“Menyongsong pagi hari dengan sejuta semangat, membuat kita lebih
bergairah. Bangun dan bergerak setelah mata terpejam. Menikmati keindahan dan
mulai melakukan rutinitas seperti biasanya. Aku sendiri duduk termangu di tepian
pantai Kartini. Menantikan mentari bangun, menyinari bumi dan segera bergegas
kala waktu sudah tiba.”
Menyapa pagi di Pantai Kartini Jepara |
Langkah kaki tak bersemangat lagi,
seperti mendapat pukulan telak saat sadar baterai kamera tak terpasang dan
masih tergeletak di meja kamar kos. Terbesit pikiran untuk balik ke Jogja, dan
kemudian mudik di hari sabtu. Namun segera kuusir jauh-jauh pikiran tersebut.
Aku lebih rela ketinggalan baterai kamera daripada harus balik ke Jogja dan
mengundurkan jadwal mudikku. Biarlah hanya menenteng kamera tanpa baterai. Aku masih
bisa mengabadikan setiap momen dengan smartphoneku. Seperti itulah yang
dikatakan Pitrus dan David kala menghiburku.
Sesampai di warung, kulihat David dan
Pitrus sudah terlelap tidur. Aku masih terjaga seraya mengisi baterai smarthpone
di slot yang tersedia. Hampir semua tempat di warung ini disediakan slot listrik,
dengan membayar 2K kita bisa memakai sepuasnya. Kusapa teman-teman di grup WA,
dan menceritakan perihal keapesanku. Ternyata kejadian serupa pernah terjadi
pada beberapa teman, kami pun ramai berbincang di grup. Kulihat jam tanganku
sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB. Pelabuhan Kartini mulai ramai para wisatawan
yang ingin menyeberang naik kapal KMP Siginjai yang berlayar pukul 07.00 WIB
pagi. Aku kembali berjalan menuju perahu-perahu yang tertambat di sisi barat
pelabuhan. Ada banyak perahu yang tertambat di sini. Aku mengabadikan
semampunya. Memang masih gelap, ditambah semalam Jepara diguyur hujan deras.
Dedaunan di tepi pantai masih basah mengibas terkena kakiku.
Menjelang subuh di pantai kartini Jepara |
Pagi ini cuaca benar-benar cerah. Tak
terasa hembusan angin kencang yang kutakutkan. Bagaimana tidak, biasanya pada
bulan-bulan ini angin timur bakal membuat ombak menjadi besar. Malah biasanya
kapal pun enggan berlayar. Keberuntungan berpihak pada masyakarat Karimunjawa
yang ingin mudik. Kapal Siginjai siap melenggang mulus meninggalkan pelabuhan
Kartini menuju pelabuhan Karimunjawa di atas hamparan air samudra yang tenang.
Tak bergeming oleh ayunan ombak sedikipun. Benar-benar tenang, orang
Karimunjawa mengatakan cuaca seperti ini dengan sebutan “Laut Teduh; tak ada gelombang”. Jika sesuai prediksi, nanti kapal
tersebut bakalan berbarengan dengan kapal cepat yang akan kunaiki saat
bersandar. Kapal yang kunaiki berangkat pukul 09.00 WIB, itupun jika tak ngaret sekitar 30 menitan.
Selamat pagi pantai Kartini, Jepara |
Berbeda dengan di sisi barat
pelabuhan yang dibatasi dengan pagar. Di sisi timur pelabuhan pun berjejeran
perahu nelayan yang menambatkan tali di tiang-tiang pelabuhan. Aktifitas
nelayan di sini jauh lebih ramai, walau hanya di dalam perahunya saja. Aku
mendekat dan mengabadikan mereka yang ada di dalam kapal. Sepertinya nelayan
ini pulang dari melaut. Mereka menghitung beberapa hasil tangkapannya, seraya
membagikan kepada nelayan lain yang berbeda sampan. Dari ujung sampan, seorang
nelayan melemparkan hasil tangkapannya ke nelayan lain yang berbeda perahu.
“Dapat banyak, pak?” Sapaku seraya mengabadikan.
“Sedikit mas. Lumayan buat makan di rumah.”
Para nelayan sibuk di perahunya masing-masing |
Sembari berbincang kulihat ufuk timur
dari pelabuhan Kartini. Cahaya khas sunrise
sepertinya mulai merekah. Warna kuning keemasan sedikit menggodaku untuk
mengabadikannya. Dari obrolan dengan nelayan setempat, mereka mengatakan jika
mentari tak kelihatan. Mentari ini tertutup pepohonan dan beberapa bangunan.
Jika sedikit meninggi nanti baru terlihat. Aku sadar, tak bakalan melihat
matahari bulat layaknya koin di sini. Tapi mengabadikan waktu mentari sedikit
naik dengan sinarnya yang belum memudar tentu menjadi pilihan yang terbaik.
Terlebih di sini ada banyak perahu yang bisa diabadikan bersamaan dengan sinar
mentari.
