“Setelah ini kita nanti langsung menuju pabrik teh,” Ujar pemandu yang ada di Hotel
Rolas.
Rombongan kami yang diajak keliling
Kebun Teh berkumpul menjadi satu di depan lobi. Kami bercengkerama, menceritakan bagaimana rasanya tidur semalam. Segala kelucuan pun terucap,
namun topik kembang api menjadi hal yang paling seru. Aku hanya tertawa saja
melihat mereka pada heboh.
![]() |
Pabrik Teh Wonosari Lawang, Malang |
“Aku kira semalam traffo listrik meledak,” Begitulah komentar yang
terdengar pagi hari.
Seraya menunggu briefing pagi para petugas pabrik teh yang terlihat berdoa bersama
berlanjut dengan sedikit arahan dari pimpinan. Kami mendengarkan keterangan
dari pemandu. PT Perkebunan Nusantara XII mempunyai banyak perkebunan teh
tersebar di Jawa Timur, salah satunya adalah yang ada di Lawang ini.
Pertama kali kebun teh dibuka pada masa pemerintahan Belanda tahun 1901. Bahkan pohon teh yang pertama pun masih ada dis udut dekat kami kelilingi tadi pagi, di sana memang ada tulisan tahun 1901; serta di sampingnya pohon tinggi ternyata Teh. Tak sempat kuabadikan tadi, tapi aku melihat pohon itu menjulang tinggi.
Pertama kali kebun teh dibuka pada masa pemerintahan Belanda tahun 1901. Bahkan pohon teh yang pertama pun masih ada dis udut dekat kami kelilingi tadi pagi, di sana memang ada tulisan tahun 1901; serta di sampingnya pohon tinggi ternyata Teh. Tak sempat kuabadikan tadi, tapi aku melihat pohon itu menjulang tinggi.
Usai sudah briefing yang dilakukan para pegawai, kami pun diperbolehkan masuk.
Di sana kami disuruh melepaskan alas kaki dan menggunakan sandal yang sudah
disediakan. Sebuah anak tangga kunaiki, sampai akhirnya di depan pintu. Di depanku
semacam besi untuk menggantungkan daun teh hasil petikan para pemetik yang
nantinya akan ditimbang sebelum dijemur.
Kuamati alat timbangan yang menganggur, dan berlanjut masuk ke dalam proses selanjutnya di dalam ruangan. Ruangan ini agak kurang terang, di depanku berjejer-jejer daun teh yang sudah dipetik dijemur agar kering.
Kuamati alat timbangan yang menganggur, dan berlanjut masuk ke dalam proses selanjutnya di dalam ruangan. Ruangan ini agak kurang terang, di depanku berjejer-jejer daun teh yang sudah dipetik dijemur agar kering.

![]() |
Timbangan dan tempat penjemuran daun teh |
“Berapa jam bu sampai nanti ini dilanjutkan ke proses selanjutnya?” Tanyaku pada ibu yang bertugas di
sana.
“Delapan jam, mas.”
“Kalau musim hujan apa waktunya sama?”
“Sama mas. Kalau tidak diproses selanjutnya bakalan menumpuk. Apalagi
setiap musim hujan biasanya pemetikan daun teh jauh lebih banyak daripada musim
kemarau,” Jawab
beliau dengan logat khas Jawa Timuran.
Puas aku melihat tempat penjemuran
daun teh, masih di ruang yang sama terlihat seorang ibu yang sibuk memasukkan
daun teh ke dalam penggilingan. Di sini daun teh yang sudah dijemur selama
delapan jam kemudian digiling dengan mesin. Nantinya akan menguraikan daun
menjadi lembut dan memisahkan dengan yang masih kasar. Dengan penuh ketelitian,
tangan ibu ini cekatan membongkar daun-daun untuk dimasukkan ke dalam mesin.
Di dalamnya terdapat semacam parut besar yang langsung menggiling dedaunan. Sementara diujung sana terdapat dua wadah yang berbeda, satu wadah untuk menampung hasil parutan yang lembut, dedangkan satunya adalah dipenuhi dedaunan yang belum sepenuhnya hancur terkena parutan. Nantinya yang masih terlihat seperti daun itu dikembalikan ke atas dan diparut kembali.
Di dalamnya terdapat semacam parut besar yang langsung menggiling dedaunan. Sementara diujung sana terdapat dua wadah yang berbeda, satu wadah untuk menampung hasil parutan yang lembut, dedangkan satunya adalah dipenuhi dedaunan yang belum sepenuhnya hancur terkena parutan. Nantinya yang masih terlihat seperti daun itu dikembalikan ke atas dan diparut kembali.

