Misi sampai ke puncak Widosari (17
Agustus 2015) sudah terpenuhi, aku dan rombongan beristirahat sejenak di warung
sekitar Tritis. Berlanjut menuju mushola dan sholat dhuhur di sana. Di sini,
kami merundingkan tujuan mana lagi yang akan kami kunjungi. Kesepakatan
meruncing ke Kebun Teh Nglinggo. Ya, tinggal beberapa ratus meter lagi, mungkin
mentok tinggal 1 km lagi dari tempat kami. Akhirnya kami berlanjut ke sana.
“Kebun Teh Nglinggo jadi bonusan, yang penting misi kita ke puncak Widosari sudah terpenuhi,” Kiranya seperti itu ucapan om Z Triyono.
Foto di gerbang arah Kebun Teh, sebagai syarat kalau sudah sampai di sini |
Tanpa sadar kami melewati pertigaan
yang tadi berhenti tanya dengan warga, kemudian jalannya pun lurus. Sebuah
tanjakan yang tidak terlalu panjang, namun menguras tenaga siang hari ini. Ternyata kalau langsung dihadapkan dengan sebuah tanjakan, rasanya beda banget.
Aku melirik ke belakang, Om Z sengaja menemani Andi yang terlihat kelelahan
saat menanjak.
Tanjakan itupun berakhir, kami
melewati jalanan yang landai. Lumayan, akhirnya dapat juga jalanan yang rata.
Jemariku dengan cepat memindah gir depan ke paling besar, dan gir belakang
mentok (gir 8). Monarchku melaju dengan kecepatan sedang, sangat ringan
menurutku. Selain didukung jalanan landai, ukuran ban sepeda juga kecil. Serta
sudah mengganti beberapa part di
sepeda. Aihhh, melihat jalan rata di
sini rasanya sangat melegakan. Serasa tanpa beban mengayuhnya, mungkin tenaga
dan pikiran sudah terpuaskan oleh tanjakan.
Laju sepeda semakin kencang ketika
jalan menurun, aku terus mengayuh pedal mengikuti satu-satunya jalan. Sementara
dari kejauhan tampak beberapa gubuk yang dipenuhi orang. Aku masih belum paham,
tempat apa itu. Semakin lama, semakin mendekat. Aku baru tersadar kalau ini
adalah Kebun Teh Nglinggo yang kami tuju. Itu pun karena aku membaca sebuah
plang bertuliskan “KM NOL Kebun Teh”
di sebelah kananku.
Secepatnya aku menekan rem sepeda, jalan belok agak tajam dipenuhi oleh pengunjung yang sedang asyik berfoto. Menyeruak di antara para pengunjung yang memadati jalan, dan hampir sebagian besar tidak menyadari kalau sepedaku melaju agak kencang.
Secepatnya aku menekan rem sepeda, jalan belok agak tajam dipenuhi oleh pengunjung yang sedang asyik berfoto. Menyeruak di antara para pengunjung yang memadati jalan, dan hampir sebagian besar tidak menyadari kalau sepedaku melaju agak kencang.
Tepat ditikungan kebun teh Nglinggo, Samigaluh |
“Hampir saja kebablasan,” Ucapku dalam batin.
Aku mengambil kamera pocket yang ada
di dalam tas, kemudian mengabadikan beberapa sudut di Kebun Teh Nglinggo ini.
Siang hari ini pengunjung sangat banyak, mereka datang berkelompok maupun hanya
berdua. Jangan kaget kalau di sini lebih banyak sepasang muda-mudi
bercengkerama, bercanda serta mengandalkan Tongsis untuk berselfie ria.
Kebun Teh Nglinggo ini memang menjadi favorit wisatawan (khususnya mahasiswa dari Jogja dan sekitarnya) untuk berfoto. Ya, berfoto direrimbunan hijaunya kebun Teh pasti sangat indah. Ini kali pertama aku mengunjungi Kebun Teh Nglinggo. Walau sebenarnya, sudah sangat lama rencana ingin bersepeda ke sini, namun baru kali ini terlaksana.
Kebun Teh Nglinggo ini memang menjadi favorit wisatawan (khususnya mahasiswa dari Jogja dan sekitarnya) untuk berfoto. Ya, berfoto direrimbunan hijaunya kebun Teh pasti sangat indah. Ini kali pertama aku mengunjungi Kebun Teh Nglinggo. Walau sebenarnya, sudah sangat lama rencana ingin bersepeda ke sini, namun baru kali ini terlaksana.
Rimbunnya Kebun Teh Nglinggo, Samigaluh, Kulonprogo |
Ternyata menggunakan ban kecil di
jalan setapak yang ada di setiap sisi Kebun Teh cukup menyiksa. Aku mencoba
menaiki sepeda di jalanan setapak yang berdebu, namun selalu terpeleset. Aggghh,
nasib ban kecil, jadi cukup aku tuntun sepeda ini. Sementara Om Z yang ban
sepedanya besar pun menikmati jalanan seperti ini.
