Kopi Temen, Gerobak Kopi di Warung Sego Bakar Kebul Kopeng - Nasirullah Sitam

Kopi Temen, Gerobak Kopi di Warung Sego Bakar Kebul Kopeng

Share This
Kedai Kopi Temen di Kopeng

Tanah di Kopeng belum sepenuhnya kering. Awal desember curah hujan cenderung tinggi. Beruntung perjalananku menuju Kopeng cukup lancar. Di perjalanan sempat melihat mobil PLN yang sibuk mengurusi kabel terputus karena pohon tumbang. 

Sejak di penginapan, aku sudah ingin mencari kedai kopi di sekitaran Kopeng. Kutandai ada tiga kedai kopi dengan konsep berbeda. Salah satunya adalah kedai kopi besar yang berada tidak jauh dari Taman Kopeng. 

Bukan tempat itu yang kudatangi. Aku malah tertarik dengan gerobak kecil dilengkapi sinar lampu temaram. Tempat ini bukan sepenuhnya kedai kopi. Pemiliknya berjualan angkringan dan nasi bakar. Kemudian ditambah kopi. 

Berlokasi di Jalan Kopeng, Getasan, Kopi Temen satu tempat dengan Sego Bakar Kebul-Kebul dan Angkringan. Tempatnya pun minimalis. Gerobak kecil semi permanen berwarna kuning menyatu dengan tembok. 

Sederhana tampilannya. Jika dari kejauhan tempat ini malah cenderung tidak terlihat jualan kopi. Sempat sangsi, aku memutar balik untuk memastikan. Dari tepian jalan tampak stoples-stoples berisi biji kopi. 
Kedai kopi dan angkringan menjad satu
Kedai kopi dan angkringan menjad satu

Mencari kedai kopi di Kopeng agak susah. Sekalinya tempat yang ramai di atas tersebut bangunannya modern. Bahkan konsepnya malah seperti Silol Café jika di Jogja. Harga minumannya pun setara dengan minuman kopi di pusat kota Jogja. 

Tentu aku tidak tertarik ke tempat tersebut. Cukup menyeduh kopi di Kopi Temen. Tempat kecil, bisa berbincang dengan pemiliknya, ada nasi bakar serta aneka gorengan, serta harga minumannya yang murah. 

Tidak ada yang istimewa di Kopi Temen. Tempatnya memanfaatkan pekarangan rumah, cukup untuk parkir motor. Jika menaiki mobil, parkirnya di tepian jalan. Kedai kopinya juga berhadapan dengan semacam tempat jualan kaus. 

Untuk menyiasati pengunjung, kedai kopi sekaligus angkringan ini memanfaatkan lahan atas. Dari anak tangga, kita bisa naik dan sampai di ruangan yang sudah penuh meja serta kursi. Kalau datang sendirian atau berdua, cukuplah santai di bawah. 

Lelaki tanggung menyapa, sesekali mengipasi lampu yang dikerumuti laron. Aku langsung meminta untuk dibuatkan kopi. Dari obrolan kami, pemilik kedai kopi merekomendasikan Arabica Merbabu dengan metode V60. 
Biji-biji kopi dipadang dalam stoples
Biji-biji kopi dipadang dalam stoples

Aku mengiyakan. Kulirik daftar harga tertera pada kertas laminating yang tersemat di atas gerobak. Kisaran harga mulai dari 5000 rupiah, hingga 10.000 rupiah. Untuk biji tertentu ada tambahan 2000 rupiah. 

Biji kopi Merbabu yang aku pesan inilah salah satu termahal, itupun 12000 rupiah. Sembari meracik kopi, Mas Surya menginformasikan jika biji kopi Merbabu ini ditanam petani kopi yang berada di sekitaran Tajuk. 

Lumayan beragam biji kopi yang dipajang. Biji kopi tersebut untuk informasi kepada calon pemesan kopi. Sementara kopi yang siap diracik sudah dalam bentuk bubuk dan tersimpan terpisah. 

