Pada masa Prasejarah, di Indonesia ada dua jenis logam yang digunakan, besi dan perunggu. Dari keterangan tulisan yang terpampang koleksi Perunggu antara lain; Kapak Corong, Bejana Perunggu, Nekara, dan Moko. Sedangkan besi untuk Mata Panah dan Mata Tombak.

Kucoba melihat deretan lainnya, ada semacam galian yang terdapat ditengah-tengah ruangan ini. Kulongokkan kepala, di dalamnya terdapat semacam tulang manusia. Sebuah replika peti kubur batu. “Kubur yang berbentuk peti, terdiri atas enam papan batu. Di dalamnya sering ditemukan tulang manusia bersama bekal kubur seperti manik-manik, gerabah, dan alat-alat logam di situs Kajar, Gunung Kidul, bahkan peti kubur satu terbuat dari batu gamping – keterangan dari tulisan di bawahnya”
Tengkorak dan kuburan
Tengkorak dan kuburan
Tengkorak dan kuburan
Masih di ruangan yang sama namun tersekat oleh jejeran lemari berisi gerabah. Aku mengikuti arah ruangan untuk berjalan seraya mata mengamati satu demi satu koleksi yang dipajang. Jejeran guci dan koleksi dari bahan keramik pun tertata rapi. Di sudut lain, aku tertarik melihat semacam koleksi Naskah Kuno. Seperti yang aku bilang, dulu aku pernah mempelajari sedikit Filologi di Perpustakaan Sonobudoyo ini. Sayangnya perpustakaan ini hanya buka pada hari kerja saja.
Koleksi Naskah Kuno
Koleksi Naskah Kuno
Sedikit rinduku mengenai Naskah Kuno terobati, di sini ada pajangan naskah kuno dari berbagai bahan. Dua buah buku berwarna kuning kusam terpajang di dalam. Tulisan Aksara Jawa tersusun rapi membentuk sebait kata. Sayangnya, aku tidak bisa membaca tulisan tersebut. Selain itu, di atasnya juga terpajang naskah dengan Aksara Jawa. Naskah yang ditulis pada daun Lontar ini masih tetap bisa terjaga dengan baik.

Lebih dalam memasuki ruangan, sebuah ruangan lebih gelap ini menampilkan berbagai jenis batik. Tidak hanya hasil batiknya, namum juga terdapat alat dan bahan untuk pembuatan sebuah batik. Berbagai Canthing (Tembokan, Klowongan, Isen, dan Cecek) terpajang di samping Parafin, Malam, Tungku, Wajan, dan Kipas yang terbuat dari anyaman Bambu. Deretan hasil batik pun terpasang pada Maneken. Maneken-maneken tersebut layaknya patung yang dirias seperti pasangan pengantin memakai gaun batik.
Peralatan untuk membatik
Peralatan untuk membatik
Koleksi lain pun tersaji di dua ruangan lainnya. Ruangan ini lebih terang, setiap sisinya terdapat berbagai jenis Wayang. Kuamati satu demi satu seraya mencatat beberapa jenis Wayang yang terpajang. Adapun Wayangnya antara lain; Wayang Kancil (bersumber pada cerita Kancil dan Buaya), Wayang Wahyu (Karya bapak Sutadi BS Solo Tentang Kelahiran & Perjalanan Yesus), Wayang Sadat (karya bapak Suryadi B.A Trucuk, Klaten; tentang perjuangan para wali di tanah Jawa), Wayang Gedhog Solo, Simpingan Wayang Kulit Purwa Yogyakarta,  Wayang Golek Purwa Pasundan, Wayang Golek Menak Yogyakarta, Wayang Klitik, dan Wayang Dupara. Semua koleksi Wayang aku abadikan dengan kamera.
Salah satu kumpulan Wayang
Salah satu kumpulan Wayang
Beranjak menuju pintu depannya yang hanya disekat dengan sebuah gorden berwana gelap, ruangan kecil ini berisi berbagai Topeng. Ada Topeng Figura manusia (raut wajah lucu, seram, cacat mulut, cacat mulut dan mata, & cacar). Tidak ketinggalan Topeng Bali Cerita Ramayana, Topeng Yogyakarta Cerita Panji, Topeng Cirebon Cerita Mahabarata, berbagai macam Topeng Barong Bali, bahkan Topeng Sabrangan Madura. Semua koleksi Topeng di bawahnya tertulis keterangan mengenai jenis topeng dan asalnya.
Ada yang tahu ini topeng apa?
Ada yang tahu ini topeng apa?
Perjalanan berlanjut menuju ruangan lainnya yang lebih luas. Di sana terdapat berbagai karya yang berasal dari Jepara. Seperti Rana (Penyekat Ruangan), atau malah sebuah Meja yang dikelilingi beberapa Kursi. Meja dan Kursi ini terbalut dengan ukiran khas Jepara. Langkahku pun mengikuti arahan belok kiri. Di ruangan ini ada berbagai alat yang terbuat dari logam. Ada Centong Logam dari Masa Klasik, Kendi Kuningan, Ceret/Teko, Pakinangan & Kacip (tempat untuk menyimpan ramuan Kinang; sirih, tembahau, pinang muda, dan kapur). Ada juga Vas Kuningan, Blencong (alat penerangan pertunjukan Wayang masa lampau), juga Perkakas Makan (sendok, piring, garpu, juga ada pisau).
Kursi ukiran khas Jepara
Kursi ukiran khas Jepara
Berbagai hasil dari Kuningan
Berbagai hasil dari Kuningan
Keluar dari ruangan ini, aku dihadapkan pada sebuah gapura. Mirip Gapura-gapura yang ada di Bali. Kucoba melongokkan banguan di balik gapura, di sana ada Bale Gede. Tempat yang sebenarnya digunakan Upacara Daur Hidup; memandikan Jenasah dan memberi sesaji disampingnya (di Bali). Namun, tempat ini juga berfungsi untuk tempat bermusyawarah. Di dalamnya terdapat Patung yang berjejeran dan sepasang dipan.
Nampang dulu
Nampang dulu
Bale Gede
Bale Gede
Selesai mengabadikan diri di depan Gapura, aku kembali ke dalam bangunan lagi. Sebuah anak panah menunjukkan arah tujuanku. Masuk ke dalam ruangan, terjejer rapi pajangan berbagai senjata tajam. Senjata tajam seperti Pedang, Celurit, Gobang, bahkan Pisau Pengukir. Ada juga koleksi Keris (Keris Luk 3, Keris Lurus. Keris Luk 13, Keris Luk 9, Keris Luk 5, dan sebagainya). Tak ketinggalan pula Tombak dan Kujang. Ada banyak koleksi yang ada di dalam ruangan ini.

