Replika dan Patung Penghuni Jalan Mangkubumi Jogja - Nasirullah Sitam

Replika dan Patung Penghuni Jalan Mangkubumi Jogja

Share This
Libur nasional tengah pekan kemarin aku gunakan untuk bersepeda menuju sekitaran kota Jogja. Di tengah ramainya Pilkada, aku malah asyik menikmati waktu libur bersepeda, ya Pilkada tahun ini Jepara (tempatku) tidak sedang pemilihan Bupati, jadi yang lain pada nyoblos, aku bersantai ria. Tujuanku hanyalah bersantai di Tugu Jogja, menikmati pagi seraya mengabadikan beberapa gambar. Di sana tidak sengaja bertemu dengan teman-teman dari Keong (Klub Sepeda Road Bike) yang nggak asing lagi di Jogja, juga bertemu dengan teman-teman Jogja Folding Bike, aku pernah ikut acara JFB saat menuju Sesek Mangir.

Asyik bersantai dan ngobrol dengan teman-teman sepeda, aku pun melanjutkan perjalanan. Kali ini sengaja aku sempatkan untuk mengabadikan patung-patung yang ada di pinggiran jalan. Dalam beberapa bulan terakhir, di sepanjang jalan Mangkubumi/jalan Margo Utomo terdapat hasil karya seni pada seniman yang dipajang di sana. Aku sendiri sudah beberapa waktu ingin mengabadikan, baru hari ini bisa terlaksana.
Plang Jalan Mangkubumi Yogyakarta
Plang Jalan Mangkubumi Yogyakarta
Di salah satu sudut bangunan, tepatnya tidak jauh dari Tugu Jogja, sebelah kanan terdapat sebuah replika mobil berwarna hijau sedang terikat pada tiang beton. Tidak ketinggalan juga semacam lakban yang digunakan untuk mengikat agar replika mobil tersebut tidak jatuh. Tentu objek ini menjadi salah satu daya tarik para pengguna jalan untuk sekedar berhenti dan mengabadikan diri bersama replika mobil. Aku pun mengabadikan replika mobil tersebut, lalu menaiki sepeda menuju replika lainnya.
Replika Mobil terikat
Replika Mobil terikat
Tepatnya di depan Halte Trans Jogja, terdapat juga hasil karya seni yang coraknya beragam. Seperti sebuah tempat PDAM yang menyemburkan air. Bukan air, ini yang disemburkan adalah layaknya cairan cat yang berbagai warna. Warna yang mencolok antara lain merah, kuning, dan hijau. Sepertinya hasil karya ini menjadikan jalanan lebih berwarna. Asyik juga mengabadikan hasil karya seni para seniman. Mereka benar-benar menjadikan jalanan Mangkubumi menjadi lebih berwarna.
Hidup penuh warna
Hidup penuh warna
Salah satu spot replika yang paling diminati oleh para pengunjung adalah berpose dengan Motor Vespa ini. Jika motor Vespa ini hanya terpajang layaknya sebuah motor sedang terparkir, mungkin tidak begitu heboh. Seniman pun sadar akan hal itu, makanya motor Vespa ini dipajang layaknya sedang terjatuh pada kubangan. Ban depan tidak terlihat, dan posisi motor agak jumping ban belakangnya. Banyak wisatawan yang mengabadikan diri di sini dengan berbagai gaya. Ada yang seakan-akan sedang menaiki motor tersebut, bahkan ada yang rela tidur terkapar layaknya korban yang jatuh dari motor. Benar-benar bagus.
Vespanya kenapa ini?
Vespanya kenapa ini?
Melajukan sepeda lebih jauh lagi, di sana akan terpajang replika pensil besar. Replika pensil besar yang terbuat dari kayu jati ini mempunyai makna yang mendalam. Sebuah pesan yang ditulis seniman pada tulisan di bawahnya adalah “Pada intinya adalah bergesernya makna Yogyakarta dari Kota Pelajar menjadi Kota Wisata”. Pesan dan kritikan yang ditangkan para seniman untuk mengembalikan identitas Kota Jogja sebenarnya.
Pensil HB
Pensil HB
Dari kejauhan aku mengabadikan sebuat Sepeda dengan Terompet Raksasa di depannya. Sayang aku tidak bisa membaca secara langsung pesan yang ditulis dan ingin disampaikan. Namun setidaknya ini juga sebuah hasil karya yang bertujuan mengingatkan tentang transportasi, tentang sepeda. Bukan tentang kebisingan kota karena klakson, Jogja menjadi kota yang nyaman bagi pesepeda. Semoga pesannya seperti itu, karena dalam beberapa tahun terakhir ini; kota Jogja sudah mulai macet, dan kehadiran sepeda di jalanan umum tidak mendapatkan tempat yang memadai.
Sepeda vs Terompet
Sepeda vs Terompet
Sebelum sebuah sepeda dan terompet, sebenarnya ada semacam taman yang berbukit. Bertuliskan “Terasa ditarik”. Itulah yang menjadi tema replika ini, berbahan dari Sabut Kelapa, Besi, Rumput, dan Media Tanam Pakis; seniman mengkritisi tentang meningkatnya suhu kota karena pencemaran udara yang semakin mengkhawatirkan ditambah lahan hijau terbuka menyempit. Ya, kita tahu bahwa mencari lahan hijau di kota Jogja sulit sekali, bahkan taman kota pun tidak ada.
Taman kota mana?
Taman kota mana?
Tidak kalah menariknya menurutku adalah sebuah timbangan yang terdapat di salah satu sudut jalan. Timbangan ini seakan-akan terangkat oleh sebuah balon yang berwarna merah. Menjadi lebih unik lagi, timbangan tersebut kuat mengangkat pot bunga menjadi posisi miring. Apakah timbangan ini berkaitan dengan sebuah keadilan? Bisa saja.
Timbangan itu biasanya simbol keadilan
Timbangan itu biasanya simbol keadilan
Sebuah keranjang belanja dipenuhi macam replika botol dan peralatan lainnya. Bahan dasar semua benda ini adalah batu. Kalau kita biasa melihat batu-batu tersebut identik dengan Akik, di sini bebatuan tersebut disulap menjadi berbagai botol dan peralatan lainnya. Pesan yang disampaikan apa ya? Mungkinkah berkaitan dengan masyarakat yang konsumtif? Bisa jadi seperti itu.
Keranjang belanja?
Keranjang belanja?
Dari keseluruhan replika dan patung, patung satu inilah yang menjadi ikon paling menarik dan kadang harus bergantian mengabadikan diri. Ya, patung Spiderman yang sedang makan nasi terbungkus dengan daun pisang. Dia terlihat menikmati makanan walau harus duduk di antara karung-karung sampah. Ada yang bisa mengartikan pesan dari patung ini? Kadang kala kita sendiri dapat melihat orang-orang yang kurang mampu hanya bisa menikmati nasi bungkus dan melahapnya di tempat yang kurang layak.
Spiderman-nya lagi makan nasi bungkus
Spiderman-nya lagi makan nasi bungkus
Tidak semua patung dan replika tersebut dapat aku ketahui pesannya, namum bagi orang awam yang hanya singgah sejenak di Jogja; karya seniman tersebut menjadikan jalanan lebih indah. Sehingga akan lebih banyak lagi orang yang mengabadikannya, seperti yang aku lakukan. Mengabadikan setiap hasil karya, dan menulisnya menjadi sebuah tulisan. Tulisan yang nantinya mungkin hanya aku baca sendiri, ataupun orang lain.
Mengabadikan diri dulu
Mengabadikan diri dulu
Mengabadikan diri dulu
Bagi para seniman, hasil karya tersebut didedikasikan untuk pemimpin yang ada di Jogja, ini adalah cara para seniman dalam mengkritik setiap kebijakan yang ada di Jogja. Dan bagi orang seperti aku, salut untuk para seniman; karena karyamu benar-benar mengena. Caramu menyampaikan dengan media seni membuat orang paham jika ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyampaikan pesan atau mengkritiki sebuah kebijakan. Jogja benar-benar kota yang penuh kejutan, kota yang masyarakatnya kritis dengan kebijakan. Jogja memang istimewa!!! *Foto-foto ini penulis abadikan pada hari Rabu, 09 Desember 2015.
Baca juga tulisan lainnya 

