Kopi Tubruk di Kedai Omah Kopi Omah S’dulur - Nasirullah Sitam

Kopi Tubruk di Kedai Omah Kopi Omah S’dulur

Share This
Segelas kopi tubruk di Omah Kopi Sedulur Jogja

Hari menjelang petang, jalanan di Jogja padat merayap. Kendaraan bermesin saling berbagi jalan, berbaur di jalan Jogja yang cenderung sempit. Aku sendiri berdiri di trotoar. Tepat di depanku sebuah kedai kopi yang masih tutup. 

“Kedainya tutup,” Tulisku di WAG. 

“Bukanya pukul 19.00 WIB,” Balas kawan. 

Kulihat arloji tangan, masih lebih setengah jam lagi baru buka. Kedai ini bernama Omah Kopi Omah S’dulur. Kedai kopi yang beralamat di jalan Prof. Sardjito ini menjadi tempat tujuanku mengopi sambil berharap dapat mengulasnya di blog. 

Kusempatkan menikmati nasi angkringan, lalu pukul 19.00 WIB kembali ke kedai kopi. Tetap saja belum ada tanda-tanda hendak buka. Ardian mencari narahubung di internet, lantas mengirimkan pesan. 

“Sebentar lagi buka, mas,” Balasan dari pesan WA pemilik kedai kopi. 

Tidak berapa lama, lelaki tua menghampiri kami. Beliau pemilik kedai kopi. Sembari meminta maaf, bapak tersebut berujar hari ini agak terlambat sedikit buka kedainya. Beliau harus menjemput anaknya terlebih dahulu di Mrican. 
Cahaya temaram di Omah Kopi Omah S'dulur Jogja
Cahaya temaram di Omah Kopi Omah S'dulur Jogja
Aku, Ardian, dan Gallant tetap bersabar menunggu kedai buka. Seorang pria agak muda mulai menata kursi, membuka kedai, dan menyiapkan segala keperluannya. Beliau ini adalah Mas Toni, satu-satunya pegawai yang dipercayai Pak Sasongko untuk mengurusi kedai bersamanya. 

Omah Kopi Omah S’dulur ini tidak mencolok. Sangat sederhana bangunannya. Suasana temaram ini mengingatkanku Kedai Kopi Sellie yang ada di sekitaran Prawirotaman. Jejeran kursi plastik berkombinasi dengan meja kayu. 

Bangunan kedai kopi ini memanfaatkan garasi rumah. Tempatnya menyatu dengan rumah Pak Sasongko. Kondisi dalam kedai pun sederhana. Satu rak tergantung lengkap dengan berbagai jenis kopi yang sudah digiling. 

Buka mulai pukul 19.00 WIB, dan ditutup pukul 00.00 WIB bukanlah waktu panjang. Amat berbeda dengan kedai kopi yang lainnya. Mataku menyeruak ke penjuru, melihat dinding kedai yang usang dan tayangan televisi kabel, serta tanpa ada jaringan internet. 

Di sini, kita hanya dapat memesan kopi tubruk. Ini yang menjadi ciri khas Omah Kopi S’dulur. Sedari awal konsisten untuk menyajikan kopi dengan tubruk. Ada peralatan yang lainnya, tapi tidak pernah digunakan pemiliknya. 

Kedai ini salah satu yang sudah cukup lama di Jogja. Sudah ada sejak tahun 2010, Omah Kopi S’dulur masih tetap eksis sampai sekarang. Perbincanganku dengan Pak Sasongko cukup lama. Beliau menuturkan tahun 2010, segelas kopi tubruk di sini seharga 5000 rupiah. 
Daftar menu dan harga minuman di Omah Kopi Omah S'dulur Jogja
Daftar menu dan harga minuman di Omah Kopi Omah S'dulur Jogja
Sembilan tahun berselang, tidak ada perubahan signifikan terkait harga. Kini, segelas kopi tubruk dihargai 9000 rupiah. Jika ada tambahan susu atau varian yang lain, cukup ditebus dengan harga 10.000 rupiah. Harga yang sangat sesuai dengan kantung mahasiswa. 

Kami sudah di dalam sebelum Pak Sasongko datang. Mas Toni meladeni pemesanan kami. Teman-teman memesan Kopi Durian, sementara aku memesan House Blend. Di Omah Kopi Sedulur ini yang paling unik adalah kopi duriannya. 

Meracik kopi tubruk tidak membutuhkan banyak alat. Kompor dihidupkan, memasak air, dan menyiapkan gelas. Mas Toni mengambil bubuk kopi dari stoples, lalu menuangkan secukupnya. Takaran hanya melalui perkiraan sendiri. 

