Kedua
kaki ini melangkah menjauh dari kandang Kambing Etawa yang tadi aku kunjungi.
Aku dan rombongan menuju sebuah rumah salah satu warga yang bertembokkan semen
masih kasar dan belum dibalur cat yang bagus. Dari jalananan, aku dan rombongan
menuruni jalan kecil untuk sampai di rumah tersebut. Tanah agak licin ditumbuhi
lumut berwarna hijau membuat keindahan yang, namun juga mengirimkan sebuah
pesan kalau lengah sedikit bisa terpeleset jatuh.
Tepat
di samping rumah disediakan meja ukuran sedang, di atasnya sudah tersaji
beberapa makanan tradisional dan tentunya tidak lupa dua buah ceret berisi Teh
panas dilengkapi dengan belasan gelas kaca. Iya, masih diperjalanan menyusuri
Purworejo (04 Juli 2015), kali ini tujuanku adalah melihat sang empu rumah
membuat gula merah/gula jawa. Gula yang terbuat dari sadapan air Aren, kemudian
dipanaskan agar meleleh dan dicetak sehingga membeku. Aku dan rombongan
mencicipi makanan terlebih dahulu, Nogosari, Lapis, dan Rempeyek menjadi menu
yang aku libas. Teman-teman lainnya malah ada yang melibas Kakau, buah yang
digunakan untuk membuat coklat ini rasanya memang enak. Agak asem bercampur
manis, cukup membuat lidah ini bergetar.
Menikmati menu hidangan |
Aku
dan rombongan diarahkan masuk ke dalam dapur yang ada di belakang rumah. Kesan
pertama yang aku rasakan adalah pengap dan gelap. Tidak ada penerangan yang
mumpuni, hanya sebuah bolam kecil yang tidak kuasa menerangi seisi dapur.
Sebuah jendela kecil di dapur cukup membuat sedikit lebih terang dan sirkulasi
udara menjadi cukup lebih baik. Bau asap khas kayu bakar terhirup hidungku,
hawa hangat menyengat kulitku. Di sinilah aku melihat sang empunya (seorang
ibu) sedang membuat Gula merah. Tungku terbuat dari tanah liat, tumpukan kayu
bakar, Kuali, cetakan gula merah terbuat dari batok kelapa terlihat
dihadapanku. Di dapur inilah ibu membuat gula merah sendiri, aku pun mulai
melihat secara seksama.
Seorang ibu sedang membuat Gula Merah/Gula Jawa |
Gula
merah ini proses pembuatannya beberapa tahap, mulai dari Air Aren/Nira yang
sudah disadap, kemudian dimasukkan ke dalam Kuali. Tidak lupa juga dibutuhkan
sedikit santan kelapa yang dicampurkan pada aren cair. Kayu bakar digunakan
untuk memasak air tersebut, jangan sampai lupa; setiap prosesnya harus selalu
diaduk agar saat mulai keras tidak melekat di kuali. Ibu yang membuat ini pun
tersenyum seraya tetap mengaduk air aren yang sudah mulai menggumpal, di
sampingnya sudah disiapkan cetakan untuk gula. Menggunakan semacam sendok
besar, ibu ini terus mengaduk. Warna air nira yang dimasak pun sudah menjadi
kemerahan dan lebih padat. Aroma gula jawa menusuk hidung ini, terasa banget
kalau gumpalan nira itu manis.
“Pokoknya dari awal harus diaduk terus, mas,”
Kata beliau seraya tetap mengaduk isi kuali.
Salah
satu teman rombongan pun tertarik untuk mengaduk, dipinjam sendok besar
tersebut dan dia mulai mengaduk. Ruqia (Afganistan) mencoba mengaduk seraya
minta untuk diabadikan. Lama-kelamaan mengaduknya pun semakin berat, karena
gumpalan air aren itu sudah mulai keras. Sementara teman yang lain mulai merasa
pengap, kemudian keluar dari dapur melalui pintu samping. Kutemani Kim
(Vietnam) melihat berkakas di samping rumah yang digunakan untuk menyadap Air
Nira/Aren. Dia mengamati Bambu (penampung tiap tetesan air aren), beberapa
golok, tali, topi, dan perlengkapan lainnya.
