Ada semacam rasa puas dan gembira
kala aku keluar dari Perpustakaan Taman Pintar. Kususuri jalan menuju pintu
keluar, arah jalannya pun bersambung dengan Shopping. Tepatnya malah di lantai
tiga. Aku menuruni anak tangga seraya melihat tumpukan buku yang dijual.
Perjalanan kali ini aku tujukan ke Sonobudoyo. Niatku sebenarnya adalah
mengunjungi Perpustakaan Sonobudoyo Unit I yang ada di jalan Trikora No 6.
Tepatnya depan Alun-alun Utara Yogyakarta.
“Museumnya buka, mas. Bayar tiket masuknya di dalam,” Kata Satpam yang menjaga di posnya.
Aku menuju gapura yang ada di depan.
Di depanku banyak tembok yang diruntuhkan, kemungkinan terbesar adalah, Museum
Sonobudoyo sedang direhab. Melewati semacam gapura kecil, aku berada di sebuah
pendopo luas. Kanan – kiri lengkap alat gamelan. Dan di sini kiri seorang bapak
yang bertugas menjaga tiket.
Museum Sonobudoyo Yogyakarta |
“Tiga ribu ya, mas,” Kata bapak seraya memberikan tiket.
“Baik pak. Di dalam boleh motret?” Tanyaku seraya menunjukkan kamera pocket.
Beliau menganggukkan kepala, di sini
pun memotret tidak dikenai tambahan biaya. Kuberikan uang 5ribuan, dan
meninggalkan kembaliannya di sana. Aku mulai mengabadikan gamelan-galeman di
depan. Tanpa kusadari seorang ibu mendekatiku.
“Butuh pemandu?” Beliau menawarkan diri.
“Tidak usah, bu. Terima kasih. Oya bu, perpustakaannya buka atau tidak
ya?”
“Tutup mas, perpustakaan sesuai hari kerja.”
Beliau pun tersenyum, di sini aku
melihat ada beberapa orang yang duduk seraya menghadap ke laptop. Mereka adalah
pemandu yang dapat memandu setiap pengunjung yang ingin mendapatkan keterangan
lebih mengenai koleksi di Museum Sonobudoyo. Oya, para pemandu tersebut memang
menjadi bagian dari museum, jadi kita tidak perlu menambah biaya untuk
menjadikan beliau pemandu kita selama di dalam ruangan.
Memasuki ruangan pertama, aku melihat
banyak pajangan di sana. Ada semacam kain, replika Andong, sampai kain seperti
bendera Me rah Putih yang di belakangnya terdapat bayangan Wayang. Dijelaskan
pada keterangan di bawah, bahwa ada beberapa tokoh Wayang Purwa dalam cerita
Ramayana. Mereka di antaranya adalah Rama, Lesmana, dan Anoman. Selain
tokoh-tokoh tersebut, tentu kita juga mengenal tokoh lain seperti Sinta dan
Rahwana. Cerita ini akan terus ada jika kita sedang menyaksikan Wayang dengan
tema Rama & Sinta.
Miniatur Kereta |
Wayang dan corak Merah putih |
Ruangan selanjutnya adalah koleksi
tentang manusia purba. Di sini ada tengkorak & tulang Paha manusia. Selain
itu terdapat juga alat-alat yang digunakan waktu hidup. Pada masa Prasejarah,
di Indonesia ada dua jenis logam yang digunakan, besi dan perunggu. Dari
keterangan tulisan yang terpampang koleksi Perunggu antara lain; Kapak Corong,
Bejana Perunggu, Nekara, dan Moko. Sedangkan besi untuk Mata Panah dan Mata
Tombak.
Kucoba melihat deretan lainnya, ada
semacam galian yang terdapat ditengah-tengah ruangan ini. Kulongokkan kepala,
di dalamnya terdapat semacam tulang manusia. Sebuah replika peti kubur batu. “Kubur yang berbentuk peti, terdiri atas
enam papan batu. Di dalamnya sering ditemukan tulang manusia bersama bekal kubur
seperti manik-manik, gerabah, dan alat-alat logam di situs Kajar, Gunung Kidul,
bahkan peti kubur satu terbuat dari batu gamping – keterangan dari tulisan di
bawahnya”
Tengkorak dan kuburan |
Masih di ruangan yang sama namun
tersekat oleh jejeran lemari berisi gerabah. Aku mengikuti arah ruangan untuk
berjalan seraya mata mengamati satu demi satu koleksi yang dipajang. Jejeran
guci dan koleksi dari bahan keramik pun tertata rapi. Di sudut lain, aku
tertarik melihat semacam koleksi Naskah Kuno. Seperti yang aku bilang, dulu aku
pernah mempelajari sedikit Filologi di Perpustakaan Sonobudoyo ini. Sayangnya
perpustakaan ini hanya buka pada hari kerja saja.