Pemandangan ini mengingatkanku waktu menyeduh kopi di Menoreh. Sewaktu di Kedai Kopi Pak Rohmat, model penyeduhan sederhana seperti ini yang dilakukan. Untuk sesaat aku dan teman-teman menunggu sajian kopi tubruk. 

Deretan stoples tertata rapi di rak. Pemandangan ini lebih mencolok karena tutup stoples berwarna merah. Saat ini yang tersedia sebanyak 18 bubuk kopi dari berbagai penjuru di Indonesia. 

“Awalnya ada 32 kopi. Seiring berjalannya waktu, 18 kopi inilah yang memang banyak diminati,” Ujar Pak Sasongko sembari menyulut rokok. 
Proses pembuatan kopi cukup sederhana
Proses pembuatan kopi cukup sederhana
Kopi Durian ini tidak muncul sejak pertama dibuka. Dituturkan Pak Sasongko, beliau meracik ini dan memperkenalkan di kedai mulai tahun 2011. Awal ada kopi durian, masih jarang yang ingin mencoba. Bahkan, kedai kopi ini paa awal berdiripun masih belum banyak yang datang. 

Bergulirnya waktu, kopi durian mulai mendapatkan tempat tersendiri. Pengunjung yang penikmat kopi tubruk berdatangan. Mengajak kolega, hingga akhirnya menjadikan kedai kopi ini makin ramai. Pak Sasongko bercerita panjang tentang sejarah kedainya. Sementara aku terus mendengarkan. 

Sampai sekarang, pelanggan kopi tubruk di Omah Kopi Sedulur tetap terjaga. Mereka terus berdatangan dengan jumlah yang berbeda. Terkadang ada yang datang rombongan, atau sendirian. Pelanggan lama pasti sudah dikenali Pak Sasongko. 

“Pernah ada mahasiswa dari Aceh datang berombongan. Katanya dia kangen kopi Aceh.” 

Terlontar pertanyaan terkait jumlah pengunjung yang berkunjung di sini. Karena hari ini memang belum banyak, sekitar 10 orang yang datang. Pemilik kedai kopi ini tersenyum. Beliau mengatakan selalu sesuai target. 

Sepertinya kopi yang kami pesan sudah siap dihidangkan. Mas Toni mengantarkan ke meja kami. kemudian beliau menuju depan kedai membuat pesanan mendoan yang kami minta. Selain kopi, di sini ada kudapan mendoan. 
Kopi tubruk ala Omah Kopi Omah S'dulur Jogja
Kopi tubruk ala Omah Kopi Omah S'dulur Jogja
Kombinasi lengkap antara kopi tubruk dengan mendoan
Kombinasi lengkap antara kopi tubruk dengan mendoan
Kopi tubruk sudah di atas meja. Aku mengabadikan sejenak sebelum kuteguk sampai tuntas. Ampas kopi masih mengambang, lamat-lamat tenggalam di dasar. Kopi tubruk house blend yang kupesan rasanya pas dan cocok. 

Untuk sesaat kami menikmati tiap seduhan kopi tubruk. Menyeduh kopi di tempat temaram nan sederhana, tanpa ada keriuhan pengunjung, tentu kombinasi yang tepat. Setelah itu, mulailah kami mendeskripsikan rasa dari kopi tersebut. 

Demi merasakan kopi durian, kusesap kopi pesanan kawan. Aku merasa tidak asing dengan rasa seperti ini. Entahlah, minum kopi durian, lidah ini seperti pernah merasakan “rasa” ini. Cenderung manis. Pantaslah kopi ini ini menjadi andalannya. 

Aku kembali berbincang dengan Pak Sasongko, meninggalkan teman-teman yang bercerita tentang Mie Ayam terenak di Jogja versi masing-masing. Rencananya, bulan oktober kedai kopi ini direnovasi. Dibuat lebih asyik, berinovasi mengikuti perkembangan zaman. 

Tetap saja, ciri khas kopi tubruk diprioritaskan. Ada rencana untuk buka siang, hingga menyajikan minuman nonkopi. Selama ini, bagi pengunjung yang tidak suka kopi tidak bisa mendapatkan minumannya di kedai kopi ini. 

“Jika memang tidak signifikan pengunjung pas buka dari siang. Saya kembalikan lagi buka malam seperti biasanya,” Tandas Pak Sasongko pelan. 

Tentu kalian tebersit pikiran, kenapa aku ingin ke kedai kopi ini. Apa yang membuatku tertarik datang, atau menceritakan di blog. Sebuah pertanyaan yang bisa aku jawab dengan singkat, itupun mengutip pernyataan Pak Sasongko. 
Berbincang di kedai kopi
Berbincang di kedai kopi
“Di kedai kopi modern, kalian bisa memesan kopi yang sama di tiap kedai yang berbeda. Jika kalian ingin menikmati kopi tubruk, Omah Kopi Sedulur tempatnya.” 

