Menatap senja di ujung Dermaga Mrican, Karimunjawa |
Duduk di teras rumah, berbincang bersama bapak mengenai perkembangan desa, permasalahan di kampung, dan kadang tertawa bareng tatkala ada obrolan yang seru. Ya, sebagai salah satu pamong desa, bapak biasanya menyempatkan waktu luangnya untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak selesai di kantor desa.
Membuka lembaran buku-buku besar, memakai kacamata dan duduk di sudut ruangan. Sementara Ibu tiduran di lantai bercerita mengenai keluarga kami, menceritakan tingkah cucunya padaku. Beginilah aktifitas anak rantau yang pulang setahun sekali, waktu siang adalah momen di mana bisa bercengkerama dengan orangtua.
Jika sedang sendiri paling sekadar menyesap kopi seraya mata tertuju pada lembaran buku. Kadang juga kedua pasang mata fokus menatap layar laptop, mulut tak bisa diam ikut mengucapkan apa yang jemari tekan pada keyboard laptop. Kadang selingan sore adalah berburu sunset jika cuaca cerah. Jika tidak, paling sekedar jogging dekat sambil menyapa tetangga.
Aku pernah asal mengabadikan momen saat sedang beraktivitas selama di Karimunjawa. Ada banyak hasil foto yang kudapatkan menggunakan gawai. Sampai akhirnya, aku sengaja kumpulkan dan nantinya aku tulis di blog.
Apapun itu tulisannya, mungkin hanya sebagai selingan isi blog yang biasanya memposting cerita bersepeda, tempat wisata di Jogja, dan sesekali tulisan mengenai acara yang kuikuti selama di Jogja. Setelah kupilih-pilih di laptop, aku pun memilih foto-fotonya. Berikut rutinitasku selama di Karimunjawa jika tidak ada agenda.
Bersepeda menyusuri jalan setapak
Tak hanya di Jogja ataupun di Jepara. Di rumah Karimunjawa, aku juga tetap bersepeda. Sebuah sepeda milik petugas Bandara yang jarang dipakai dan ditinggal di rumah itu kupakai. Pulang kali ini aku tidak membawa jersey sepeda serta helm. Tapi aku masih menyempatkan bersepeda dengan rute yang cukup dekat. Rute yang kupilih pun bukan jalan umum.
Suatu pagi aku sengaja menyusuri jalan setapak yang ada di belakang rumah. Jalan ini menyusuri kebun menuju Pantai Batu Putih. Tanpa menggunakan helm, hanya bermodal sepeda saja, aku mengayuh menyusuri jalan tersebut. Menyenangkan rasanya menyusup di antara berkebunan yang dipenuhi tanaman liar naik sepeda.
Seandainya saja aku mempunyai peralatan lengkap, mungkin aku sudah mencoba menuruni tebing yang agak landai dengan sepeda. Segera keinginan tersebut aku hilangkan, tanpa menggunakan peralatan lengkap dan menuruni tebing walau agak landai tetaplah beresiko.
Berfoto di Rumah Adat Karimunjawa
Masih menaiki sepeda, selepas menyusuri jalan setapak, aku menghentikan sepeda di dua bangunan Rumah Adat Karimunjawa. Rumah ini ada dua bangunan, Rumah Joglo dan Rumah Panggung. Banyak wisatawan yang berfoto di depan rumah tersebut. Bagiku, rumah ini tidaklah asing. Ketika dibangun beberapa tahun lalu oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Jepara, aku masih berada di Karimunjawa.
Sebenarnya rumah adat ini adalah milik Dinas Pariwisata Jepara, namun sampai sekarang belum dioptimalkan. Dijaga dua orang warga setempat, rumah yang berbahan dasar kayu Bengkirai yang didatangkan dari Kalimantan. Awal tahun dibuat rumah ini, listrik belum ada dan kamar mandi pun belum sepenuhnya baik. Semoga ke depannya rumah adat ini diberdayakan dan oleh pihak dinas yang terkait. Terlebih listrik sekarang sudah mengaliri kawasan desa Kemujan.