![]() |
Mengurai daun teh yang akan dilebur |
“Satu karung ini beratnya berapa kilo, ya bu?” Tanyaku lagi ke ibu yang bertugas
menguraikan daun agar dapat terparut.
“Lebih 50kg, mas.”
“Kalau nyetor tiap pagi ya, bu?” Aku
terus mengorek informasi.
“Nyetornya dalam satu hari dua kali, mas. Pukul 11 siang sama pukul 5 sore.
Sekarang yang minat memetik daun sudah berkurang, mas. Rata-rata hanya ibu-ibu
saja, pemudanya lebih suka kerja di pabrik/tukang di luar daerah daripada jadi
buruh petik.”
“Kan kerja pabrikan jauh lebih besar gajinya daripada metik daun teh,” Lanjut ibu ini.
Lama aku berbicang dengan ibu ini,
beliau sudah lama juga bekerja di sini. Aku pun meminta ijin pamit mengikuti
rombongan yang naik ke lantai tiga. Mesin yang digunakan ada yang baru, tapi
sebagian juga peninggalan masa Belanda.
Memasuki pabrik Teh rasanya kita berada di gudang yang sedikit pengap dan bising oleh suara mesin. Ruangan ini terbuka semua, yang membedakan tiap lantainya hanya anak tangga serta jalan kecil saja. Sedangkan pandanganpun dapat melihat samai ujung lantai satu.
Memasuki pabrik Teh rasanya kita berada di gudang yang sedikit pengap dan bising oleh suara mesin. Ruangan ini terbuka semua, yang membedakan tiap lantainya hanya anak tangga serta jalan kecil saja. Sedangkan pandanganpun dapat melihat samai ujung lantai satu.
Tibalah aku pada ruangan yang
menyediakan jenis sampel teh, mulai dari teh hijau sampai teh lainnya. Semua
teh ini nantinya kalau sudah dikemas menggunakan nama Roollas; diambil dari
angka XII pada pabrik teh tersebut. Sampel teh ada di dalam toples kecil yang
berjejeran, di bawahnya tertera jenisnya. Selain itu aku melongok ke arah
ruangan lain yang tertutup. Di sana ada beberapa orang yang bekerja seperti
meracik teh.
“Kalau ruangan itu orangnya ngapain, pak?”
“Oh, itu ruangan tester, mas. Jadi beliau yang di dalam bertugas mencoba
teh di sini.”
“Boleh kami masuk?” Tanyaku lagi.
“Mohon maaf mas, untuk ruangan tersebut tidak sembarangan orang boleh
masuk. Bahkan tidak semua orang juga yang diperbolehkan meracik teh di sini,” Jawabnya.

![]() |
Berbagai jenis teh dan testernya |
Candaan pun terlontar dari kami, kami
pun bilang kalau kami juga bukan rombongan sembarangan sehingga kami mungkin
bisa diperbolehkan untuk meracik teh sendiri. Hanya semacam intermezo pelipur saja. Tidak perlu
ditanggapi dengan serius, cukup dengan tertawa bareng kala lontaran ucapan
tersebut keluar dari sebagian besar lisan kami.
“Kita lanjut ke ruang sebelah, di sana nanti adalah gudang untuk
menyimpan hasil teh yang sudah dikemas.”

![]() |
Teh siap diekspor ke Luar Negeri |
“Jadi ruangan ini semua untuk menampung teh yang sudah dikemas, kemudian
nanti kita akan bawa hasil kemasannya untuk dikirim ke luar negeri.”
Kami pun hanya mangut-mangut saja.
Kunjungan ke pabrik teh selesai, pemandu mengantarkan kami ke luar pabrik dan
mengenakan sandal masing-masing. Tujuan kali ini adalah bangunan yang ada di
samping pabrik. Di sini kita dapat melihat hasil teh yang diperjualbelikan,
ternyata tidak hanya teh; di sini juga dijual kopi.
“Di ruangan itu pegawai yang bertugas membuat kemasan tehnya,” Kata pemandu seraya menunjukkan
pintu samping.
“Boleh masuk?”
Tanyaku kembali.
“Tidak boleh, mas.” Jawab beliau tersenyum.
![]() |
Melihat produk Teh Rolas |
Tidak hilang akalku untuk
mengabadikan orang-orang yang bertugas membuat kemasan teh. Aku keluar bangunan
dan menuju jendela. Dari jendela terlihat jelas di dalam ada lima orang
perempuan yang sedang bekerja. Aku pun memasukkan lensa kamera ke dalam salah
satu jendela yang terbuka, lalu mengabadikan aktifitas beliau.
Di dalam sana terdapat beberpa alat yang digunakan dalam proses mengemas. Aku hanya mengamati bagaimana kerjanya saja, kemudian berjalan kembali menuju ke dalam toko, melihat-lihat hasil dari pabrik Teh yang dijual.
Di dalam sana terdapat beberpa alat yang digunakan dalam proses mengemas. Aku hanya mengamati bagaimana kerjanya saja, kemudian berjalan kembali menuju ke dalam toko, melihat-lihat hasil dari pabrik Teh yang dijual.
![]() |
Mengintip pekerja membungkus teh |
Pada pajangan yang dijual, rata-rata
harga teh dan kopinya adalah Rp.60.000 untuk ukuran sedang, sedangkan ada juga
di sini yang menjual dalam bentuk toples seperti sampel yang kulihat saat di
pabrik tadi. Aku hanya mengabadikan saja, kemudian berlalu keluar. Sementara
teman rombongan pun ada yang membeli teh asli pabrik Rolas.

