Perjalanan Singkat Mengunjungi Air Terjun Kedung Kayang Magelang - Nasirullah Sitam

Perjalanan Singkat Mengunjungi Air Terjun Kedung Kayang Magelang

Share This
Air Terjun Kedung Kayang Magelang
Air Terjun Kedung Kayang Magelang

Perut sudah kenyang. Kuliner empal Bu Haryoko di Muntilan terpenuhi. Sesuai dengan rencana awal, perjalanan berlanjut menuju destinasi terakhir. Kami ingin mengunjungi Air Terjun Kedung Kayang. Lokasinya ada di Sawangan, Magelang. 

Aku cukup duduk santai di kursi belakang. Ardian yang menyetir sudah hafal lokasinya. Siang ini mahatari tak tertutup awan. Turun dari mobil, panas menyengat. Bergegas aku mengambil topi dan mengenakannya. Sementara itu Ardian mengikuti arahan pemuda setempat memarkirkan mobil. 

Arloji menunjukkan pukul 10.00 WIB, tapi cuaca di bulan ini sangat terik. Berlalu-lalang pengunjung yang menaiki sepeda motor. Mereka dapat parkir di dekat tempat loket. Mobil sudah terparkir di samping rumah warga, kami berjalan menuju pintu masuk air terjun. 

Air Terjun Kedung Kayang merupakan destinasi alam di Magelang. Tempat ini sebenarnya sudah sanagt dikenal para pecinta wisata alam sekitaran Jogja, Magelang, dan Semarang. Berbagai ulasan di blog banyak ditulis kawan-kawan bloger. Aku sendiri baru kali ini hendak mengunjunginya. 

Seingatku, pernah dua kali kawan dari Jogja mengajak ke tempat ini. Aku tidak pernah menyanggupi karena berbenturan dengan kegiatan yang lainnya. Di berbagai media sosial, foto Air Terjun Kedung Kayang identik dengan orang duduk di spot foto berlatarkan curug di bawah dan gunung merapi di atas. 

Loket di pintu masuk adalah bangunan mirip pos kampling. Bagian jendela tersemat puluhan sticker yang ditinggalkan pengunjung. Rata-rata tempelan dari pengunjung yang berkomunitas. Plang keterangan loket serta nama PT yang mengurusi asuransi juga terpasang. 

Di tembok, tempelan foto air terjun yang sudah terlaminating. Mungkin ini diperuntukkan para calon pengunjung yang penasaran dengan air terjunnya. Petugas di tempat loket menghitung rombonganku. Harga tiket masuk tiap orang sebesar 4500 rupiah. 
Tempat pembayaran loket
Tempat pembayaran loket

“Sekalian dengan parkir mobil?” 

Kami berdiskusi, lantas membayar tiket masuk dan parkir mobil. Petugas loket dan pemuda yang mengurusi parkir mobil sudah saling berkomunikasi. Tiket sudah di tangan, waktunya menyusuri jalan di kampung menuju air terjun. Selama perjalanan terlihat teras rumah yang dimanfaatkan menjadi warung. 

Jarak dari loket hingga air terjun tidak jauh. Kuturuni anak tangga, suara gemuruh air terdengar kencang. Pohon pinus menjulang tinggi. Sebuah pagar pembatas menjadi sekat. Warung-warung penduduk setempat diduduki pengunjung, mereka sambil menikmati mie instan. 

Mereka yang hanya ingin menikmati pemandangan air terjun cukup di sini. Melihat dari jarak yang tidak begitu jauh, hanya saja terbatas tebing curam. Pengunjung mencari spot yang tepat untuk mengamati air terjun dari kejauhan. 

Spot-spot foto laris manis. Pengunjung rela berfoto pada gardu pandang yang disediakan, lalu berpose sesuai keinginan hati. Pemandangan ini mengingatkanku dengan bertebaran foto di media sosial dengan objek yang sama. 
Pohon pinus di sekitar air terjun
Pohon pinus di sekitar air terjun

Meski hari ini cerah, tak tampak Gunung Merapi di atas air terjun. Kabut menutupi, aliran sungai dari atas tak deras. Berbeda dengan air yang menghujam ke bawah. Suaranya benar-benar menggetarkan. Aku memisah dari rombongan, menyempatkan untuk memotret. 