Kim melihat peralatan untuk menyadap Aren |
Ruqia mengaduk gula dalam kuali |
Hampir
satu jam, akhirnya sang ibu mengeluarkan kuali berisi gula aren yang masih
cair. Beliau ingin memperlihatkan ke teman-teman bagaimana cara memasukkan air
nira yang masih panas tersebut ke dalam cetakan. Diambilnya cetakan dari batok
dan disusun dekat beliau, kemudian mengambil air nira panas dan dituangkan
dalam batok. Geraka ibu itu cekatan sekali, tidak berapa lama, sudah ada
beberapa cetakan yang terisi. Tinggal menunggu sampai padat/membeku, untuk
kemudian dikemas dan dijual.
Proses
pembekuannya pun lumayan lama. Biasanya gula tersebut akan membeku saat dua jam
atau lebih, tergantung cuaca juga. Dalam satu kuali tersebut, sang ibu bisa
mencetak lebih dari tiga kilo gula merah. Ya cukup sudah perjalanan kali ini
dalam melihat proses pembuatan gula merah. Selingan canda meniringi langkah
kami meninggalkan lokasi ini, bahkan Kim pun tak ketinggalan bersenda gurau
bareng ibu.
Gula Merah siap dibekukan |
“Saya mau tinggal di sini, bu,” Kata Kim
yang lancar bahasa Indonesia.
“Benar mau? Nanti ibu buat anak perempuan
dulu kalau kamu mau,” Jawab ibu tertawa.
Sontak
rombongan kami tertawa bersama. Terima kasih bu atas ilmunya memperlihatkan
cara membuat Gula Merah dari awal sampai akhir, terima kasih atas hidangan
makanan dan minumannya, dan terima kasih untuk semuanya. Kami kembali
melangkahkan kaki menuju mobil, kemudian berpamitan untuk menginap ke hotel di
dekat Alun-alun Purworejo.
*Liputan ini difasilitasi oleh Dinpudpar Jateng tanggal 4-6 Juni 2015 dengan menggandeng Mahasiswa Internasional dan Blogger.
*Liputan ini difasilitasi oleh Dinpudpar Jateng tanggal 4-6 Juni 2015 dengan menggandeng Mahasiswa Internasional dan Blogger.
Baca juga postingan yang lainnya
wah seru banget yaa :D
BalasHapusIya heeee
HapusKalo liat suasana kampung dan dapurnya yang khas, jadi pengen mudik. Tapi seru banget bareng Teman-teman expatriate. Ngomongnya bahasa inggris atau sudah pada bisa bahasa???
BalasHapusNgomongnya bahasa Indonesia, tapi ada beberapa pakai bahasa isyarat *nasib :-D
HapusWaaaaaaaaaa Purworejo itu dekat banged dengan Kulon Progo, tempat rumah mertua saya hiehiehiehie. Tinggal mampir aja nih soale jarak Kulon Progo dengan Purworejo deket hiehiheiheiheiee
BalasHapusIya pak haaaa
HapusSaya juga pernah lihat langsung pembuatan gula merah
BalasHapusprosesnya memang lama terutama pas memasak air arennya
lumayan juga yah dapet ilmu cara buat gula merah.hehe
BalasHapuskunjungan yang tak sia-sia yamas..
Yup bener haaaa
Hapuspulang dengan membawa ilmu pengetahuan mas :)
BalasHapusjadi pengen berkunjung kesana :)
Ayoo ke sini haaaa. Ayoo terus nulis :-D
Hapusga sia-sia yah pulangnya dapet ilmu he
BalasHapusAda turis'a juga :D
BalasHapusWah seru banget tuh, ada mahasiswa luar negeri juga :D
BalasHapushttp://sastraananta.blogspot.com/2015/08/peluang-keuntungan-bernama-investasi.html
Ini sebenarnya emang acara untuk Mahasiswa Internasional, kami hanya disuruh ikut :-D
HapusIni kegiatannkakek saya dulu kang. Sekarang sudahbtidak ada lagi yg mewarisi. Hasa tersisa katel besarnya saja
BalasHapusWah emang butuh perjuangan bikin Gula Merah. Harus tahan pengap di dapur, kang :-)
HapusKalau bahasa sundanya ngunyah gula merah seperti itu bakalan 'leneng' :D
BalasHapusWehhh haaaa, baru tahu aku :-D
Hapuscara pembuatannya masih menggunakan cara tradisional ya ...
BalasHapus