Kususuri ruangan yang lainnya. Ini seperti hampir ujung bangunan. Di dalamnya ternyata ada berbagai macam mainan tradisional. Mainan yang tidak pernah kita lupakan (bagi orang lahir 80-90an). Karena sebagian mainan tersebut pernah kita mainkan. Mainan seperti; Senapan Kayu, Othok-othok (semacam batang kayu yang direkat dengan karet dan ditengahnya diberi lidi), Yoyo, Plintheng/Ketapel, Kapal Othok-othok, Bola Kasti & Pentungan, Suling, Dakon, ataupun Gangsing. Tentu mainan tersebut sangat akrab bagi kita bukan? Tidak ketinggalan lukisan anak-anak main Dubak Sodor juga ada di sana. Benar-benar mengingatkan waktu kecil.
Berbagai jenis senjata tajam
Berbagai jenis senjata tajam
Hayoo mana yang termasuk mainanmu waktu kecil?
Hayoo mana yang termasuk mainanmu waktu kecil?
Aku melewati pintu terakhir. Kali ini langsung menuju bagian depan lagi, namun dari arah yan berlawanan. Melewati para pemandu yang asyik dengan aktifitasnyan sambil menunggu pengunjung yang membutuhkan bantuan. Aku sedikit ngobrol sejenak sebelum keluar dari Museum Sonobudoyo. Sebuah tempat yang asyik untuk dikunjungi, di sini kita dapat bermain, menimba ilmu, dan tentunya berlibur. Semoga ke depannya, setiap museum bisa menjadi tempat yang menarik bagi para wisatawan domestik maupun manca. Aku berlalu melangkahkan kaki menuju lokasi terakhir sebelum pulang ke kos. *Kunjungan ke Museum Sonobudoyo ini pada hari Sabtu, 17 Oktober tahun 2015.
MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO
Jalan Trikora No. 6 Yogyakarta
Telp: 0274-385664
Buka: Selasa – Minggu (Senin dan Hari Besar Libur)
Harga Tiket Masuk: perorangan (dewasa)     : Rp. 3000
Rombongan dewasa   : Rp. 2.500
Perorangan anak        : Rp. 2.500
Rombongan Anak-anak           : Rp. 2000
Turis Manca    : Rp. 5000
Harga Tiket Pagelaran Wayang         : Rp. 20.000
Baca juga tulisan lainnya 

14 komentar:

  1. sebagai orang yogya asli saya sangat bangga dengan budaya yogya beserta warisannya yang sipp :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jogja selalu menjadi tempat istimewa untuk warisan budaya kita, mas :-)

      Hapus
  2. Jarang2 ya mas ada museum yg include pemandu cuma bayar 3rb. Kemarin pas ke sonobudoyo jg bengong ditawarin pemandu. Akhirnya pakai deh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar hehehhehe, ternyata pemandunya memang dari keraton, jadi sudah termasuk dengan biaya tiketnya, mbak

      Hapus
    2. Kalo ke museum sonobudoyo unit 2 udah pernah belum, mas? Sempat nanya satpam yg di sini katanya unit 2 masih renovasi. Aku kok penasaran ya? Hehee :D

      Hapus
    3. Kalo tempatnya tahu, tapi belum pernah masuk ke dalam :-)

      Hapus
  3. Kamu harus nya butuh pemandu, biar hati mu di pandu menuju pelaminan gitu hahaha

    BalasHapus
  4. museum yang banyak barang antiknya dengan kesan yang natural dan unik di ujung alu-alun kota Jogja yang indah banget. ha,, ha, ha, keren kang, ituphoto di atas kurang sama pendampingnya. he,, he,, he,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heeeee, kalo ada pasangannya ntar bingung kang :-D

      Hapus
  5. Ini serius ka pemandunya gak bayar? Sudah include sm htm museum?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Kalau mau menyisihkan sumbangan untuk pemandunya boleh kok :-)

      Hapus

Pages