Dua hari kunjungan di RSPI Sulianti Saroso hampir usai. Aku tak bisa menyempatkan waktu berkeliing plesiran. Agenda cukup padat. Selama di sana, hanya menyempatkan mengopi di Tavor Coffee. Setelah itu, aku kembali istirahat di hotel. Kawan-kawan yang lainnya sudah mempunyai agenda masing-masing.
Hari kedua, tidak banyak aktivitas yang kami lakukan. Usai berpamitan dengan pihak RSPI, kami mengambil berkemas dan menyempatkan bermain. Ada banyak lontaran opsi dari kawan-kawan. Pada akhirnya kami sepakat ke Kota Tua Jakarta.
Kesepakatan yang lainnya adalah ingin menaiki Kereta Api Bandara dari Stasiun BNI City menuju Soetta. Dua transportasi daring mobil kami pesan. Sembari menikmati sedikit kemacetan di Jakarta. Aku menyempatkan untuk memejamkan mata.
Mobil berhenti di tikungan, kami turun dan menyeberang. Suasana siang hari di tengah liburan memang ramai. Rasanya destinasi yang ada di Jakarta ini dipenuhi para wisatawan. Kami berbaur dengan rombongan menuju tujuan yang sama.
Pengunjung ramai di sekitaran Kota Tua Jakarta |
Kusempatkan mengabadikan bagian depan jalan. Hilir-mudik kendaraan, para pedagang gerobak di tepian jalan, suara klakson, serta riuhnya orang saling berbincang. Suasana seperti ini mengingatkanku kala Malioboro sedang padat-padatnya.
Kawasan wisata Kota Tua merupakan komplek penuh bangunan beragam. Semuanya menumpuk di halaman besar yang bernama Taman Fatahillah. Tanah lapang ini dikelilingi bangunan-bangunan bersejarah di tiap sudutnya.
Berbagai foto ataupun tulisan tentang Kota Tua Jakarta kulihat di linimasa media sosial. Banyak kawan blogger yang pernah berkunjung di tempat ini. Mereka pun membagikan foto ataupun tulisannya di blog.
Aku tak tahu harus melangkahkan kaki ke mana saja selama di sini. Berbagai keterangan seperti Museum Wayang, Gedung Dasaad, Museum Seni Rupa dan Keramik, serta berbagai tempat yang lainnya tertulis jelas.
Untuk sementara aku berdiam diri di tempat teduh. Menikmati alunan lagu para penyanyi jalanan yang membentuk satu tempat dan menghibur pengunjung dengan kombinasi lagu baru ataupun lagu lawas. Bahkan, tatkala salah satu lagu disenandungkan, banyak mengunjung yang turut bernyanyi sembari merekam menggunakan gawainya.
Silih berganti mereka bernyanyi di depan kafetaria terbuka area Kantor Pos. Pengunjung pun banyak yang beristirahat di undakan Kantor Pos. Terkadang, petugas yang berjaga meminta para pengunjung agar tidak duduk di undakan jalan.
Aktivitas pengunjung di area luas Kota Tua Jakarta |
Lama-lama, kami pun merasa lapar. Bergegas mencari tempat makan yang ada di area Kota Tua. Awalnya kami berniat di KFC Kota Tua, antrean panjang dan membludak. Kami langsung balik kanan. Rasanya tidak kuat kalau mengantre sebegitu panjang.
Di samping KFC, ada semacam pasar kecil. Rombonganku mengalihkan tujuannya dengan melihat pernak-pernik yang ada di sana. Beberapa kawan sudah membeli boneka untuk anaknya di rumah. Aku sendiri turut memutari tanpa membeli oleh-oleh.
Puas berjalan, kami duduk di kedai kopi. Jika tidak salah Namanya Batavia Market. Cemilan dan minuman kami pesan. Aku juga memesan kopi. Seingatku selama di Jakarta hanya menyeduh kopi waktu berkunjung ke Tavor Coffee ataupun di hotel.
