Libur nasional tengah pekan kemarin
aku gunakan untuk bersepeda menuju sekitaran kota Jogja. Di tengah ramainya
Pilkada, aku malah asyik menikmati waktu libur bersepeda, ya Pilkada tahun ini
Jepara (tempatku) tidak sedang pemilihan Bupati, jadi yang lain pada nyoblos, aku bersantai ria. Tujuanku
hanyalah bersantai di Tugu Jogja, menikmati pagi seraya mengabadikan beberapa
gambar. Di sana tidak sengaja bertemu dengan teman-teman dari Keong (Klub
Sepeda Road Bike) yang nggak asing lagi di Jogja, juga bertemu dengan
teman-teman Jogja Folding Bike, aku pernah ikut acara JFB saat menuju Sesek Mangir.
Asyik bersantai dan ngobrol dengan
teman-teman sepeda, aku pun melanjutkan perjalanan. Kali ini sengaja aku sempatkan
untuk mengabadikan patung-patung yang ada di pinggiran jalan. Dalam beberapa
bulan terakhir, di sepanjang jalan Mangkubumi/jalan Margo Utomo terdapat hasil karya
seni pada seniman yang dipajang di sana. Aku sendiri sudah beberapa waktu ingin
mengabadikan, baru hari ini bisa terlaksana.
Plang Jalan Mangkubumi Yogyakarta |
Di salah satu sudut bangunan,
tepatnya tidak jauh dari Tugu Jogja, sebelah kanan terdapat sebuah replika
mobil berwarna hijau sedang terikat pada tiang beton. Tidak ketinggalan juga
semacam lakban yang digunakan untuk mengikat agar replika mobil tersebut tidak
jatuh. Tentu objek ini menjadi salah satu daya tarik para pengguna jalan untuk
sekedar berhenti dan mengabadikan diri bersama replika mobil. Aku pun
mengabadikan replika mobil tersebut, lalu menaiki sepeda menuju replika
lainnya.
Replika Mobil terikat |
Tepatnya di depan Halte Trans Jogja,
terdapat juga hasil karya seni yang coraknya beragam. Seperti sebuah tempat
PDAM yang menyemburkan air. Bukan air, ini yang disemburkan adalah layaknya
cairan cat yang berbagai warna. Warna yang mencolok antara lain merah, kuning,
dan hijau. Sepertinya hasil karya ini menjadikan jalanan lebih berwarna. Asyik
juga mengabadikan hasil karya seni para seniman. Mereka benar-benar menjadikan
jalanan Mangkubumi menjadi lebih berwarna.
Hidup penuh warna |
Salah satu spot replika yang paling
diminati oleh para pengunjung adalah berpose dengan Motor Vespa ini. Jika motor
Vespa ini hanya terpajang layaknya sebuah motor sedang terparkir, mungkin tidak
begitu heboh. Seniman pun sadar akan hal itu, makanya motor Vespa ini dipajang
layaknya sedang terjatuh pada kubangan. Ban depan tidak terlihat, dan posisi
motor agak jumping ban belakangnya.
Banyak wisatawan yang mengabadikan diri di sini dengan berbagai gaya. Ada yang
seakan-akan sedang menaiki motor tersebut, bahkan ada yang rela tidur terkapar
layaknya korban yang jatuh dari motor. Benar-benar bagus.
Vespanya kenapa ini? |
Melajukan sepeda lebih jauh lagi, di
sana akan terpajang replika pensil besar. Replika pensil besar yang terbuat
dari kayu jati ini mempunyai makna yang mendalam. Sebuah pesan yang ditulis
seniman pada tulisan di bawahnya adalah “Pada
intinya adalah bergesernya makna Yogyakarta dari Kota Pelajar menjadi Kota
Wisata”. Pesan dan kritikan yang ditangkan para seniman untuk mengembalikan
identitas Kota Jogja sebenarnya.
Pensil HB |
Dari kejauhan aku mengabadikan sebuat
Sepeda dengan Terompet Raksasa di depannya. Sayang aku tidak bisa membaca
secara langsung pesan yang ditulis dan ingin disampaikan. Namun setidaknya ini
juga sebuah hasil karya yang bertujuan mengingatkan tentang transportasi,
tentang sepeda. Bukan tentang kebisingan kota karena klakson, Jogja menjadi
kota yang nyaman bagi pesepeda. Semoga pesannya seperti itu, karena dalam
beberapa tahun terakhir ini; kota Jogja sudah mulai macet, dan kehadiran sepeda
di jalanan umum tidak mendapatkan tempat yang memadai.
Sepeda vs Terompet |
Sebelum sebuah sepeda dan terompet,
sebenarnya ada semacam taman yang berbukit. Bertuliskan “Terasa ditarik”.
Itulah yang menjadi tema replika ini, berbahan dari Sabut Kelapa, Besi, Rumput,
dan Media Tanam Pakis; seniman mengkritisi tentang meningkatnya suhu kota
karena pencemaran udara yang semakin mengkhawatirkan ditambah lahan hijau
terbuka menyempit. Ya, kita tahu bahwa mencari lahan hijau di kota Jogja sulit
sekali, bahkan taman kota pun tidak ada.
Taman kota mana? |
Tidak kalah menariknya menurutku
adalah sebuah timbangan yang terdapat di salah satu sudut jalan. Timbangan ini
seakan-akan terangkat oleh sebuah balon yang berwarna merah. Menjadi lebih unik
lagi, timbangan tersebut kuat mengangkat pot bunga menjadi posisi miring.
Apakah timbangan ini berkaitan dengan sebuah keadilan? Bisa saja.
