Berkunjung ke Pabrik Teh Wonosari Lawang, Malang - Nasirullah Sitam

Berkunjung ke Pabrik Teh Wonosari Lawang, Malang

Share This
Para petugas pabrik teh sedang mengumpulkan daun teh

“Setelah ini kita nanti langsung menuju pabrik teh,” Ujar pemandu yang ada di Hotel Rolas.

Rombongan kami yang diajak keliling Kebun Teh berkumpul menjadi satu di depan lobi. Kami bercengkerama, menceritakan bagaimana rasanya tidur semalam. Segala kelucuan pun terucap, namun topik kembang api menjadi hal yang paling seru. Aku hanya tertawa saja melihat mereka pada heboh.

“Aku kira semalam ada gardu listrik meledak,” Begitulah komentar yang terdengar pagi hari.


Seraya menunggu arahan pagi para petugas pabrik teh yang terlihat berdoa bersama berlanjut dengan sedikit arahan dari pimpinan. Kami mendengarkan keterangan dari pemandu. PT Perkebunan Nusantara XII mempunyai banyak perkebunan teh tersebar di Jawa Timur, salah satunya adalah yang ada di Lawang ini. 

Pertama kali kebun teh dibuka pada masa pemerintahan Belanda tahun 1901. Bahkan pohon teh yang pertama pun masih ada dis udut dekat kami kelilingi tadi pagi, di sana memang ada tulisan tahun 1901; serta di sampingnya pohon tinggi ternyata Teh. Tak sempat kuabadikan tadi, tapi aku melihat pohon itu menjulang tinggi.
Pabrik Teh Wonosari Lawang, Malang
Pabrik Teh Wonosari Lawang, Malang
Usai mendapatkan arahan, kami diperbolehkan masuk. Alas kaki dilepas, kami mengenakan sandal yang sudah disediakan. Sebuah anak tangga kunaiki, sampai akhirnya di depan pintu. Di depanku semacam besi untuk menggantungkan daun teh hasil petikan para pemetik yang nantinya akan ditimbang sebelum dijemur. 

Kuamati alat timbangan yang menganggur, dan berlanjut masuk ke dalam proses selanjutnya di dalam ruangan. Ruangan ini agak kurang terang, di depanku berjejer-jejer daun teh yang sudah dipetik dijemur agar kering.

“Berapa jam bu sampai nanti ini dilanjutkan ke proses selanjutnya?” Tanyaku pada ibu yang bertugas.

“Delapan jam, mas.”

“Kalau musim hujan apa waktunya sama?”

“Sama mas. Kalau tidak diproses selanjutnya bakalan menumpuk. Apalagi setiap musim hujan biasanya pemetikan daun teh jauh lebih banyak daripada musim kemarau,” Jawab beliau dengan logat khas Jawa Timuran.
Timbangan dan tempat penjemuran daun teh
Timbangan dan tempat penjemuran daun teh
Puas aku melihat tempat penjemuran daun teh, kulihat seorang ibu yang sibuk memasukkan daun teh ke dalam penggilingan. Di sini daun teh yang sudah dijemur selama delapan jam kemudian digiling menggunakan mesin.

Nantinya menyelep daun menjadi lembut dan memisahkan dengan yang masih kasar.Tangan-tangan ibu cekatan. Beliau memasukkan banyak daun ke mesin. Di dalamnya terdapat semacam parut besar yang langsung menggiling dedaunan.

Sementara diujung sana terdapat dua wadah yang berbeda, satu wadah untuk menampung hasil parutan yang lembut, dedangkan satunya adalah dipenuhi dedaunan yang belum sepenuhnya hancur terkena parutan. Nantinya yang masih terlihat seperti daun itu dikembalikan ke atas dan diparut kembali.

“Satu karung ini beratnya berapa kilo, ya bu?” Tanyaku lagi ke ibu yang bertugas menguraikan daun agar dapat terparut.

“Lebih 50 kilo, mas.”

“Kalau nyetor tiap pagi ya, bu?” Aku terus mengorek informasi.

Nyetor-nya dalam satu hari dua kali, mas. Pukul 11.00 WIB dan pukul 17.00 WIB. Sekarang yang minat memetik daun sudah berkurang, mas. Rata-rata hanya ibu-ibu saja, pemudanya lebih suka kerja di pabrik/tukang di luar daerah daripada jadi buruh petik.”