Dari dalam kedai kopi, aku masih menikmati lantunan lagu para orkestra jalanan yang di bawah pohon area Kantor Pos. Kali ini lagu yang didendangkan lebih banyak tembang kenangan. Lagu-lagu yang kudengar dari kaset sewaktu masih kecil.
Meriam Si Jagur yang Ikonik
Aku meminta izin rombongan untuk berkeliling di kawasa Kota Tua. Rombongan yang lainnya sedang asyik menikmati kudapan serta mendengarkan lagu dari dalam kafe. Kuturut jalanan hingga berhenti di depan Meriam.
Meriam ini dibatasi pagar. Sekilas tidak ada yang berbeda dengan meriam-meriam yang lainnya. Jika dilihat secara saksama, perbedaan itu tampak mencolok. Bagian ujung berbentuk jari yang melipat ibu jari di antara jari telunjuk dan jari tengah. Bagi banyak orang banyak diartikan negatif.
Si Jagur, Meriam di kawasan Kota Tua Jakarta |
Dari keterangan berbagai literatur, Meriam ini konon bernama Si Jagur. Meriam yang dibuat orang Portugis yang dibawa ke Melaka pada masa penjajahan Belanda. Belanda berhasil merebutnya di tahun 1614 dan diboyong ke Batavia untuk senjata pertahanan kota.
Meriam ini sering berpindah tempat. Pada akhirnya pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, meriam ini diletakkan pada sisi utara Museum Fatahillah. Selama aku di sini, tak banyak orang memperhatikan meriam tersebut. Mereka lebih banyak mengunakan pagarnya untuk bersandar.
Aku sendiri tersenyum geli saat melihat bagian ujung yang membentuk lipatan ibu jari di antara jari tengah dan telunjuk. Kuabadikan dari sisi yang lainnya. Tidak enak mau memotret dari sisi simbol jari, karena banyak orang yang duduk bersandar di pagar pembatas.
Bersepeda Keliling Taman Fatahillah
Siang makin terik, pengunjung makin ramai. Sedari tadi banyak wisatawan yang berlalu-lalang mengayuh pedal sepeda. Sepeda menjadi barang yang paling diminati wisatawan. Mereka mengayuh sepeda berkeliling halaman luas.
Sepeda ontel ragam warna. Setiap sepeda dibalur cat dengan satu warna. Ada yang merah muda, hijau, dan biru. Tiga warna tersebut yang paling dominan berseliweran. Entah, mungkin dengan warna yang berbeda ini mudah untuk mengidentifikasi tempat menyewanya.
Entah berapa tarif sewa sepeda ini. Anak-anak antusias mengayuh sepeda memutari halaman seluas lapangan sepakbola. Mereka bermanuver kala ada rombongan wisatawan berjalan kaki, atau saat bersalipan sesama pesepeda.
Dari raut wajah mereka, sepertinya aktivitas bersepeda di tanah lapang jarang mereka jumpai. Sehingga, ketika bermain di sini mereka dapat meluapkan kegembiraan. Pun dengan orangtua yang membocengkan anaknya.
Keseruan anak-anak bersepeda di Kota Tua Jakarta |
Swafoto di Kawasan Kota Tua Jakarta
Aku berbaur dengan wisatawan yang lainnya. Berjalan ke arah tengah, serta menghindari hilir-mudik pesepeda. Tiap rombongan membentuk kumpulan kecil, mereka swafoto menggunakan gawai ataupun kamera yang sudah dibawa.
Seorang bapak memberi makan burung. Puluhan burung merpati mendekat, burung-burung tersebut memakan sambil sesekali beterbangan menghindari tangkapan anak-anak kecil. Rombongan muda-mudi mendekat, menyiapkan kamera.
Bruaggh!! Sekali sontakan dari bapak yang memberi makan, burung berhamburan. Di saat itu pula muda-mudi menekan tombol kamera. Ternyata burung-burung tersebut dijadikan latar kala berfoto. Untuk kesekian kalinya, bapak tua tadi memberi makan.