Timbangan itu biasanya simbol keadilan |
Sebuah keranjang belanja dipenuhi
macam replika botol dan peralatan lainnya. Bahan dasar semua benda ini adalah
batu. Kalau kita biasa melihat batu-batu tersebut identik dengan Akik, di sini
bebatuan tersebut disulap menjadi berbagai botol dan peralatan lainnya. Pesan
yang disampaikan apa ya? Mungkinkah berkaitan dengan masyarakat yang konsumtif?
Bisa jadi seperti itu.
Keranjang belanja? |
Dari keseluruhan replika dan patung,
patung satu inilah yang menjadi ikon paling menarik dan kadang harus bergantian
mengabadikan diri. Ya, patung Spiderman yang sedang makan nasi terbungkus
dengan daun pisang. Dia terlihat menikmati makanan walau harus duduk di antara
karung-karung sampah. Ada yang bisa mengartikan pesan dari patung ini? Kadang
kala kita sendiri dapat melihat orang-orang yang kurang mampu hanya bisa
menikmati nasi bungkus dan melahapnya di tempat yang kurang layak.
Spiderman-nya lagi makan nasi bungkus |
Tidak semua patung dan replika
tersebut dapat aku ketahui pesannya, namum bagi orang awam yang hanya singgah
sejenak di Jogja; karya seniman tersebut menjadikan jalanan lebih indah.
Sehingga akan lebih banyak lagi orang yang mengabadikannya, seperti yang aku
lakukan. Mengabadikan setiap hasil karya, dan menulisnya menjadi sebuah
tulisan. Tulisan yang nantinya mungkin hanya aku baca sendiri, ataupun orang
lain.
Mengabadikan diri dulu |
Bagi para seniman, hasil karya
tersebut didedikasikan untuk pemimpin yang ada di Jogja, ini adalah cara para
seniman dalam mengkritik setiap kebijakan yang ada di Jogja. Dan bagi orang
seperti aku, salut untuk para seniman; karena karyamu benar-benar mengena.
Caramu menyampaikan dengan media seni membuat orang paham jika ada banyak cara
yang bisa dilakukan untuk menyampaikan pesan atau mengkritiki sebuah kebijakan.
Jogja benar-benar kota yang penuh kejutan, kota yang masyarakatnya kritis
dengan kebijakan. Jogja memang istimewa!!! *Foto-foto
ini penulis abadikan pada hari Rabu, 09 Desember 2015.
Baca juga tulisan lainnya
Ahh, kreatifitas ini sudah ada sejak kapan? Keren sekali. Saya jadi makin kangen dengan Yogyakarta.
BalasHapusTerakhir dua tahun kesana saya belum melihatnya, atau saya yang terlewat??
Sekitar 2 bulanan, waktu bareng dengan ulang tahun kota Jogja kalau tidak salah :-)
HapusAyo main Jogja lagi :-D
Mas, aku ke sini Hari Minggu kemarin. Yang keranjang belanjaan isinya cuma batu gede doang. Peralatan kecil2 kayak botol, sandal, dll nggak ada -__-
BalasHapusMasa? Ini sebelum Spidermannya loh :-D
HapusIyaa serius.. yg di trotoar kanan jalan setelah patung bentuk buku kan? Ini aku ada fotonya.
HapusWeh aku malah nggak lihat bukunya, terus lupa nggak foto sapu juga :-(
HapusKetemu juga blogger Jepara yang masih aktif. Omahmu krimun daerah ndi bro?
BalasHapusSalam kenal mas hehhheheh, omahku Kemujan, mas. Sebelum mts Safina/sebelum rumah adat panggung. rumah pertama kanan jalan setelah mangrove kedua. :-D
Hapusoulah iyo mas, salam kenal balik. april wingi yo bar dolan krimun gone budheku, omahe buri masjid krimun. kapan2 nek dolan krimun meneh tak dolan gonmu mas. lha jenengan sakniki stay ting krimun po ning jogja?
HapusWah april aku juga balik ke Karimun loh, mas hehehhe. Aku sekarang di Jogja, mas. Tapi sering main ke Jepara kok, rencananya tgl 9 Januari aku ke Jepara lagi :-D
Hapusjogjane pundi mas, kulo yo kuliah ting jogja niki. tapi asline kalinyamatan.
HapusWah Kalinyamatan toh, aku Jogjane cedak UIN mas. :-)
HapusAku wingi di ajak kesini mas,,, tapi aqu lupa nggak jadi mengunjunginya. Bagus juga ternyata.
BalasHapusWah kudu rene kui, mas :-D
Hapuswah saya malah belum sempat lihat" situ mas.... besok deh mampir...
BalasHapusWah ayo mas, mumpung di kota loh :-D
HapusWaktu ke jogja kmrn sudah ada blm sech ini ???? kok gw ngak perhatiin yaaa
BalasHapusBelum ada om, ini ada pas barengan dengan Ultah Kota Jogja :-D
Hapusalamak kreatif tenan. spiderman kok makan nasi padang bukannya normalnya berburu nyamuk. hehe
BalasHapusLidah orang Indonesia, mas :-D
Hapuskeren, kreatif sekali ya yang membuat replika dan patung-patung penghuni jalan mangkubumi jogja..
BalasHapusSekarang sebagian sudah tidak ada.
HapusMasio kasep le unujuk bravo, spirit seni instalasi sampeyan ndalem, ok poenya. Nggarahi pengin srawung piyayine, ndaleme Jogja jare? Persise belah pundi nggih menawi sowan? nwn.
BalasHapusCholis St, jurnalis patmamedia.com
Surel sy: jogtehneh@gmail.com