Sepanjang meracik kopi, aku tertarik mengulik pemuda ini terkait minatnya untk membuka kedai kopi. Meski sebenarnya kopi ini hanya sebagai pelengkap, karena tempat ini pada dasarnya adalah angkringan yang menyajikan nasi bakar. 
Daftar menu dan harga Kopi Temen Kopeng
Daftar menu dan harga Kopi Temen Kopeng

Mas Surya bercerita jika ide membuat kedai kopi ini sebenarnya sudah lumayan cukup lama. Kedai kopi ini sendiri ada sejak pertengahan tahun 2019. Tepatnya bulan Agustus 2019, dia memberanikan untuk menjual kopi di sela-sela jualan nasi bakar. 

Memang selama ini dia masih belum sepenuhnya yakin dengan kedai kopi di Kopeng. Di kota-kota besar, kedai kopi sudah menjamur dengan berbagai konsep. Lebih banyak lagi karena kedai kopi untuk kongkow bersama kawan. 

Di Kopeng, masyarakatnya jauh bisa menikmati kopi kemasan biasa ataupun kopi hitam yang dijual layaknya di angkringan. Untuk kopi manual seduh masih jauh dari harapan. Hanya saja dia tetap keukeuh untuk berjualan kopi sebagai menu tambahan di angkringannya. 

Setiap hari pasti ada yang membeli kopi, entah itu tubruk ataupun manual seduh. Namun, itupun masih dalam hitungan jari. Mas Surya sebenarnya tahu jika pembeli kopi tidak bisa diandalkan di tempat seperti ini. 

Minumanku sudah tersaji. Secepat mungkin aku sesap, mumpung masih hangat. Rasanya masih belum berubah. Cuaca dingin di Kopeng menjadikan minuman hangat ini cepat dingin. Apalagi gelas yang disajikan tanpa penutup. 
Menyesap kopi di Kopi Temen
Menyesap kopi di Kopi Temen

Satu gelas minuman sudah kusesap. Gelas sloki ini kujadikan penutup agar hangatnya sedikit terjaga. Jika nanti sudah ramai, mungkin lebih baik minuman manual seduh ini wadahnya semacam botol limun yang ada tutupnya, sehingga hangatnya lebih awet. 

Kuambil satu gorengan, lantas mengunyah sambil mendengarkan cerita pemuda ini yang merintis usaha. Tahun 2017, dia merintis usaha nasi bakar dan angkringan di tempat ini. Jualan nasi bakar inilah yang paling utama. 

Aroma nasi bakar menggugah selera. Aku turut meminta untuk dibakarkan satu porsi nasi bakar, lengkap dengan sate telur, jeroan, dan sate usus. Kuminta untuk dibakar sebelum disajikan. Sepertinya, malam ini cukup menikmati nasi bakar dan kopi merbabu. 

Lagi-lagi Mas Surya sibuk di belakang gerobak. Kepulan asap bercampur abu beterbangan. Aku sudah pindah duduk di kursi yang lebih besar. Sebelumnya, di sini tadi ditempat dua pemuda setempat yang minum Susu Jahe dan Nasi Bakar. 

Laron tetap mengusik, sepertinya tidak bisa diam melihat cahaya. Tatkala nasi dan lauk sudah di meja. Tanpa menunggu waktu lama kulibas makanan ini. Porsi nasinya tidak terlalu besar, aroma kemangi cukup terasa harum menggugah selera. 
Mengopi dan makan malam
Mengopi dan makan malam

Sebungkus nasi bakar dihargai 3000 rupiah. Untuk sate telur dan yang lainnya aku lupa, jika tidak salah sekitar 2500 rupiah. Total keseluruhan yang aku bayar kurang dari 30.000 rupiah. Cukup kenyang. 

Kombinasi yang menarik, kopi seduh manual, nasi bakar, gorengan, dan aneka sate. Usai makan dan membayarnya, aku langsung menuju Desa Menari Tanon. Di sana aku sudah ditunggu Pak Trisno. Rencananya aku ingin berbincang dengan beliau terkait potensi yang ada di Desa Menari. 

