Senja di Bukit Cinta Rawa Pening Kabupaten Semarang - Nasirullah Sitam

Senja di Bukit Cinta Rawa Pening Kabupaten Semarang

Share This
Dua sampan melintasi Rawa Pening, Kab. Semarang
Dua sampan melintasi Rawa Pening, Kab. Semarang
Guyuran hujan sore ini cukup lebat. Aku menatap pintu dari dalam ruangan. Aliran air mengalir ke bawah, menyesap di antara tanah yang landai. Mengalir terus sampai menyatu di selokan, dan terus mengalir sampai pada pangkalnya. Kulihat rombongan mahasiswa yang sedang praktek di dalam cukup serius memperhatikan arahan dari para petugas. 

Aku terus berharap agar hujan reda, karena akan ada kegiatan pada sore hari. Rencananya, rombonganku dan beberapa rombongan lain akan ke Bukit Cinta Rawa Pening yang berada di Kebondowo, Banyubiru, Kab. Semarang. Di sana nanti para mahasiswa akan melakukan penangkapan nyamuk, sementara itu aku hanya mengikuti dan berharap dapat menikmati senja di sana.

Hari berjalan dengan cepat, hujan sedikit reda. Kami sudah membawa peralatan untuk menuju Rawa Pening. Sebuah mobil Elf kami naiki beserta rombongan lain. Lebih dari setengah jam perjalanan dari Salatiga, kami sampai juga di Rawa Pening. Tak kuabadikan sebuah gapura besar bertuliskan “Bukit Cinta Rawa Pening” karena mobil langsung melaju dan mencarin tempat parker di sisi kanan. Sore ini Rawa Pening cukup sepi, terlebih wisatawan tak diperbolehkan ke sini setelah magrib. 

Kami dapat ke sini karena memang ada kegiatan dari kantor dan membawa surat resmi. Aku mulai mengabadikan apa yang kulihat, dan sesekali mengabadikan setiap kegiatan rombonganku untuk dokumentasi nantinya. Hamparan luas air di Rawa Pening menggodaku. Di berbagai tepian tampak lebat tumbuhan Eceng Gondok. Sementara di jauh sana tampak hamparan air luas.
Menanti senja di Bukit Cinta Rawa Pening
Menanti senja di Bukit Cinta Rawa Pening
Menanti senja di Bukit Cinta Rawa Pening
Sore yang menurutku kurang tepat berada di Bukit Cinta Rawa Pening. Gumpalan awan merata di angkasa. Tak dapat kulihat cahaya mentari yang ingin menenggelamkan dirinya. Namun bagiku tak masalah. Masih ada banyak objek yang dapat kuabadikan selama di sini. 

Rintik hujan kembali menyapaku, dalam beberapa saat kembali mereda. Sebuah jembatan kecil yang ada di depanku tampak lengang. Tak ada warga yang menyandarkan perahunnya di sini, aku melangkahkan kaki ke dermaga kecil tersebut dan menatap jauh ke depan.

Satu hal yang tak boleh luput kuabadikan adalah sampan-sampan yang tertata rapi ditambatan. Bentuk jembatan yang di sampingnya membentuk sebuah tanggul banyak disandari kapal kecil dengan berbagai warna. Menyeruak di antara tebalnya tumbuhan Eceng Gondok, perahu-perahu (kapal yang berukuran kecil) bercat ceria ini seakan-akan tak bergerak. Hanya diam tanpa terkena arus di rawa. 

Tepat di depannya, sebuah tangga yang terbuat dari bambu dijadikan pijakan penduduk setempat untuk naik ke atas daratan atau turun menuju sampan. Sebuah sampan bentuknya sama, dan warnanya pun hampir dominan dicat warna merah. Benar-benar ceria. Kedua sini tanggul tersebut memang dipergunakan penduduk untuk menyandarkan sampannya. Kulihat, ada banyak sampan di sana tanpa ada satupun empunya.
Kapal-kapal berukuran kecil di Rawa Pening dominan berwarna cerah
Kapal-kapal berukuran kecil di Rawa Pening dominan berwarna cerah
Kapal-kapal berukuran kecil di Rawa Pening dominan berwarna cerah
Berbeda halnya dengan sampan-sampan yang tak bertuan tertambat di tepian tanggul. Di ujung kananku jauh di sana tampat keramaian para pemancing. Memang belum sepenuhnya petang, masih sore dan mungkin sekitar pukul 17.00 WIB, kulihat banyak orang yang memanfaatkan waktu untuk memancing. 

