Menyesap Dongeng Latte di Dongeng Kopi - Nasirullah Sitam

Menyesap Dongeng Latte di Dongeng Kopi

Share This
Kedai Dongeng Kopi Yogyakarta
Kedai Dongeng Kopi Yogyakarta
“Kita pindah ke Dongeng Kopi, lebih nyaman buat bersantai,” Usul Mas Iqbal pada kami.

Bergegas kami meninggalkan tempat duduk di Filosofi Kopi. Filosofi Kopi menjelang magrib sudah dipenuhi pengunjung. Antusias pengunjung tinggi, untuk pesan menu sudah antri lumayan panjang. Masih banyak waktu untuk ke sini lagi, dan kami putuskan pindah tempat agar lebih santai.

Dongeng Kopi yang dulunya berada di Condong Catur pindah ke sekitaran Jalan Damai. Beruntung Aqied sudah pernah ke sana, jadi kami tidak kebingungan kala menuju lokasi. Dongeng Kopi bersebelahan dengan sebuah homestay. Bangunan semi joglo terlihat temaram, sebuah tanda tulisan “Dongeng Kopi” terpajang di depan.

Kedatangan rombongan kami, pihak Dongeng Kopi mengatakan bahwa sebenarnya ini belum buka. Peresmian buka masih bulan depan, namun mereka buka sekadar untuk mengantisipasi pengunjung yang sudah jauh-jauh ke sini. Kasihan kalau sudah datang jauh-jauh dan tutup, begitu kata Mas Lukas yang menyambut kami.

Tatanan bangunan masih 80% jadi, kami numpang salat dengan alas tikar seadanya. Musola belum jadi, beruntung salah satu pramusaji Dongeng Kopi tanggap menyediakan tikar, sajadah, dan mukena. Dongeng Kopi bangunannya cukup luas, kursi-kursi terjejer rapi di lahan tengah.
Mas Lukas menyapa pengunjung Kedai Dongeng Kopi
Mas Lukas menyapa pengunjung Kedai Dongeng Kopi
Bergantian kami menunaikan salat magrib, sebagian lagi sudah memesan kopi sesuai keinginannya. Mas Iqbal dan Aqied sibuk berbincang dengan Mas Lukas (Barista Dongeng Kopi). Mak Indah, Hanif, Gallant, serta Mbak Ika yang sengaja mampir ke Jogja berbincang santai. Sepertinya kami sedang reuni, selain itu di sini juga kedatangan Mas Aan yang balik ke Jogja.

Mas Lukas ditemani barista lain asyik berbincang tentang kopi dengan pengunjung yang mulai berdatangan. Walau sepenuhnya belum buka, nyatanya Dongeng Kopi tetap ramai. Di tempat yang dulu (Condong Catur), pengunjung bisa sekalian latihan meracik kopi sesuai dengan keinginannya sendiri. Nantinya mereka membayar sukarela.

Toples kaca tempat menyimpan berbagai jenis biji kopi berjejer rapi di meja depan barista. Tertulis nama-nama di tiap toplesnya. Gatholoco, Ganda Arum Manis, Esthining Panembah, Dadung Awuk, Hasta Dasa Parateming, Asmarandana, Barung Sinang. Kubuka salah satu toples yang berisi biji kopi. Bau harum semerbak kopi terasa.
Biji kopi di dalam toples transparan
Biji kopi di dalam toples transparan
“Kopinya dari mana saja mas?”

Mas Lukas sedang meracik kopi senantiasa meluangkan waktu menjawab tiap pertanyaan pengunjung. Pun dengan pertanyaanku yang kadang nyeletuk.

“Paling banyak dari Temanggung, Gayo, dan Bali.”

Di Jawa, Temanggung menjadi tempat yang paling banyak perkebunan kopi. Aku teringat saat menyambangi Curug Surodipo Temanggung, setiap sisi selain tembakau juga banyak pohon kopi. Pun ketika aku mengunjungi Posong, hampir tiap sisi ada banyak kedai kopi yang tersedia.

Sembari menunggu waktu antri memesan kopi, kusempatkan mengelilingi sudut bangunan Dongeng Kopi. Tembok hanya setengah meter, lalu bagian atas diberi papan-papan sebagai dinding. Bagian dalam ruangan terdapat anyaman bambu dengan selingan lukisan berjejer di atap.