![]() |
Produk Teh Rollass |
Sebelum rombongan kembali ke dalam
kamar, kami pun dikumpulkan kembali oleh pemandu. Kemdian pemandu membawa
bungkusan yang berisi Teh Rolas. Ahaaa, teman-teman sudah membeli teh yang
sama, eh malah ditambah dengan yang gratis. Beruntunglah aku yang tadi tidak
beli akhirnya mendapatkan juga.
Kalau yang lain mempunyai dua bungkus (satu beli dan satu gratis); aku cukup satu saja dan itu gratis. Terima kasih Pabrik Teh Rolas atas bingkisannya. Keliling pabrik teh selesai, aku kembali menuju kamar, sebelumnya aku menuju kamar teman minta pasta gigi (karena aku tidak membawa pasta gigi, hanya membawa sikat gigi saja). Di sini aku mandi, dingin banget; sama seperti di Kaliurang, pokoknya sejuk. *Kunjungan ke Pabrik Teh Wonosari Lawang, Malang ini pada hari Selasa, 29 Desember 2015.
Baca juga tulisan lainnya
Kalau yang lain mempunyai dua bungkus (satu beli dan satu gratis); aku cukup satu saja dan itu gratis. Terima kasih Pabrik Teh Rolas atas bingkisannya. Keliling pabrik teh selesai, aku kembali menuju kamar, sebelumnya aku menuju kamar teman minta pasta gigi (karena aku tidak membawa pasta gigi, hanya membawa sikat gigi saja). Di sini aku mandi, dingin banget; sama seperti di Kaliurang, pokoknya sejuk. *Kunjungan ke Pabrik Teh Wonosari Lawang, Malang ini pada hari Selasa, 29 Desember 2015.
Baca juga tulisan lainnya
sepintas baca judulnya aku tadi kaget, kirain wonosari di tempatku, hehe
BalasHapusHehehhehe, kalau sempat ada bakalan ngehits mas :-D
HapusBaru ngeh di Lawang, Malang ada pabrik teh setua ini. Pantesan banyak rumah kolonial di Lawang. Alat pengilingan daun dan pengeringannya mirip dengan pabrik Teh Tambi di Wonosobo. Oh ya harga nginap semalam di Hotel Rollas berapa rupiah, Sitam?
BalasHapusRata-rata 400an perkamar mas. Hanya saja di sini ada yang konsepnya per Villa, bisa jadi lebih mahal. Kalau yang aku buat nginap ini paling murah. Mungkin sekitar 120an/malam. Karena masih TV Tabung, dan kamar mandi seadanya heehheheh. (cuma pas ke sini gak bayar, jadi nggak komplain).
HapusRollas tea :D
BalasHapusAku aja yang orang malang ga kepikiran berkunjung begini haha. Ternyata bisa yaaaa.. *baru tau aslii baru tau*
Haaaa ayo balik Malang :-D
HapusAku akhir pekan ini ke Malang lagi :-D
cara berkunjung k pabrik teh nya gmn mas? kontak dl pabriknya atau memang sudah paket wisata di Hotel?
BalasHapusKalo saya ini sudah include dengan paket hotel, mas. Di sana sudah ada paketannya.
Hapuswah mantap mas... hehe teh" enak itu dari pabrik ginian yah hehehe
BalasHapusAku beberapa kali nyoba tehnya, enak juga emang kok, mas :-D
Hapuspengen nyobain juga nyeruput teh mahal ... biar serasa jamuan minum teh :)
BalasHapusHehhehehe, warna tehnya lebih merah loh :-D
HapusTempat wisata di Malang emang keren-keren kok :)
BalasHapusHeee, mau ngajakin ke Malang? hahahhaa
Hapusbukan hanya tempat wisata tapi kita juga bisa ya berkunjung ke pabrik untuk sekedar melihat-lihat atau bertanya-tanya..
BalasHapusMenambah ilmu baru kan jadi nya :-D
Hapuskalau untuk kunjungan mahasiswa dalam karwis apa ada biaya?
BalasHapusSaya kurang tahu kalau untuk kunjungan mahasiswa. Waktu ke sini sih ada beberapa pengunjung, tapi sepertinya orang lokal saja
Hapus