Pun dengan apa yang diungkapkan pemiliknya. Sejatinya kopi tubruk adalah menjual kopi yang paling jujur. Kamu merasakan kopi yang sebenarnya di sini. Kopi tubruk itu merakyat, karena sajiannya tidak membutuhkan peralatan khusus. 

Satu hal lagi yang mungkin tidak banyak orang ketahui tentang Kopi Omah S’dulur. Pak Sasongko adalah orang yang diundang dan meracik kopi di Jogja kala Pak Jowoki ada agenda di Jogja. Momennya saat malam sebelum Pak Jokowi bersepeda dari Bundaran UGM ke jalan Cik Ditiro. 

Meski beliau tidak singgah di Kedai Kopi Omah S’dulur, tapi racikan kopinya dinikmati Pak Jokowi bersama-sama beberapa menteri dan kolega yang lainnya. Bahkan, tidak sedikit orang-orang berpengaruh yang lainnya pernah singgah dan menyeduh kopi tubruk di sini. 

Aku mengakhiri perbincangan dengan Pak Sasongko, kembali berkumpul dengan kawan. Setidaknya malam ini ada obrolan menarik tentang kopi tubruk. Masih banyak hal yang tidak bisa aku ceritakan. Jika kalian tertarik, tinggal sambangi kedai kopi ini. *Omah Kopi S’dulur; Rabu, 25 September 2019.

18 komentar:

  1. kuat juga ya bertahan dari 2010, malah banyak cafe cafe baru yang cuma bertahan setahun
    Mantaaap

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak sedikit kedai kopi yang masih bertahan lama, walau kadang pengunjung berganti

      Hapus
  2. Tempat ngopi seperti ini sederhana namun tetap menarik hati orang singgah dan menikmati secangkir kopi. Bahkan nambah juga asik sambil icip2 gorengan di bawah lampu yang redup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Konsepnya berbeda dengan yang lainnya, jadi sudah mempunyai pelanggan sendiri

      Hapus
  3. rame eh kedainya.
    beerapa rekomendasi untuk meminum kopi di sekitar jam 10 pagi smpai sore.
    tapi beberapa tradisi ornag di sini pagi subuh udah tubruk, siang tubruk, malam tubruk.
    sampai temen komentar ke saya, "Ilat, Ilat kopi." :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaahah, kopi tubruk memang menggoda bagi pecintanya :-D

      Hapus
  4. Aku tetep sih ngiler lihat gorengannya daripada kopinya wkkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gorengannya baru bentar sudah abis dimakan teman-teman

      Hapus
  5. Dimana ini alamatnya Mas. Aku kalau kedai kopi gini malah berani masuk, kalau kedai kopi kekinian malah agak canggung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jalan Prof Sardjito. dekat jembatan, pas ditanjakan sebelum perempatan.

      Hapus
  6. wow .. sudah lama .. sebelum kopi ngehits seperti sekarang sudah ada.
    Kangen minum kopi tubruk seperti ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah satu kedai kopi yang sudah lama malang-melintang hehehehheheh

      Hapus
  7. naaaah kedai kopi begini sbnrnya aku lbh suka mas ;).. pas dulu di aceh, kedai kopinya ya kecil begini, ga fancy samasekali, tp rasa kopinya selalu juaraaaak!! Aku bahkan lbh tertarik karn ada kopi durian :D. aku prnh coba, tp versi instan. dan itu aja enaaaak bangetttt. kalo nyobain yg diseduh lgs, pasti lbh enak lagi :). aku catet nih, kalo nanti ke jogja ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kopi tubruk memang beda, mbak. Tampilan sederhana tapi penuh makna dan rasa.

      Hapus
  8. Wah, sudah hampir 6 tahun yang lalu mampir di kedai kopi ini mencicipi kopi durian. Memang tidak mewah, tapi suasana yang hangat dan sederhana menjadi ingatan panjang yang manis. Kopinya enak, gorengannya hangat, dan cuacanya pun. Beberapa hari yang lalu sempat mampir Jogja lagi dan menilik kedai kopi ini ternyata masih ada. Sayang sekali tak bisa mampir, semoga bisa di hari hari mendatang. Senang bisa membaca tulisan ini. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah membaca, setidaknya mengingat kenangan waktu menyesap kopi di sini dengan segala cerita. Semoga pandemi lekas berlalu dan kita bisa menikmati waktu lagi bersama kawan ataupun kolega

      Hapus

Pages