Rimbunnya Eceng Gondok malah menjadi daya tarik tersendiri para pemancing, beberapa bambu yang disusun menjadi satu dijadikan titian para pemancing di rawa. Mereka memanfaatkan rawa yang tak disesaki Eceng Gondok. Di sana terdapat semacam bangunan yang beratap plastik sebagai payung agar mereka tak kepanasan jika mancing pada siang hari.
Salah satu sudut Rawa Pening yang digunakan untuk memancing
Salah satu sudut Rawa Pening yang digunakan untuk memancing
“Ramai juga yang mancing ya,” Celetuk temanku seraya menunjuk ke arah pemancing.

“Mungkin di sana banyak ikannya,” Sahutku tersenyum.

Ya, sudah tentunya tempat seperti ini pasti banyak ikannya. Ikan-ikan air tawar beragam dapat ditangkap. Namun aku tak tahu, apakah mereka sudah mendapatkan ikan atau belum. Cukup jauh dan berbeda jalan jika harus mendekat ke sana. Aku hanya melihat saja dari kejauhan. 

Sesekali melihat sampan yang mencoba berjalan di tengah rimbunnya Eceng Gondok. Sepertinya memang sudah diberi jalur sendiri bagi sampan yang menuju daratan. Di antara rimbunnya Eceng Gondok memang ada semacam jalur untuk sampan yang tak ditumbuhi Eceng Gondok. Hampir semua sampan yang tadi kulihat melewati jalur tersebut.

Dari kejauhan terdengar suara mesin kapal. Segera kulihat tengah Rawa Pening, dengan melaju kencang sampan yang tadi jauh di tengah sudah mendekat di jembatan tempatku berdiri. Beberapa meter sebelum mencapai ujung jembatan, mesin dimatikan. Dan sang empunya mengarahkan kemudi agar sampan sedikit serong dan tidak menabrak ujung jembatan yang sudah diberi beberapa bekas ban mobil. 

Tentu kalian tahu apa fungsinya ban-ban mobil digantung di ujung jembatan. Tujuannya adalah jika sebuah sampan melaju kencang dan mendarat di ujung jembatan, benturan kapal tersebut tidak langsung mengenai kayu/beton, tapi mengenai karet-karet ban yang tergantung. Dengan begitu, pemilik sampan tak perlu takut nantinya sampan rusak kala benturan.
Kapal kecil dari tengah Rawa Pening
Kapal kecil dari tengah Rawa Pening
“Dari keramba di tengah, mas. Nanti malam ke sana lagi,” Jawab bapak tersebut waktu kutanya dari mana beliau menaiki kapal kecilnya.

Selang beberapa waktu juga kulihat dua perahu kecil dinaiki satu orang tiap perahu melintas di depanku. Bergegas kuambil kamera dang mengabadikan keduanya. Jika kebanyakan dayung yang digunakan model papan sudah dibentuk dengan pangkal berbentuk lebar, di sini kedua orang di atas sampan menggunakan bambu sebagai dayung. Tentu mendayung menggunakan sebatang bambu akan terasa sulit bagi orang yang jarang menaiki sampan. 

Mereka tampak asyik mendayung sampan, melaju pelan namun pasti sampai ujung di mana tadi sempat kuabadikan banyak orang yang memancing. Sampan tersebut mengikuti jalur yang tak ada rimbunan Eceng Gondok, terus melaju pelan sampai di ujung daratan. Sesekali tadi tampak salah satu sampan terjebak di Eceng Gondok, namun tak lama kemudian perahunya sudah bisa mengikuti jalur yang sudah dilewati tiap hari.
Dua sampan melaju di dekat jembatan Rawa Pening
Dua sampan melaju di dekat jembatan Rawa Pening
Tak terasa petang sudah menggelayuti Rawa Pening. Tampak hening, tapi suara nyamuk mulai keluar dari sarangnya. Kami seperti mangsa yang diserang banyak nyamuk. Sebelumnya, waktu Adzan berbunyi, kami beserta rombongan menyempatkan buka bersama. Setelah itu secara bergantian sholat magrib di mushola kecil di area Rawa Pening. Seperti inilah nikmatnya berbuka kala rintik hujan dan diserang nyamuk. Mungkin nyamuknya tahu kalau kami ke sini memang menangkapnya.