23 komentar:

  1. Ahh, kreatifitas ini sudah ada sejak kapan? Keren sekali. Saya jadi makin kangen dengan Yogyakarta.
    Terakhir dua tahun kesana saya belum melihatnya, atau saya yang terlewat??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekitar 2 bulanan, waktu bareng dengan ulang tahun kota Jogja kalau tidak salah :-)
      Ayo main Jogja lagi :-D

      Hapus
  2. Mas, aku ke sini Hari Minggu kemarin. Yang keranjang belanjaan isinya cuma batu gede doang. Peralatan kecil2 kayak botol, sandal, dll nggak ada -__-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masa? Ini sebelum Spidermannya loh :-D

      Hapus
    2. Iyaa serius.. yg di trotoar kanan jalan setelah patung bentuk buku kan? Ini aku ada fotonya.

      Hapus
    3. Weh aku malah nggak lihat bukunya, terus lupa nggak foto sapu juga :-(

      Hapus
  3. Ketemu juga blogger Jepara yang masih aktif. Omahmu krimun daerah ndi bro?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal mas hehhheheh, omahku Kemujan, mas. Sebelum mts Safina/sebelum rumah adat panggung. rumah pertama kanan jalan setelah mangrove kedua. :-D

      Hapus
    2. oulah iyo mas, salam kenal balik. april wingi yo bar dolan krimun gone budheku, omahe buri masjid krimun. kapan2 nek dolan krimun meneh tak dolan gonmu mas. lha jenengan sakniki stay ting krimun po ning jogja?

      Hapus
    3. Wah april aku juga balik ke Karimun loh, mas hehehhe. Aku sekarang di Jogja, mas. Tapi sering main ke Jepara kok, rencananya tgl 9 Januari aku ke Jepara lagi :-D

      Hapus
    4. jogjane pundi mas, kulo yo kuliah ting jogja niki. tapi asline kalinyamatan.

      Hapus
    5. Wah Kalinyamatan toh, aku Jogjane cedak UIN mas. :-)

      Hapus
  4. Aku wingi di ajak kesini mas,,, tapi aqu lupa nggak jadi mengunjunginya. Bagus juga ternyata.

    BalasHapus
  5. wah saya malah belum sempat lihat" situ mas.... besok deh mampir...

    BalasHapus
  6. Waktu ke jogja kmrn sudah ada blm sech ini ???? kok gw ngak perhatiin yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum ada om, ini ada pas barengan dengan Ultah Kota Jogja :-D

      Hapus
  7. alamak kreatif tenan. spiderman kok makan nasi padang bukannya normalnya berburu nyamuk. hehe

    BalasHapus
  8. keren, kreatif sekali ya yang membuat replika dan patung-patung penghuni jalan mangkubumi jogja..

    BalasHapus
  9. Masio kasep le unujuk bravo, spirit seni instalasi sampeyan ndalem, ok poenya. Nggarahi pengin srawung piyayine, ndaleme Jogja jare? Persise belah pundi nggih menawi sowan? nwn.

    Cholis St, jurnalis patmamedia.com
    Surel sy: jogtehneh@gmail.com

    BalasHapus

Pages