Pundi-pundi uang didapatkan dari jasa mengumpulkan burung. Mereka yang hendak foto berlatarkan burung beterbangan yang membayarnya. Aku duduk santai membelakangi kesibukan bapak yang memberi makan burung.
Tripod lupa kubawa, ingin rasanya mengabadikan diri di sini. Hanya saja, aku takut meletakkan kamera di bawah, sementara banyak sepeda berlalu-lalang. Kuminta salah satu pengunjung yang membawa kamera untuk memotretkan. Selepas itu, aku bergantian memotret rombongannya.
Mengabadikan diri kala senggang |
Puas berkeliling, aku kembali menuju kedai kopi tempat kawan rombongan bersantai. Mereka masih asyik berbincang sembari menikmati kudapan yang sudah dibeli. Aku turut menghabiskan kudapan sebelum kami pulang.
Seperti kedatangan, kami memesan dua mobil daring. Mengantarkan kami menuju Stasiun BNI City. Lalu menaiki kereta api bandara menuju Soetta. Perjalanan yang menyenangkan karena ini pertama kalinya aku menaiki kereta api bandara.
Kota Tua Jakarta memang ramai. Salah satu destinasi wisata untuk berlibur dengan keluarga tersebut terus ramai. Aku masih penasaran dengan tempat ini. Harapannya, suatu saat bisa kembali ke tempat ini dan menyusuri sudut-sudut bangunan yang tak terjamah olehku. *Jakarta; Rabu, 10 Juli 2019.
Wah main ke kota tua. Memang salah satu destinasi di Jakarta yang fardhu ain untuk dikunjungi adalah Kota Tua mas. Kalau weekend biasanya sangat ramai mas sampai sulit gerak. Mas sepertinya datangnya pas weekdays ya, kelihatannya Kota Tua nya tak terlalu padat pengunjung jadi bisa lebih bebas menjelajah berbagai sudut kota tua.
BalasHapusSemoga mas dan teman teman menikmati atraksi wisata di sana dan beroleh banyak foto foto menarik di Kota Tua
Iya mas, saya datang pas hari rabu, jadi lumayan sih. Tapi menurutku ini aja udah rame banget ahhahahaha. Kemarin ke sini untuk biar sah pernah dolan
HapusDari mau melipir KFC terus jadi ngopi dan nyemil itu beneran kenyang?
BalasHapusAku belum pernah ke Kota Tua, besok kalau mudik ke rumah mertua sesekali pingin ke sana, tapi kayanya panasnya kok nggak nguati yaa?
Kenyang urusan perut, kalo aku penting ngopi dan ngoceh ahahhahaha. Pecayalah, di sini kayak lagi sekaten hahahhhahah
HapusKok jd malu yaa, aku yg org JKT belum pernah ke kota tua hahahahah .. selalu mikir panasnya itu loh mas :D. Ga kuaaat... Tp kmrn temen2 banyak nulis ttg kota tua, trutama kuliner jadul yg mereka makan di restoran Deket situ. Lupa namanya.. jgn2 sama Ama tempatmu lagi.