Rumah adat ini pernah disambangi Pak Hendro Martojo (Bupati Jepara tahun 2002 – 2007). Beliau makan siang di rumah ini besama pamong desa setempat. Aku mengabadikan diri di depan kedua rumah ini. Jarak antara rumah adat dengan rumahku hanya sekitar 300 meter saja.
Jogging menuju Dermaga Cinta
Pernah juga saat pagi terlihat mendung, namun belum hujan. Aku mengambil sepasang sepatu yang ada di rak samping rumah. Tak ada agenda mengejar sunrise, mendung menggelayut di langit tentu menghalangi sang mentari bersinar. Untuk mengisi waktu pagi, aku segera jogging. Tidak ada tujuan khusus, hanya berlari menikmati suasana kampung yang sepi.
Tujuanku jogging adalah Dermaga Cinta yang terletak di belakang Bandara Karimunjawa. Hanya berjarak 1.5 KM dari rumah, aku berlari kecil sembari menikmati udara nan sejuk. Aku tidak sendirian, Riki sengaja kuhampiri dan mengajaknya berlari santai. Riki adalah guru olahraga di MTS, jadi mengajaknya berlari itu sebuah kesalahan. Berkali-kali aku harus mengakui kalau fisikku masih jauh lebih buruk daripada dia.
Di tepian dermaga, kami bersantai serta berbincang. Mengenang masa di mana kami mancing di sini. Atau bercerita perihal Buaya yang katanya beberapa orang pernah melihatnya dulu. Sayang, selama kami di sini arus kencang. Sehingga niat kami ingin melihat pantulan Gunung Gendoro dari air laut yang tenang ini gagal. Tapi aku menikmati pagi di Karimunjawa.
Bersantai di jalan yang lengang
Sepanjang jalan di Karimunjawa tak semuanya ramai ada kendaraan berlalu-lalang. Aku ingat waktu dulu, jalanan akan ramai jika ada pernikahan dan jadwal kapal berangkat atau datang. Namun sekarang, hampir setiap ruas jalanan khususnya di Karimunjawa padat. Kita harus berhati-hati ketika mengendarai sepeda motor di sini.
Pada saat tertentu jalanan juga bisa menjadi sangat lengang seperti ini. Sewaktu aku akan mengabadikan sunset di Bukit Love, kusempatkan berhenti di jalur panjang area Mangrove berhenti. Jalan yang biasanya tiap sore ramai oleh remaja setempat untuk balapan liar, kali ini lengang dan asyik untuk berfoto. Setelah dirasa aman dan kami mengambil jalan tepat di ruas yang lurus, jauh dari tikungan; Riki aku suruh untuk memotretku.
Ingat, kalau kalian mencobanya di sini, pastikan ruas jalan ini benar-benar lengang. Di Karimunjawa tingkat kecelakaan kendaraan bermesin cukup tinggi. Selain tidak adanya rambu-rambu yang memadai, di sini anak-anak kecil (SD) pun sudah banyak yang menggunakan motor.
Dan banyak di antara mereka yang belum tahu aturan dalam bersepeda motor, terkadang mereka mengambil jalur lainnya ketika belok, atau tak memberikan isyarat saat ingin belok kanan dan seterusnya. Jika ingin lihat bagaimana anak-anak kecil berkendara motor secara bebas di sini, datanglah pada saat liburan lebaran..
Memotret Kebun Jambu Mete
Sebelum mudik ke Karimunjawa, aku berencana memotret di semak-semak dekat rumah yang masih rimbun saat pagi. Seperti mengabadikan sarang Laba-laba di antara ranting pohon, atau burung-burung liar yang berkicau di antara ranting pepohonan. Sayangnya, rencana tersebut gagal total karena baterai kamera yang tertinggal di Jogja.
Tak apalah, aku masih simpan rencana tersebut jika pulang tahun depan. Ketika aku dan Riki jogging, aku tertarik dengan pemandangan di perkebunan Jambu Mete yang ada di dekat bandara. Pohon Jambu Mete ini sudah lama ada, dan sangat rindang.
Jika musimnya buah, di sini akan banyak buah Jambu yang berserakan. Aku tertarik mengabadikan diri di antara pepohonan tersebut. Apalagi dahan tiap pohon saling berdekatan dan seperti saling berhubungan. Jika dilihat dari jauh, ranting dan dahan ini malah seperti akar yang terbalik.