“Kan kerja pabrikan jauh lebih besar gajinya daripada metik daun teh,” Lanjut ibu ini.

Lama aku berbicang dengan ibu ini, beliau sudah lama juga bekerja di sini. Aku pun meminta izin pamit mengikuti rombongan yang naik ke lantai tiga. Mesin yang digunakan ada yang baru, tapi sebagian juga peninggalan masa Belanda. 
Mengurai daun teh yang akan dilebur
Mengurai daun teh yang akan dilebur
Memasuki pabrik Teh rasanya kita berada di gudang yang sedikit pengap dan bising oleh suara mesin. Ruangan ini terbuka semua, yang membedakan tiap lantainya hanya anak tangga serta jalan kecil saja. Sedangkan pandanganpun dapat melihat samai ujung lantai satu.

Tibalah aku pada ruangan yang menyediakan jenis sampel teh, mulai dari teh hijau sampai teh lainnya. Semua teh ini nantinya kalau sudah dikemas menggunakan nama Roollas; diambil dari angka XII pada pabrik teh tersebut. 

Sampel teh ada di dalam toples kecil yang berjejeran, di bawahnya tertera jenisnya. Selain itu aku melongok ke arah ruangan lain yang tertutup. Di sana ada beberapa orang yang bekerja seperti meracik teh.

“Kalau ruangan itu orangnya ngapain, pak?”

“Oh, itu ruangan tester, mas. Jadi beliau yang di dalam bertugas mencoba teh di sini.”

“Boleh kami masuk?” Tanyaku lagi.

“Mohon maaf mas, untuk ruangan tersebut tidak sembarangan orang boleh masuk. Bahkan tidak semua orang juga yang diperbolehkan meracik teh di sini,” Jawabnya.
Sampe teh yang ada dalam stoples
Sampe teh yang ada dalam stoples
Candaan pun terlontar dari kami, kami pun bilang kalau kami juga bukan rombongan sembarangan sehingga kami mungkin bisa diperbolehkan untuk meracik teh sendiri. Hanya semacam candaan pelipur saja. Tidak perlu ditanggapi dengan serius, cukup dengan tertawa bareng kala lontaran ucapan tersebut keluar dari sebagian besar lisan kami.

“Kita lanjut ke ruang sebelah, di sana nanti adalah gudang untuk menyimpan hasil teh yang sudah dikemas.”

Rupanya ruangan itu hanya di depan kami. Sebuah pintu kecil dibuka, dan di sana ruangannya luas di bawah. Kami hanya bisa melihat dari atas tangga saja. Tumpukan kemasan sebesar semen pun tertata rapi lengkap dengan nama dan sudah ditutupi menggunakan plastik.

Ini adalah hasil teh yang nantinya diperjualbelikan oleh pihak pabrik ke dunia luar. Teh-teh tersebut sudah tembus daratan Asia, Eropa, dan Amerika. Jadi sudah benar-benar dikenal. Benar-benar menyenangkan bisa mengetahui informasi semacam ini
Teh siap diekspor ke Luar Negeri
Teh siap diekspor ke Luar Negeri
“Jadi ruangan ini semua untuk menampung teh yang sudah dikemas, kemudian nanti kita akan bawa hasil kemasannya untuk dikirim ke luar negeri.”

Kami pun hanya mangut-mangut saja. Kunjungan ke pabrik teh selesai, pemandu mengantarkan kami ke luar pabrik dan mengenakan sandal masing-masing. Tujuan kali ini adalah bangunan yang ada di samping pabrik. Di sini kita dapat melihat hasil teh yang diperjualbelikan, ternyata tidak hanya teh; di sini juga dijual kopi.

“Di ruangan itu pegawai yang bertugas membuat kemasan tehnya,” Kata pemandu seraya menunjukkan pintu samping.

“Boleh masuk?” Tanyaku kembali.

“Tidak boleh, mas.” Jawab beliau tersenyum.
Melihat produk Teh Rolas
Melihat produk Teh Rolas
Tidak hilang akalku untuk mengabadikan orang-orang yang bertugas membuat kemasan teh. Aku keluar bangunan dan menuju jendela. Dari jendela terlihat jelas di dalam ada lima orang perempuan yang sedang bekerja. Aku pun memasukkan lensa kamera ke dalam salah satu jendela yang terbuka, lalu mengabadikan aktifitas beliau. 