BalasHapusItu niat bgt yaaa bayar si bapak cm utk ngumpulin burungnya hihihihi... Aku ga terlalu suka Ama merpati Krn takut pas mereka terbang kotorannya jatuh kena ke rambut gitu loh :D. Jd slalu jauh2 kalo udh liat merpati :D
Hahahahahha, aku ke sini gegara bingung meluangkan waktu selama di Jakut. Mau ke kedai kopi gak tahu arah, ajdi sekalian aja dolan ke sini biar nanti pulang agak santai. Gak kerasa udah setahun yang lalu
Hapuswah aku belum pernah kesini nih, tapi sering liat ulasannya baik itu di blog,youtube ato di tv, dan selalu rame yaaaa
BalasHapusBetul mas, di sini memang banyak banget yang pernah mengulas di blog maupun vlog. Menyenangkan :-)
Hapusbeberapa kali kalo ke jakarta selalu main ke stasiun jakarta kota, tapi belum pernah mampir ke kota tua, padahal deket. cuma ramenya itu rame banget ya, mas? haha
BalasHapusKalau akhir pekan jauh lebih ramai. Pokoknya kalau kamu ingat sekaten, begitulah ahahahhahah
HapusUdah berkali-kali ke Jakarta tapi belum pernah sempat ke Kota Tua. Kayaknya kalau nanti ke Jakarta lagi mau nyempetin ke sana deh haha. Btw itu yang berfoto latar burung kayaknya pernah liat juga di beberapa lokasi. Biasanya di belakangnya burung sama air mancur gitu. Jadi pengen juga punya foto latar kayak gitu wkwk
BalasHapusHahhahahha, di sini bisa loh foto bareng burung, tapi bayar. Kalau ada waktu banyak, bisa jelajah lebih dalam
Hapuskota tua sekarang semakin resik ... dan terus ditata.
BalasHapussaya mengalami jalan2 kesana dari saat kumuh seram terlantar sampai seperti saat ini, butuh proses yang lama dan panjang.
Di radius 500 meteran ada 4 museum, tapi sayang banyak yang tidak tahu jadi tidak banyak pengunjungnya.
Sebelum ke sini, sebenarnya saya suadh melihat-lihat museum, tapi tidak berani masuk waktu tidak panjang dan bersama rombongan. Pengen suatu ketika ke sini lagi dan menjelajah tiap museumnya, kang
HapusDuh saya belum sempat aja buat ke Kota Tua. Padahal saya cukup senang dengan wisata bangunan kolonial sebagaimana di Jalan Braga Bandung.
BalasHapusDi sini memang menyenangkan kalau orang yang datang itu mempunyai minat khusus di wisata bangunan kolonial.
HapusRindu ke Kota Tua. Dulu ngebolang sendirian dan mampir ke berbagai museum di sana. Seru juga :D
BalasHapusWahahahahha, ternyata tempat ini sering kamu jelajahi toh mbak. Gimana, ada sudut yang paling berkesan?
HapusDulu, saat masih di Jakarta, tiga atau dua minggu sekali mesti ke bawa anak-anak jalan-jalan ke Kota Tua ini, apalagi nginep di rumah Mama, yang nggak begitu jauh dari kawasan ini.
BalasHapusJadi pengen nulis juga tentang Kota Tua ini, mumpung punya foto meriam si jagur :)
Tulis mak, tulis. Mumpung masih pandemi, buat stok tulisan saja. Kan selama ini mau nyari konten lagi agak susah ahahhaha
Hapusbisa dibilang Kota tua Jakarta itu tidak pernah sepi. Selama pandemi corona, kawasan kota tua tertutup bagi wisatawan. Beberapa kali ke Kota Tua dan seringnya malah duduk lesehan sambil memesan kopi keliling. :D
BalasHapusPlus dengerin suara musisi jalanan ya mas hehehhehe. Di sini kalau sore mesti ramai, soalnya tidak terlalu panas
HapusTiap kali ke Kota Tua keluhannya masih sama, Puanasnya pol, dan sebagian pedagang yang masih kurang tertib. Mungkin kalau di pinggiran plazanya ada lebih banyak pohon bakalan lebih adem ya. Tapi secara umum sih progresnya udah jauh membaik dari hari ke hari.
BalasHapusBenar banget. Misalkan banyak pepohonannya pasti lebih nyaman. Tapi melihat tempat sebegini ramainya kadang bingung aku ahahhahah.
HapusJadi kangen ama Kota Tua.
BalasHapusTempat ini menjadi tempat yang pertama ku kunjungi saat jalan-jalan ke Jakarta untuk pertama kalinya dan rasanya kayak surga buat pencinta sejarah kayak aku. Soalnya ada banyak bangunan bersejarah dan museum di sini.