Aku berdiri di tengah-tengah pepohonan, di menginjak dedaunan kering yang bertebaran, serta berharap tak ada Ular Edor yang melingkar dan siap mematukku. Riki dari tepian jalan mengikuti arahanku untuk memotret.
Hasilnya seperti ini, banyak teman yang terkecoh dan bertanya di sudut manakah ini aku berfoto. Aku tertawa, aku hanya bilang di perkebunan Jambu Mete. Terbayang bukan jika lahan ini dirawat, serta dedaunan yang berserakan di bawah bersih. Bisa jadi kita bias pasang hammock di sini sambil membaca sebuah buku.
Mengabadikan sunset di Dermaga Mrican
Sejak pertama nulis di blog, aku paling sering mengangkat tempat satu ini sebagai lokasi favorit untuk menunggu sunset. Lebih dari dua tulisan tentang Dermaga Mrican, dan salah satunya mengabadikan bagaimana keindahan kala senja di sini. Sore kali ini, aku kembali menyapa indahnya senja.
Melihat bagaimana sang surya tenggelam di ufuk barat, meninggalkan semburat cahaya indah bagi para penantinya. Aku selalu bilang, duduk santai di tepian dermaga Mrican tiap sore tak membuatku bosan. Pantulan cahaya mentari yang membias di permukaan air, menampilkan pantulan bayangan dermaga dengan warna lebih gelap membuat tiap mata pasti takjub.
Berkali-kali aku mengabadikan menggunakan smartphone di tangan. Aku juga mengabadikan diri duduk di ujung dermaga yang berdekatan dengan kapal tertambat menghadap ke barat. Di sini aku melihat mentari lambat laun tenggelam bagai ditelan samudra. Aku menikmati tiap detik di sini, dan sampai sekarang aku masih rindu dengan suasana seperti itu. Aku benar-benar mencintai pantai.
Sebenarnya ada banyak aktifitas lainnya yang kulakukan. Termasuk mengisi waktu di dapur, ikut membantu masak orang rumah waktu senggang. Sesuatu hal yang tidak pernah aku lakukan selama di Jogja. Kadang juga aku menghabiskan waktu dengan mengajak keponakan main, atau sekedar jalan-jalan di sekitar rumah.
Setiap yang kulakukan di rumah adalah momen yang indah, aku menikmati setiap waktu. Di sini, aku bisa melupakan untuk sementara bagaimana rutinitas kerja di Jogja. Menghilang peredaran sosmed untuk sementara waktu. Dan berharap masih bisa menikmati suasana Karimunjawa seperti ini ke depannya.
Keren pemandangannya mas, apalagi menikmati senja sorenya.. ditambah rumahnya bagus mas, nyaman keliatannya, bisa tuh buat cari inspirasi mas :)
BalasHapusItu buka rumahku ahahhahaha
Hapuswah Dermaga Cinta... ada kisah apa di balik nama dermaga cinta #kepomodeon
BalasHapusAda mas hahaha, berkaitan dengan cinta juga hahahha
Hapusjooos.. btw yang motret sopo mas hahahaha,
BalasHapusseng sepedaan sendiri, liyane aku ngajak guru MTS hahahhahah
Hapusyg joglo, jawa bangeet
BalasHapustapi yang panggung, serasa bukan di jawa.. heuheuheu
Iya mas ini rumaha dat Jawa dan Bugis :-)
HapusRullah, kapan mudik lagi? Kabarin dong, siapa tau bisa bareng ke sana hehehehe.
BalasHapusBelum kesampaian juga nih mengeksplor kampung halamanmu :-)
Tahun depan bulan april mas heheheheh. Aku kabari deh :-D
HapusBagus ya tempat ini. Nampak damai dan asri. Menunggu Karimunjawa dibangunkan airport :-)
BalasHapusKarimunjawa sudah ada bandaranya ehheheheh, penerbangan dari semarang dan surabaya :-D
HapusAku kangen balik ke karimun, eh bandara ini beda pulau ngak sech ama yg pulau gede nya ???