Anyaman bambu di Dongeng Kopi mengingatkanku Desa Wisata Sanankerto yang dominan terbuat dari bambu. Ada banyak lukisan yang terpajang, lukisan peta Indonesia dengan dengan bentukan butiran biji kopi paling membuatku tertarik. Di sana terdapat keterangan beberapa jenis kopi seperti Gayo, Bajawa, sampai Papua.
Lukisan peta Indonesia
Lukisan peta Indonesia 
Di sudut utara sebuah rak buku lengkap dengan koleksinya. Sebagian besar buku berasal dari Indie Book Corner. Penerbit yang awalnya satu tempat dengan Dongeng Kopi. Tidak banyak memang koleksinya, namun cukuplah untuk dijadikan buku bacaan ketika sedang luang saat menunggu pesanan datang.

“Mas kalau kopi yang khas di sini apa?” Tanyaku ketika mendapat kesempatan bertanya.

“Dongeng Latte,” Jawab Mas Lukas.

Aku tertarik dengan Dongeng Latte, pikiranku langsung tertuju pada Caffee Latte, kopi yang dicampur dengan susu dan bagian atasnya mempunyai lapisan busa tipis. Di sini banyak penamaan kopi yang disesuaikan dengan nama kedai.
Secangkir Dongeng Latte
Secangkir Dongeng Latte
Dongeng Latte adalah kombinasi kopi dicampur susu ditambahi rempah lain seperti; pala, cengkeh, kayu manis, jahe, dan serai. Bau semerbak rempah tercium jelas, menggugah selera. Tidak ketinggalan pemanisnya adalah gula aren agar lebih kental.

Untuk seorang pemula, aku rekomendasikan memesan Dongeng Latte. Jika ingin tahu lebih lanjut, kalian bisa berdiskusi sejenak dengan baristanya ketika sedang meracik kopi pesananmu. Mereka akan tahu kopi apa yang cocok untukmu.

“Pas banget buatku mas,”Ujar Mak Indah saat menyesap dongeng latte pesanannya.

Reuni kecil ini dihangatkan dengan obrolan seputar jalan-jalan dan blog. Semakin banyak teman, kita semakin melebarkan sayap tali persaudaraan. Hobi yang sama membuat setiap orang menjadi teman akrab. Sayangnya Mak Indah, Gallant, dan Mas Iqbal harus pulang duluan karena ada acara.

Malam makin larut, tiga teman datang bergabung. Kita kembali menikmati seduhan kopi ditambah sajian kentang goreng. Dongeng Kopi memberikan suasana nyaman, ramai namun tidak banyak suara gaduh. Suasana yang pas untuk berbincang lama dengan kawan.
Kopdar blogger di kedai kopi
Kopdar blogger di kedai kopi/ Dok. Aqied
Uniknya, Dongeng Kopi membebaskan kita membayar berapa pun harga segelas kopi yang kita minum. Jika dirasa enak, kita dipersilakan mengambil uang terbesar di dompet, dan memasukkan ke dalam toples. Pun jika kita merasa tidak sreg rasanya. Diperbolehkan kita membayar dengan nominal terkecil sekali pun.

Kuteguk dongeng latte sampai habis, kutinggalkan cangkirnya di atas meja. Seperti yang lainnya, kuambil uang dari dompet dan memasukkan ke dalam toples transparan. Sembari melangkah keluar, kami mengucapkan terima kasih pada barista yang masih bekerja. Kuyakinkan di kesempatan lain, aku akan bersua kembali ke sini.
*Dongeng Kopi, Kamis; 27 Juli 2017.

Update Informasi
Kedai Dongeng Kopi di tempat ini sudah tutup permanen. Mereka mendirikan kedai kopi lagi. Salah satu personil mendirikan di sekitaran Maguwoharjo. Satu personil lainnya mendirikan kedai kopi di Taman Siswa dengan nama Rumah Lama Kopi.

30 komentar:

  1. aku dadi penasaran ama kopi temanggung
    belum pernah nyoba..
    di lombok gak ada

    BalasHapus
  2. dicampur serai dan jahe? unik nih rasanya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yappp
      Selain kopi, teh juga jika disampur jahe san serai nikmat babnget rasanya mbak.