Koleksi Naskah Kuno |
Sedikit rinduku mengenai Naskah Kuno
terobati, di sini ada pajangan naskah kuno dari berbagai bahan. Dua buah buku
berwarna kuning kusam terpajang di dalam. Tulisan Aksara Jawa tersusun rapi
membentuk sebait kata. Sayangnya, aku tidak bisa membaca tulisan tersebut.
Selain itu, di atasnya juga terpajang naskah dengan Aksara Jawa. Naskah yang
ditulis pada daun Lontar ini masih tetap bisa terjaga dengan baik.
Lebih dalam memasuki ruangan, sebuah
ruangan lebih gelap ini menampilkan berbagai jenis batik. Tidak hanya hasil
batiknya, namum juga terdapat alat dan bahan untuk pembuatan sebuah batik.
Berbagai Canthing (Tembokan, Klowongan, Isen, dan Cecek) terpajang di samping
Parafin, Malam, Tungku, Wajan, dan Kipas yang terbuat dari anyaman Bambu.
Deretan hasil batik pun terpasang pada Maneken. Maneken-maneken tersebut
layaknya patung yang dirias seperti pasangan pengantin memakai gaun batik.
Peralatan untuk membatik |
Koleksi lain pun tersaji di dua
ruangan lainnya. Ruangan ini lebih terang, setiap sisinya terdapat berbagai
jenis Wayang. Kuamati satu demi satu seraya mencatat beberapa jenis Wayang yang
terpajang. Adapun Wayangnya antara lain; Wayang Kancil (bersumber pada cerita
Kancil dan Buaya), Wayang Wahyu (Karya bapak Sutadi BS Solo Tentang Kelahiran
& Perjalanan Yesus), Wayang Sadat (karya bapak Suryadi B.A Trucuk, Klaten;
tentang perjuangan para wali di tanah Jawa), Wayang Gedhog Solo, Simpingan
Wayang Kulit Purwa Yogyakarta, Wayang
Golek Purwa Pasundan, Wayang Golek Menak Yogyakarta, Wayang Klitik, dan Wayang
Dupara. Semua koleksi Wayang aku abadikan dengan kamera.
Salah satu kumpulan Wayang |
Beranjak menuju pintu depannya yang
hanya disekat dengan sebuah gorden berwana gelap, ruangan kecil ini berisi
berbagai Topeng. Ada Topeng Figura manusia (raut wajah lucu, seram, cacat
mulut, cacat mulut dan mata, & cacar). Tidak ketinggalan Topeng Bali Cerita
Ramayana, Topeng Yogyakarta Cerita Panji, Topeng Cirebon Cerita Mahabarata,
berbagai macam Topeng Barong Bali, bahkan Topeng Sabrangan Madura. Semua
koleksi Topeng di bawahnya tertulis keterangan mengenai jenis topeng dan
asalnya.
Ada yang tahu ini topeng apa? |
Perjalanan berlanjut menuju ruangan
lainnya yang lebih luas. Di sana terdapat berbagai karya yang berasal dari
Jepara. Seperti Rana (Penyekat Ruangan), atau malah sebuah Meja yang
dikelilingi beberapa Kursi. Meja dan Kursi ini terbalut dengan ukiran khas
Jepara. Langkahku pun mengikuti arahan belok kiri. Di ruangan ini ada berbagai
alat yang terbuat dari logam. Ada Centong Logam dari Masa Klasik, Kendi
Kuningan, Ceret/Teko, Pakinangan & Kacip (tempat untuk menyimpan ramuan
Kinang; sirih, tembahau, pinang muda, dan kapur). Ada juga Vas Kuningan,
Blencong (alat penerangan pertunjukan Wayang masa lampau), juga Perkakas Makan
(sendok, piring, garpu, juga ada pisau).
Kursi ukiran khas Jepara |
Berbagai hasil dari Kuningan |
Keluar dari ruangan ini, aku
dihadapkan pada sebuah gapura. Mirip Gapura-gapura yang ada di Bali. Kucoba
melongokkan banguan di balik gapura, di sana ada Bale Gede. Tempat yang
sebenarnya digunakan Upacara Daur Hidup; memandikan Jenasah dan memberi sesaji
disampingnya (di Bali). Namun, tempat ini juga berfungsi untuk tempat
bermusyawarah. Di dalamnya terdapat Patung yang berjejeran dan sepasang dipan.