BalasHapusKemujan dan Karimunjawa hanya dipisahkan hutan mangrove, om. Saya di Kemujannya :-)
Hapusternyata asli dari karimun jawa tho mas, salam kenal kedua kalinya hehehe
BalasHapusIya mas :-)
HapusSalam kenal balik heheeee
Seneng banget deh baca2 dan liat2 photonya bang nasirul...
BalasHapusKerenlah pokoknya... kapan2 aku boleh lah diajak muter2 dikampungnya kang nasirul
Terima kasih mas, salam kenal ya heheheh
HapusSiappp kalau main ke Karimunjawa hehehhe
Cakep sunsetnya deh :)
BalasHapusHehehhe, spot favorit ini mas :-D
Hapusjomblo kok mainnya ke dermaga cinta sama bukit love apa nggak ngenes mas huaahhaha
BalasHapusTenang..
HapusPasang muka sok cool sambil pegang hp buat motret hahahahah
photonya keren mas... jadi pengen kesana nih...
BalasHapussemoga bisa ke sana kamu, mas :-)
HapusGw yang pernah tinggal di Semarang 7 tahun belom pernah main ke Karimun.
BalasHapusSedih banget T_T
Wahhh sekarang sudah ada pesawat juga loh dari Semarang ke Karimunjawa hehehehe
HapusNext trip pengen banget bisa ke karimun jawa...... ngumpulin uang dulu ah hehehehe
BalasHapusSemoga bisa cepat ke sana mas :-)
HapusThis is Home...
BalasHapusHuaa jadi kangen kampung halaman, tulisan kali ini bikin baper parah...
Wah ayoo mudik hehehehhe
HapusAsyiknya yg sdg pulang kampung :).. aku tuh dulu punya cita2, kalo pensiun nanti pengen punya rumah panggung dr kayu kayak foto di atas mas :D.. kesannya adeeem banget ya
BalasHapusSekarang bahan bakunya mahal mbak hahahahha
Hapuskarimunjawa mantab mas
BalasHapussemoag tetap seperti ini ams keindahannya :-)
HapusItu gunung Muria mas?
BalasHapusbetul atau enggak ?? Hehehe
Ini gunung Gendero mas. Gunung yang ada di Karimunjawa
Hapusmakasih kak reviewnya. Next trip boleh nihh kesana.
BalasHapusAminn turut mendoakan agar bisa trip ke sana.
HapusKagum dengan keindahan alamnya. Tetapi sedih membaca kalau anak-anak kecil udah naik motor. Kenapa gak pada sepedaan aja, sih
BalasHapusDilematis mbak. Kalau memakai sepeda jaraknya jan jalannya menanjak itu yang membingungkan. Kadang juga bingung sendiri karena Karimunjawa masih didominasi dengan perkebunan,kasian kalau jarak jauh sepedaan. Entahlah.
HapusDi dermaga cinta masih ada buayanya kok, pas dia mudik setahun sekalii :p
BalasHapusOalah ada toh, untung aku mudiknya setahun dua kali.
HapusCIEHHH YANG KEMARIN SUNDATE DI WATU LUMBUNG HAAHAHAHAH
jalan jalan di karimun jawa kayaknya enak pakai sepeda ya mas sitam.
BalasHapustempat2 menariknya tidak terlalu berjauhan dan jalananya tidak ramai.
Jadi pengen juga gowes disana ..
Memang enak buat sepedaan kang. Jaraknya juga tidak terlalu jauh :-)
Hapuswah ternyata disana sudah banyak yang berkendara ya. Kalau lihat2 pulau kecil gini dan udah mulai terkenal sempet takut juga kalo banyak wisatanya apalagi yang ga ngejaga alamnya :(
BalasHapusHehehehe, dari anak SD sudah banyak yang naik motor.
HapusInsyaallah alam di sini tetap terjaga dengan kesadaran para pelaku wisata dan masyrakat setempat.
Seru banget dah kampung halamannya mas..
BalasHapusSelalu ada cerita mas kalau balik.
Hapusintinya nikmati saja pemberian Tuhan. hehehehehe
BalasHapusBenar. Selama kita terus mensyukuri apa yang diberikan Tuhan, tentu segalanya terasa nikmat.
Hapus