Di dalam sana terdapat beberpa alat yang digunakan dalam proses mengemas. Aku hanya mengamati bagaimana kerjanya saja, kemudian berjalan kembali menuju ke dalam toko, melihat-lihat hasil dari pabrik Teh yang dijual.
Mengintip pekerja membungkus teh
Mengintip pekerja membungkus teh
Pada pajangan yang dijual, rata-rata harga teh dan kopinya adalah 60.000 rupiah untuk ukuran sedang, sedangkan ada juga di sini yang menjual dalam bentuk toples seperti sampel yang kulihat saat di pabrik tadi. Aku hanya mengabadikan saja, kemudian berlalu keluar. Sementara teman rombongan pun ada yang membeli teh asli pabrik Rolas.

Sebelum rombongan kembali ke dalam kamar, kami pun dikumpulkan kembali oleh pemandu. Kemdian pemandu membawa bungkusan yang berisi Teh Rolas. Ahaaa, teman-teman sudah membeli teh yang sama, eh malah ditambah dengan yang gratis. Beruntunglah aku yang tadi tidak beli akhirnya mendapatkan juga. 
Produk Teh Rollass
Produk Teh Rollass
Produk Teh Rollass
Kalau yang lain mempunyai dua bungkus (satu beli dan satu gratis); aku cukup satu saja dan itu gratis. Terima kasih Pabrik Teh Rolas atas bingkisannya. Keliling pabrik teh selesai, aku kembali menuju kamar, sebelumnya aku menuju kamar teman minta pasta gigi (karena aku tidak membawa pasta gigi, hanya membawa sikat gigi saja). Di sini aku mandi, dingin banget; sama seperti di Kaliurang, pokoknya sejuk. *Kunjungan ke Pabrik Teh Wonosari Lawang, Malang ini pada hari Selasa, 29 Desember 2015.

Baca juga tulisan lainnya 

18 komentar:

  1. sepintas baca judulnya aku tadi kaget, kirain wonosari di tempatku, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehhehe, kalau sempat ada bakalan ngehits mas :-D

      Hapus
  2. Baru ngeh di Lawang, Malang ada pabrik teh setua ini. Pantesan banyak rumah kolonial di Lawang. Alat pengilingan daun dan pengeringannya mirip dengan pabrik Teh Tambi di Wonosobo. Oh ya harga nginap semalam di Hotel Rollas berapa rupiah, Sitam?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rata-rata 400an perkamar mas. Hanya saja di sini ada yang konsepnya per Villa, bisa jadi lebih mahal. Kalau yang aku buat nginap ini paling murah. Mungkin sekitar 120an/malam. Karena masih TV Tabung, dan kamar mandi seadanya heehheheh. (cuma pas ke sini gak bayar, jadi nggak komplain).

      Hapus
  3. Rollas tea :D

    Aku aja yang orang malang ga kepikiran berkunjung begini haha. Ternyata bisa yaaaa.. *baru tau aslii baru tau*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haaaa ayo balik Malang :-D
      Aku akhir pekan ini ke Malang lagi :-D

      Hapus
  4. cara berkunjung k pabrik teh nya gmn mas? kontak dl pabriknya atau memang sudah paket wisata di Hotel?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo saya ini sudah include dengan paket hotel, mas. Di sana sudah ada paketannya.

      Hapus
  5. wah mantap mas... hehe teh" enak itu dari pabrik ginian yah hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku beberapa kali nyoba tehnya, enak juga emang kok, mas :-D

      Hapus
  6. pengen nyobain juga nyeruput teh mahal ... biar serasa jamuan minum teh :)

    BalasHapus
  7. Tempat wisata di Malang emang keren-keren kok :)

    BalasHapus
  8. bukan hanya tempat wisata tapi kita juga bisa ya berkunjung ke pabrik untuk sekedar melihat-lihat atau bertanya-tanya..

    BalasHapus
  9. kalau untuk kunjungan mahasiswa dalam karwis apa ada biaya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya kurang tahu kalau untuk kunjungan mahasiswa. Waktu ke sini sih ada beberapa pengunjung, tapi sepertinya orang lokal saja

      Hapus

Pages