Nampang dulu |
Bale Gede |
Selesai mengabadikan diri di depan
Gapura, aku kembali ke dalam bangunan lagi. Sebuah anak panah menunjukkan arah
tujuanku. Masuk ke dalam ruangan, terjejer rapi pajangan berbagai senjata
tajam. Senjata tajam seperti Pedang, Celurit, Gobang, bahkan Pisau Pengukir.
Ada juga koleksi Keris (Keris Luk 3, Keris Lurus. Keris Luk 13, Keris Luk 9,
Keris Luk 5, dan sebagainya). Tak ketinggalan pula Tombak dan Kujang. Ada
banyak koleksi yang ada di dalam ruangan ini.
Kususuri ruangan yang lainnya. Ini
seperti hampir ujung bangunan. Di dalamnya ternyata ada berbagai macam mainan tradisional.
Mainan yang tidak pernah kita lupakan (bagi orang lahir 80-90an). Karena
sebagian mainan tersebut pernah kita mainkan. Mainan seperti; Senapan Kayu,
Othok-othok (semacam batang kayu yang direkat dengan karet dan ditengahnya
diberi lidi), Yoyo, Plintheng/Ketapel, Kapal Othok-othok, Bola Kasti &
Pentungan, Suling, Dakon, ataupun Gangsing. Tentu mainan tersebut sangat akrab
bagi kita bukan? Tidak ketinggalan lukisan anak-anak main Dubak Sodor juga ada
di sana. Benar-benar mengingatkan waktu kecil.
Berbagai jenis senjata tajam |
Hayoo mana yang termasuk mainanmu waktu kecil? |
Aku melewati pintu terakhir. Kali ini
langsung menuju bagian depan lagi, namun dari arah yan berlawanan. Melewati
para pemandu yang asyik dengan aktifitasnyan sambil menunggu pengunjung yang
membutuhkan bantuan. Aku sedikit ngobrol sejenak sebelum keluar dari Museum
Sonobudoyo. Sebuah tempat yang asyik untuk dikunjungi, di sini kita dapat
bermain, menimba ilmu, dan tentunya berlibur. Semoga ke depannya, setiap museum
bisa menjadi tempat yang menarik bagi para wisatawan domestik maupun manca. Aku
berlalu melangkahkan kaki menuju lokasi terakhir sebelum pulang ke kos. *Kunjungan ke Museum Sonobudoyo ini pada
hari Sabtu, 17 Oktober tahun 2015.
MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO
Jalan
Trikora No. 6 Yogyakarta
Telp:
0274-385664
Website: www.sonobudoyo.com
Buka:
Selasa – Minggu (Senin dan Hari Besar Libur)
Harga
Tiket Masuk: perorangan (dewasa) : Rp.
3000
Rombongan
dewasa : Rp. 2.500
Perorangan
anak : Rp. 2.500
Rombongan
Anak-anak : Rp. 2000
Turis
Manca : Rp. 5000
Harga Tiket Pagelaran Wayang :
Rp. 20.000
Baca
juga tulisan lainnya
sebagai orang yogya asli saya sangat bangga dengan budaya yogya beserta warisannya yang sipp :)
BalasHapusJogja selalu menjadi tempat istimewa untuk warisan budaya kita, mas :-)
HapusJarang2 ya mas ada museum yg include pemandu cuma bayar 3rb. Kemarin pas ke sonobudoyo jg bengong ditawarin pemandu. Akhirnya pakai deh :D
BalasHapusBenar hehehhehe, ternyata pemandunya memang dari keraton, jadi sudah termasuk dengan biaya tiketnya, mbak
HapusKalo ke museum sonobudoyo unit 2 udah pernah belum, mas? Sempat nanya satpam yg di sini katanya unit 2 masih renovasi. Aku kok penasaran ya? Hehee :D
HapusKalo tempatnya tahu, tapi belum pernah masuk ke dalam :-)
Hapusmantap dah
BalasHapusmakasih :-)
HapusKamu harus nya butuh pemandu, biar hati mu di pandu menuju pelaminan gitu hahaha
BalasHapusYa Allah kalo in bener banget hahahahhahha
Hapusmuseum yang banyak barang antiknya dengan kesan yang natural dan unik di ujung alu-alun kota Jogja yang indah banget. ha,, ha, ha, keren kang, ituphoto di atas kurang sama pendampingnya. he,, he,, he,
BalasHapusHeeeee, kalo ada pasangannya ntar bingung kang :-D
HapusIni serius ka pemandunya gak bayar? Sudah include sm htm museum?
BalasHapusIya mbak. Kalau mau menyisihkan sumbangan untuk pemandunya boleh kok :-)
Hapus