Sementara para pemburu Nyamuk mulai menangkap dengan alat yang digunakan, aku sesekali mengabadikan mereka. Di sini kulihat banyak Kunang-kunang di atas Eceng Gondok. Tak dapat terabadikan, tapi terlihat jelas dengan mata telanjang. Ujung jauh di sana, tampak gemerlap cahaya kota. Aku mencoba mengabadikan saja. 

Dasarnya aku yang tak pernah belajar dan tak sempat membawa Tripod, jadi cukuplah asal mengabadikan saja. Walau sebenarnya jika aku membawa Tripod dapat memanfaatkan kamera agar dapat memotret lebih baik, tapi tak kulakukan. Tujuanku ke sini adalah mengabadikan tiap kegiatan saat penangkapan nyamuk, jika kumengabadikan lainnya itu hanya selingan dan waktunya tak boleh lama.
Masih amatiran, kala belum tahu mengatur kamera saat memotret pada malam hari
Masih amatiran, kala belum tahu mengatur kamera saat memotret pada malam hari
Masih amatiran, kala belum tahu mengatur kamera saat memotret pada malam hari
“Ada yang mau ikut nangkap nyamuk pakai sampan?” Tanya ketua rombongan pada kami.

Beberapa ikut naik sampan ke tengah Rawa Pening, menyewa perahu warga setempat. Aku tidak ikut naik, ada beberapa hal yang kupertimbangkan kala itu; pertama, unsur gerimis. Gerimis malam ini pastinya membuat badan kami basah, terlebih kami tidak membawa jas hujan. Kedua adalah aku menjaga kameraku, jika nanti di tengah terkena air huja lebat, bakal bermasalah jika aku memegang kamera. 

Cukuplah aku di tepian Rawa Pening seraya menikmati rintikan gerimis dan gigitan nyamuk. Malam ini aku dan rombongan dari Jogja hanya sampai pukul 20.30WIB saja, sudah ada banyak nyamuk yang kami tangkap. Kami dan rombongan ijin kepada kepala rombongan untuk pulang ke penginapan terlebih dulu. Dari pagi para mahasiswa ini sudah kuliah dan sore praktikum sekalian menangkap nyamuk. 

Sudah waktunya istirahat, dan besok lagi dilanjut dengan membedah nyamuk. Berganti dengan naik mobil lainnya, kami menikmati jalanan menuju penginapan yang ada di Salatiga. Oya, sebelumnya aku sudah mengabadikan diri di Rawa Pening waktu masih terang.
Dokumentasi pribadi biar ada bukti ke sini
Dokumentasi pribadi biar ada bukti ke sini
Ya, Bukit Cinta Rawa Pening itu bukan berarti sebuah bukit namun areanya memang dikeliling perbukitan. Jika kalian singgah ke Salatiga, Ambarawa, dan sekitarnya; kalian bisa menjadikan Bukit Cinta Rawa Pening sebagai salah satu tujuan destinasi wisata. Setiap hari lokasi Bukit Cinta Rawa Pening ini ramai, terlebih pada akhir pekan. 

Banyak wisatawan yang berkunjung ke sini dan menikmati senja di tempat ini. Ya, aku juga sudah menikmati senja di sini sampai malam hari. Pengalaman yang tak kulupakan bagaimana rasanya diserang Nyamuk pada malam hari dan ditengah guyuran gerimis. *Kunjungan ke Bukit Cinta Rawa Pening pada hari rabu; 15 Juni 2016.
Baca juga tulisan bertema alam lainnya 

40 komentar:

  1. Aku suka sekali pemain di area sekitar Rawa Pening ini. Banyak Spot indah untuk foto-foto. Aku pernah masuk lewat Kampung Rawa maupun Bukit Cinta dan keduanya sama-sama mempesona

    BalasHapus
    Balasan
    1. Indah lagi kalau pas cuacanya cerah. Jadi benar-benar bisa menikmati :-)

      Hapus
  2. Kok namanya Bukit cinta rawa pening? dulunya ada kisah cinta kah di tempat ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau ceritanya saya belum tahu mas. Tapi tempatnya asyik loh ehheheh

      Hapus
  3. salam kenal Mas Nasir, Rawa Pening ini ngingetin sama legenda yang pernah dibaca dulu waktu kecil tapi lupa, ternyata luas juga tempatnya, kapan2 kalau main ke semarang mau mampir ke sini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal :-)
      Sebagian besar Rawa Pening sekarang hamparan enceng gondok, tapi di tengah-tengah sana ada keramba ikannya.