Geliat kopi manual seduh di Kopeng memang belum terlihat. Adanya kedai kopi kecil yang muncul berdasarkan hobi dan mengenalkan kopi manual seduh kepada khalayak sekitar. Kita tidak tahu, suatu saat bermunculan kedai-kedai kopi di tempat ini. 

Kutinggalkan kedai kecil yang bernama Kopi Temen. Sebelumnya, aku diberi souvenir berupa sticker bertuliskan kopi temen dengan tagar #kitatemenaja. Semoga di lain kesempatan aku bisa kembali menyeduh kopi di sini, dan kedai kopi ini menemukan pelanggan-pelanggan tetap. *Kopeng; 20 Desember 2019.

20 komentar:

  1. wuih nasi bakar 3000 rupiahh..... ini nih yang gak ada di kupang, heuheuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahhaha, menyenangkan mas. Kalau pas laper banget rasanya kurang loh satu porsi

      Hapus
  2. slurrppp...menikmati kopi di Kopeng, saya kok sempet ngiler ya liat makanan di foto, hmmm...angkringan #kitatemenaja bisa jadi kenangan pernah ngopi di Kopeng, haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enak hahhahha
      Menyenangkan bisa mengopi dan makan nasi bakar

      Hapus
  3. Saya bisa membayangkan betapa nikmatnya minum kopi panas dan menyantap nasi bakar di Kopeng yang dingin. Btw, bawa metode manual brew pakai V60 ke Kopeng, mas yang di Kopi Temen kayak babat alas bener. Kalau konsisten, bisa dianggap pionir nanti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biasanya tempat-tempat seperti ini yang bermain orang berduit, mas. Kedai kopi kecil sebagai selingan. Ada satu besar banget, semacam kafe di kota besar.

      Hapus
    2. Berarti kedai kopi besar masih jadi simbol kelas, ya? Hehehe...

      Hapus
    3. Di beberapa daerah iya mas ahhahahaha.
      Jarang banget kalau di Kopeng warganya sendiri ke kedai yang mahal. Ini obrolan waktu bareng pemuda setempat hahahahaha

      Hapus
  4. Kopi, gorengan, udara dingin, nikmat bener tuh. Kurang main catur apa remi sama temen setongkrongan, langsung jadi local youth ntar.

    Mas, bikin artikel soal warkop2 lawas di Jogja dong. Yang suasananya khas model Blandongan gitu. Kayanya seru tuh. Atau emang udah ada ulasannya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemarin sempat kepikiran mau nulis warung kopi macam Bjong dan lainnya, tapi belum ada waktu hahahahahah

      Hapus
  5. Kopi mantan aja dong, ada nggak? Soalnya udah nggak berteman nih, hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kasian ya sudah jadi mantan. Kemarin-kemarin belum jadi kantan toh?

      Hapus
  6. #kitatemenaja #janganngareplebih wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal sedari awal udah ngarep lebih kakakkkakkakak

      Hapus
  7. saya suka kedai kopi kecil seperti ini.
    Meskipun kedai kopi di jakarta banyak bermunculan ... tapi kedai kopi kecil begini masih sangat jarang. Umumnya yang buka adalah kedai kopi model yang franchise .... jarang sekali yang kecil dan mandiri seperti ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Jogja saya juga sedang mencari kedai kopi seperti ini, tapi belum sepenuhnya dapat lagi ahahhahah

      Hapus
  8. asli ini murah banget nasi bakar 3000, trus suasana di kopeng kan syahdu-dingin gitu ya mas :D seru juga ngopi disini, semoga kapan-kapan bisa mampir disini

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau yang gak suka kopi bisa pesan minuman hangat yang lainnya hehehehhe

      Hapus
  9. Aku iri baca harga2nyaaa hahahaha... Msh ada yaaa nasi bakar 3 RB di sana, apalagi kalo liat foto itu kayaknya ga kecil2 amat :D. Ngebayangin ngopi di daerah dingin sambil nikmatin nasi bakar dan side dishesnya, enak pastiii :D.

    BalasHapus

Pages