      Hapus
  3. Dongeng Latte nya emang beda yak sama coffee latte di kedai2 lain. Lebih unik dan acceptable buat yang gak biasa ngopi.
    Kapan kapan ke sana lagi nyobain cold brew nya, mas. Juarak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku kangen ke sana lagi; kata teman yang nggak suka kopi, dia suka tempatnya dan keramahan baristanya :-)

      Hapus
  4. Coldbrewnya enak.. kangen ditraktir si Bajang..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buahahahha
      tep kudu rono maneh dab. Ngajak Ipin wae rono ahhahahhaa

      Hapus
  5. Sepertinya di Jogja sekarang cukup banyak tempat nongkrong ya Mas..nongkrong yang bener-bener kekinian..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih ada banyak kedai kopi yang belum sempat kukunjungi kang. Benar-benar banyak

      Hapus
  6. Kalau aku paling sama kaya mas Aji Sukma, pesennya cokelat anget wkwk
    Oh jadi Mas Tom tamu susulan toh itu?
    :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak papa, toh niatnya kita kumpul dan santai.
      Yap, mas tom nyusul hehehehhe

      Hapus
  7. Kopi selalu penuh dengan filosofi ya mas..
    apalagi dinikmati sma temen blogger kek gini
    ini konsepnya kek kopi nusantara jaman ak kuliah dl di belakang ambarukmo plasa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kopi Nusantara sudah tutup mas, dulu sekitar 2008an saya juga beberapa kali nongkrong di sana sewaktu belum banyak kedai kopi di Jogja.

      Hapus
  8. Wah, konsep kafe yang menarik. Sepertinya baru di sini saya lihat ada kafe yang membebaskan pengunjung untuk membayar berapa pun. Rasa penasaran untuk berkunjung pun makin bertambah karena suasana kafenya begitu menenangkan. Dan, khas Yogya. Ada aroma Yogya yang kuat dari kafe ini. Saya setuju, kafe bisa jadi tempat yang sangat menyenangkan kalau beramai-ramai. Tapi kalau sendiri, bisa bikin kesepian. Mudah-mudahan pas ke Yogya nanti saya bisa singgah di kafe itu, hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kafe kalau didatangi sendirian berarti kita ingin fokus nulis mas :-)
      Semoga kalau main ke Jogja lagi kita bersua mas :-)

      Hapus
  9. Dongeng Latte ini menarik kayaknya rasanya kalau liat dari bahannya. Salut dengan kreasi anak bangsa yang mau berusaha meningkatkan cita ras produk lokal dengan kemasan yang menarik, termasuk tempatnya.

    Kalau soal bayar sesukanya itu suka bikin bingung deh, yang pante piroo.. takut kemurahan, takut kemahalan... Jadinya bayar piro ? japri yooo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe, enak beneran mas :-)
      Harga minuman di kedai kopi antara 10-25ribuan mas. Jadi kalau bayar sendiri kita bisa ngasih antara tersebut; rata-rata kalau saya ngasihnya 20ribu mas, karena memang enak.

      Hapus
  10. Balasan
    1. Semoga tetap cocok dan terus ke sini mas hahahhaah

      Hapus
  11. Itu kenapa pindah tempat ya mas? Tempat yg dulu sekarang udah jadi nyata kopi, apakah mungkin terjadi suatu gonjang-ganjing internal? 😝. Tapi kayaknya lebih nyaman tempat yang baru ini sih, perlu mampir nih. (Idiotraveler.com)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak ada masalah internal kok mas. Memang kontraknya sudah habis dan akan digunakan untuk bisnis lain. Malah sekarang di kawasan jalan damai itu bagus, lahannya juga luas banget.

      Hapus
  12. Tp bayar seikhlasnya itu sampe seterusnya mas? Bahkan kalo udah jadi 100% konsepnya ttp seperti itu? Ato ini krn msh tahap promo sblm buka?

    Msh blm kebayang sih kopi campur rempah.. Tp aku tertarik banget jadinya :D

    BalasHapus
  13. dongeng latte nama yang unik .. bahan2nya juga bener2 beda dengan kopi mainstream .. sepertinya karena sudah kebanyakan warung/cafe kopi .. jadi menampilkan racikan kopi dengan "tambahan2" .. supaya beda dan jadi daya tarik masing2 warung kopi

    BalasHapus
  14. dalam sehari ke dua coffee shop? keren!
    sha lebih suka latte di banding kopi hitam. baca ini jadi inget cafe di deket rumah. namanya dahan kopi. Tapi ini kok keren banget bayar seikhlasnya, tapi kalo seikhlasnya ya bingung juga kadang mau bayar berapa. Pernah sha mampir di satu mesjid di garut, bisa bikin kopi, teh dan ambil gorengan bayar seikhlasnya juga :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagi yang awal pecinta kopi, Latte menjadi pilihan yang tepat kok.

      Hapus
  15. waaa gak rugi tuh ya kalo dibebasin harganya mas, keren ownernya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak rugi selama kita bisa menghargai dengan baik :-)

      Hapus

Pages