Kucoba berkali-kali mengabadikan
secercah cahaya yang merona, hasilnya memang tak memuaskan. Namun tetap patut
disyukuri, setidaknya aku sudah berusaha mengabadikan kala pagi di sini. Cahaya
mentari yang belum terlihat wujudnya sudah membuat siluet. Aku bergegas
mengabadikan terus-menerus. Sepertinya asyik juga jika mengumpulkan koleksi
siluet di pantai Kartini sebagai bahan tulisan. Fitur kamera smartphone juga
sudah sedikit lebih mumpuni dibanding smartphone yang dulu kubeli tahun 2012.
Aku sedikit bernafas lega, ternyata mengabadikan pemandangan menggunakan kamera
smartphone juga mengasyikan. Intinya kita harus lebih sabar dan telaten dalam
mengambil gambar.
Hanya semburat cahaya mentari pagi |
Menjelang pukul 06.30 WIB, mentari
akhirnya menyembul dari ufuk timur. Aku tak lagi duduk di tepian pelabuhan
tempat para nelayan asyik menikmati pagi dengan segala aktifitasnya.
Kulangkahkan kaki menuju ujung pelabuhan pantai Kartini. Berbaur dengan
hilir-mudik para penumpang kapal Siginjai yang ingin memasukkan barang ke dalam
kapal. Aku sedikit berjalan di tepian dan menghadap ke timur. Cahaya silau
mentari sedikit banyak menyusahkanku dalam mengabadikan gambar. Aku seadanya
saja menekan tombol, berharap hasilnya tidak jelek.
Cahaya mentari sedikit menyilaukan mata |
Namanya juga kurang sabar dan silau,
aku tak melihat hasil jepretanku lagi. Usai mengabadikan, aku langsung bergegas
meninggalkan pelabuhan menuju warung tempatku istirahat dan meninggalkan
ransel. Tak sengaja kudengar suara mesin kapal yang meletup-letup dari corong
knalpot. Sebuah perahu kecil berlayar di antara pelabuhan Kartini dengan
pelabuhan kecil tempat sandarnya kapal cepat. Tak ingin menyia-nyiakan
kesempatan, bergegas saja kuabadikan kembali. Kamera smartphone sengaja
kuperbesar dan jepret. Benar saja, hasil jepretan yang pertama agak kurang
bagus karena salah satu jariku sedikit menutupi kamera. Tak apalah, untuk
dokumentasi pagi hari di sini.
Kapal kayu melaju di perairan pantai Kartini |
“Asal jepret buat stok foto,” Hiburku sendiri.
Puas mengabadikan perahu, cahaya
siluet di pantai Kartini, aku bergegas kembali ke warung dan istirahat. Di sana
aku merebahkan badan dan memejamkan mata. Sayangnya mata ini tak bisa terpejam.
Aku malah asyik berbincang dengan para wisatawan lain yang juga ingin
menyeberang ke Karimunjawa. Di sini, lagi-lagi aku dikira salah satu pemandu
wisata karena berbarengan dengan dua bule. Aku tertawa saja menjelaskan kalau
kedua bule ini tak sengaja berbarengan denganku dari Jogja.
Kembali mengenai pantai Kartini,
pantai ini tak asing bagiku dan seluruh warga Karimunjawa yang pernah ke
Jepara. Pantai Kartini merupakan tempat singgahnya kapal yang menyeberang, dan
menjadi daratan pertama yang kami pijak jika menaiki kapal dari Karimunjawa. Di
pantai Kartini ini, aku dulu pernah bersepeda menunggu sunset yang indah di ufuk barat, atau malah
sekedar mengabadikan bangunan Kura-kura Raksasa yang ada di tepian pantai sisi barat pelabuhan. Dari pantai Kartini
juga aku dan banyak orang menyeberang ke Pulau Panjang, pulau yang tak jauh dari daratan Jepara. Ya, pantai Kartini tak
pernah sepi tiap harinya. Banyak wisatawan yang datang dan menunggu kapal untuk
menyeberang ke Karimunjawa atau sebaliknya. Bahkan, di tempat-tempat yang luas
pun berjejeran mobil-mobil terparkir ditinggal empunya berlibur ke Karimunjawa.*Dokumentasi pagi hari di Pantai Kartini pada
hari Jum’at; 01 Juli 2016 menggunakan smartphone.
Baca juga tulisan pantai lainnya
Bikin kangen dateng ka Pantai Kartini kalau ingat suasana pagi yang indah seperti ini.
BalasHapusEmang seru kang ke sini pas pagi. Tapi passunsetan juga bagus kang.
HapusUlasannya bagus dengan gaya bahasa yang menarik, suka bacanya.....Jadi pengen kesana meskipun hanya untuk berfoto
BalasHapusTerima kasih mas. Silakan berkunjung ke Jepara. Ada banyak tempat indah di sana.
HapusOh suatu saat pingin ke pantai kartini cuma buat pingin ketemu sama patung atap penyu raksasa itu mas...
BalasHapusHemmm jadi kapan mau ke sana? Lha pulang aja bolehnya sore :-(
HapusSekarang ngecharge aja bayar yaaaa hehehe
BalasHapusHahahhaha, kan sekarang Karimunjawa udah nggak fakir sinyal om hahahahahha
Hapus