      Hapus
  4. waduh.... indah pisan :)
    saya orang jateng, tapi belom pernah kesini... hadeuhhh,,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayoo mas ke sini heheheh. Sempatkan kalau pas ada waktu mas :-)

      Hapus
  5. kalau tidak salah aku pernah lewat rawa pening, tapi ya ampun belum sempat mampir. padahal legenda tentang rawa pening sangat dalam di hatiku mas, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe. Aku juga pas mampir ini nggak sengaja mas. Nggak masuk diagenda

      Hapus
  6. Rawa Pening, rawa jernih.. nek ora jero jane cocok dinggo ciblonan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tur akeh enceng gondoke dab. Ndak nyangkut neng kono..

      Hapus
  7. Ke Rawa pening mencari nyamuk? Ya Allah :'D
    Apa beda rawa pening sama rawa jombor?
    Sama rawani nembung?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, sama-sama rawa. Kalau sama ambarawa beda ya mbak, itu nama kabupaten akakkakakak.

      Hapus
  8. Mas aku rung tau dolan Rawa Pening. jadi pengen bikin timelapse di sini deh. kayanya epik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hemmm, orang inwis belum ke sana. Hayoo ke sana kita hahahahah

      Hapus
  9. Rawa Pening. Dulu kalo lewat sini pst ingetnya cerita rakyat tentang rawa pening. Skarang uda lupa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamu harus baca cerita legenda lagi mas. Biar sekalian ingat masa kecil akakkaka

      Hapus
  10. Foto mu syahdu banget sukaaaaaa
    Dan aku blm kesampean ke rawa pening

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih syahdu lagi kalau aku di sana gandeng cewek, om :-(

      Hapus
  11. belum pernah ke rawa pening ... nanti takut jadi pening .. hehehe
    kalau di rawat supaya lebih bersih pasti jauh lebih keren dan semakin menarik rawa pening ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe, kalau ke Salatiga, Ambarawa dan sekitarnya bisa nggowes ke sini kang :-D

      Hapus
  12. Aku kuatir lihat banyaknya eceng gondok itu :(
    Kalo nggak diberantas bisa kayak Danau Tomohon yang eceng gondoknya tak terkendali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mbak, kalau terlalu banyak enceng gondok bakal tak terawat dan tak menarik.

      Hapus
  13. Tujuh tahun hidup di Semarang malah gak pernah kesini, hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahh kok bisa mas? Besok-besok kalau main ke Semarang lagi disempatkan mampir mas heheheh

      Hapus
  14. ini pas sepi ya mas?
    Aku dulu sempet dateng yang di kawasan jembatan birunya rawa pening, itu rame banget 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, pas bulan puasa dan menjelang magrib jadi sepi :-D

      Hapus
  15. sudah banyak perubahan klihatannya..
    tapi kondisi sekarang kalah bersaing dengan kampung rawa ya mas :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas. Kampung Rawa sekarang benar-benar merias diri agar lebih bagus.

      Hapus
  16. bukit cinta kalah pamor sama sumurup ataupun kampung rawa sekarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mas. Sayang sekali sebenarnya kalau tidak kembali dipercantik dan di kelola dengan baik.

      Hapus
  17. Sering lewat tapi baru sekali mampir, itupun sekarang potonya ilang semua :-/
    makanya postingan di blog ane draft.. Huhuhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahh sayang sekali mas. Ke sana lagi hehehhee, biar bisa posting tulisannya :-D

      Hapus
  18. Bolak balik ke Semarang cuma memandangai Rawa Pening dari jauh. Berarti ini masuknya dari Salatiga ya? Kalau dari arah Ambarawa ada jalan masuknya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, kalau ini aku dari Salatiga. Kalau dari Ambarawa bisa ke kampung Rawa saja. Sama-sama bagusnya :-D

      Hapus
  19. kangen banget ama bukit cinta kala pagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah indah sepertinya mas kalau pagi, aku malah belum pernah ke sana pas pagi hari.

      Hapus
  20. wah bukit cinta penuh cinta mas rullah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe, tapi nggak berani naik sampannya aku mas

      Hapus

Pages