Berkali- kali belliau menyeruak di antara jalan setapak dengan sepedanya, lalu sengaja mengerem tempat di sampingku. Alhasil debu pun membumbung di dekatku. Aku menjadi juru dokumentasi, lumayan seru juga. Ingat ini bukan downhill, hanya berpura-pura seperti itu di jalan yang dipaksakan. Sepertinya kalau mau downhill bisa dari puncak yang ada di sekitaran Kebun Teh, itupun kalau ada rutenya.
Berkali- kali belliau menyeruak di antara jalan setapak dengan sepedanya, lalu sengaja mengerem tempat di sampingku. Alhasil debu pun membumbung di dekatku. Aku menjadi juru dokumentasi, lumayan seru juga. Ingat ini bukan downhill, hanya berpura-pura seperti itu di jalan yang dipaksakan. Sepertinya kalau mau downhill bisa dari puncak yang ada di sekitaran Kebun Teh, itupun kalau ada rutenya.
Om Z beraksi, ayooo minggir semua |
Aku sih cukup berpose saja, yang penting seru :-D |
“Ayoo foto bareng lagi!!” Teriakku agak kencang.
Yap seperti sebelumnya, kami pun
mengabadikan diri bertiga. Sengaja memposisikan tepat di belakang plang kayu.
Awalnya aku kira plang kayu tersebut bertuliskan Kebun Teh, jadi kami asyik
saja mengabadikan diri di sana. Dan aku baru sadar setelah sampai kos. Waktu aku
pindah ke laptop, wealah ternyata
tulisannya bukan kebun Teh melainkan rute ke kebun Pinus, Parkir, dan Puncak
Gunung Jaran. Nasib kurang mujur, tapi tidak masalah, yang penting difoto
tersebut ada rerimbunan pohon Teh yang terlihat.
Foto bareng dulu, biar terabadikan |
Singgah ke kebun Teh Nglinggo sudah
terlaksana juga dengan lancar. Sudah juga mengabadikan beberapa foto di setiap
sudutnya. Tidak lupa bercanda sesama pengunjung yang agak heran dengan kami,
naik sepeda. Padahal bagi para pesepeda, bersepeda ke sini adalah hal yang
biasa. Namun tidak bagi para wisatawan yang notabene-nya sepantaran denganku
(mengaku berusia muda).
Mereka agak heran, sepertinya mereka juga harus beli sepeda dan bersepeda biar nggak heran. Di tengah-tengah rerimbunan kebun Teh, kami pun berdiskusi lagi, lanjut ke tempat lain atau pulang. Hemmm, sebuah diskusi yang sebenarnya hanya sebagai basa-basi daripada pada bengong lihat orang-orang yang sedang berpose selfie ria.
Mereka agak heran, sepertinya mereka juga harus beli sepeda dan bersepeda biar nggak heran. Di tengah-tengah rerimbunan kebun Teh, kami pun berdiskusi lagi, lanjut ke tempat lain atau pulang. Hemmm, sebuah diskusi yang sebenarnya hanya sebagai basa-basi daripada pada bengong lihat orang-orang yang sedang berpose selfie ria.
Baca juga postingan yang lainnya
Masih asri...seger uy...:)
BalasHapusSeger banget, tapi sudah sangat ramai pengunjung :-)
HapusSemoga tetap terjaga kebersihannya :-D
seru ya bisa ke kebun teh naik sepeda :)
BalasHapuskeren
BalasHapusSuka sama foto yang paling atas. Sudut pengambilan fotonya bagus, Angel dari bawah ya
BalasHapusIya pak, dari bawah. Ini pake tripod mini :-D
HapusPasti masih seger disana udaranya
BalasHapusIya mas, lebih seger lagi kalo foto sama pasangan *eh hahahhahhaha
HapusWah bannya salah ya mas. Ban yang kecil cocok di jalan beraspal memang lebih ringan. tetapi dijalan setapak kebun teh tyentunya sangat menyiksa. Saya pernah nyoba walktu tour de puncak dulu.
BalasHapusBenar mo, kudu ekstra hati-hati biar nggak selip bannya :-D
Hapusmas sitam ajak" gitu kek, tempatnya bagus bener gitu, apa lagi bawa pasangan wkwkw
BalasHapusAyoo kita agendakan :-D
Hapusudaranya kelihatan segar. Tapi kayaknya saya gak akan kuat kalau pake sepeda :D
BalasHapusHeee, bawa mobil juga bisa kok, mbak :-D
Hapuspaling enak .. sepedaan di kebun teh .... apalagi sambil ngeteh ... sluppp
BalasHapusHeee, sayang waktu ini nggak sempat ngeteh kang :-(
Hapusliat fotonya endah banget kang tempatnya. di saya g ada yang kaya gitu. pengen ihhhh
BalasHapusjadi inget di cikole
Heee, ini tempatnya emang seru mas :-D
HapusSemoga pengunjung yg lain cepat2 beli sepeda, supaya gk heran lagi
BalasHapusSepertinya harus kayak gitu, bang :-D
HapusAndai saja mas kalau saya tinggal dekat didaerah sana, insaallah saya akan berkunjung sesering mungkin untuk refresing.
BalasHapusHehehehe, semoga nantinya bisa berkunjung kang.
Hapus