Kalo yang minat sejarah mirip abang memang tempat ini menyenangkan. Aku sendiri sebenarnya kurang puas karena tidak sepenuhnya menjelajah sudut-sudut di tempat ini
HapusWah kota tua, tempat wisata bersejrah yang selalu ramai diserbu setiap harinya. Pernah beberapa kali ke sini. Setahu saya, di area kotu (Kota Tua) ada salah satu tempat yang bagus untuk dijadikan spot foto. Namanya rumah akar atau apa gitu saya lupa lagi. Jadi ada bangunan di bagian belakang kawasan kota tua, nah di dalamnya ada pohon yang udah tua dan akarnya panjang kemana-mana. Bagus tuh untuk dijadikan foto.
BalasHapusGegara baca ini, jadi kangen main ke kotu. Tapi untuk sekarang masih belum berani wkwk
Wah, aku malah tidak menjelajah sampai ke bagian dalam dan tidak melihat pohon tersebut. Pengen ke sana lagi ahhahahaha
Hapusbalik lagi lah haha
Hapusapalagi sekarang di belakangnya ada tepat yang mirip-mirip di eropa gitu, tapi gak tau nama tempatnya.
Semoga, selepas pandemi bakal dolan lagi. Tiap tahun ada acara sih ke Jakarta dari kantor heee
HapusMeski mirip dg 0 km jogja.. Q nggak kuat panasnya kota tua. Kl di malioboro kn mayan teduh karena dibeberapa titik ada pepohonan. Hhh
BalasHapusDi sini bisa berteduh di antara gedung-gedungnya kok. Tapi ya ramai banget
HapusTernyata suasana sore di sana syahdu ya, Mas. Baru sekali ke sana, sudah lama, 2011 kayaknya, dan itu pun malam hari. Malam-malam banyak pemusik atau penampil jalanan di sana. Ada yang duet bawain lagu cover, ada juga beberapa yang pamer trik sulap. Sayangnya nggak nongkrong di kafe Batavia itu, padahal di sana konon ada live-music jazz, cuma sempat makan kerak telor aja di pojokan. :D
BalasHapusAku nggak sempat makan kerak telor, padahal ngidam banget hahahhahha. Kalau dulu mungkin jauh lebih nyaman ya mas
Hapuswah udah lama gak ke kota tua, selesai pandemi mau melepas kangen ah :D
BalasHapusSemoga pandemi lekas berlalu, sehingga geliat pariwisata kembali membaik
HapusAku kalo udah kelaperan di situ pilihannya antara ngesot pasrah ke Cafe Batavia yang walaupun mahal tapi deket dan adem, atau masuk ke Stasiun Jakarta Kota. Semoga ke depannya akan ada jalur pejalan kaki yang nyaman yang menghubungkan Stasiun Jakarta Kota dengan Kota Tua.
BalasHapusAku belum menjelajah jauh di tempat ini karena waktu terbatas. Tapi bisa lah kurencanakan ke depan.
HapusLooks really fun:) Regards:**
BalasHapusthanks for reading and visit in this blog :-)
HapusSayang nggak ketemuan di Jakarta mas @Sitam :-)
BalasHapusLain kali kalau ke KOTU lagi tak antar deh
Kapan-kapan diagendakan pak. Saya malah pengen macet-macet sepedaan di Jakarta heheheh
HapusAku aja berkali2 main di Kota Tua ga bosan tuh :D Rasanya ada kenikmatan tersendiri ketika berada di sana. Bisa gowes sepeda onthel, jajan2 camilan khas Jakarta, keluar masuk museum, dan masih banyak lagi. Yang aku penasaran sampai sekarang tuh yang museum berwarna merah tertutup untuk umum ya mas. Kira2 kapan dibukanya ya hehehe kayaknya ada rahasia terpendam.
BalasHapusOalah, ternyata malah sering dolan sini. Hehehehhe, kalau aku ini kali pertama ke Kota Tua, mbak. Ke Jakarta aja jarang, kecuali pas ada acara. Kemarin mau nyusur sekitaran sini tapi takut waktunya nggak cukup.
Hapus