Di atas, tepat pada aliran sungai tampak sebuah tenda kecil terpasang. Anak kecil ditemani bapaknya bermainan air. Mata lensa tak dapat mengabadikannya. Berhubung aku hanya menggunakan lensa 35 kit, kucari objek lainnya yang menarik perhatianku. 

Air Terjun Kedung Kayang curahan airnya melimpah. Konon tempat ini menjadi spot populer para pencari foto lansekap. Idealnya memotret di tempat ini kala pagi. Semburat cahaya pagi selaras dengan penampakan gunung di belakangnya. Tentu pemandangan tersebut kombinasi yang sempurna. 

Aku membidik seadanya, lalu bergabung dengan rombongan di salah satu warung warga setempat. Tidak banyak yang kami lakukan, kami hanya melepas lelah sembari menikmati suara gemuruh air dan hawa yang sejuk. Lengkap dengan teh panas yang kami pesan. 
Pemandangan air terjun dari gardu pandang
Pemandangan air terjun dari gardu pandang

Turun ke Aliran Sungai di Air Terjun Kedung Kayang 

“Kalau capek, tidak perlu turun sampai air terjun,” Ardian mengingatkan. 

Aku meyakini fisikku masih cukup prima untuk menyusuri jalur pejalan hingga tepat di bawah air terjun. Pagi tadi sudah menaiki jalur ke Punthuk Setumbu dan Bukit Rhema, semuanya masih teratasi dengan baik. Sebelum ke sini, aku sudah membaca ulasan di Local Guide jika akses ke bawah lumayan panjang. 

Dua teman perempuan hendak turun, mereka penasaran pemandangan dari bawah. Sebenarnya aku tidak ada niat untuk turun, lebih asyik menikmati teh panas dan gorengan. Melihat dua teman yang memutuskan turun, aku mengikuti mereka. 

Jalur dari atas tampak biasa, hanya sebuah turunan yang jalannya lumayan luas. Hingga akhirnya jalan berganti cor dengan tiap sisi tumbuhan semak. Plang imbauan agar tidak ke sana sewaktu hujan kubaca. Jalur berubah menjadi setapak dan pastinya licin saat musim penghujan. 

Di musim kemarau seperti ini, jalur yang kulewati cukup aman, tapi tetap harus hati-hati. Sementara saat musim hujan, ikuti imbauan. Jangan sampai kita turun, terlebih jika cuaca tidak mendukung. Aku berpapasan dengan pengunjung lain yang sudah pulang dari bawah. 

Jalan setapak ini tidak sepenuhnya bagus. Untuk sampai di tepian aliran sungai, aku harus melewati beberapa bongkahan batu. Dua temanku masih di belakang, kutunggu mereka tepat di aliran sungai. Siang ini banyak anak-anak bermain air dengan pengawasan orangtuanya. 

Aliran sungai yang agak jauh dari tempat air terjun arusnya tidak deras. Kedalaman sebetis orang dewasa. Di sini menjadi tempat favorit anak-anak bermainan air. Raut-raut jawah gembira akhir pekan bersama teman maupun keluarga. 
Aliran air di bawah air terjun
Aliran air di bawah air terjun

Musim sekarang memang alirannya tidak deras. Airnya juga bening. Berbeda dengan waktu musim penghujan. Aliran air di sungai ini berwarna kecoklatan dan tidak diperbolehkan untuk bermain air karena arus menjadi lebih deras. 

Sepanjang perjalanan menuju bawah, cukup banyak sampah yang bertebaran. Ini menjadi masalah bersama. Setiap pengunjung harus berdamai dengan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan. Atau malah meninggalkan sampahnya di antara bebatuan. 

Dua temanku berhenti sesaat, sepertinya mengambil nafas dan mengumpulkan tenaga. Untuk mencapai air terjun, kami harus menyeberangi sungai ini. Ada jalur yang tidak bisa diterobos dan membuat wisatawan menyebarang. 

Dibantu beberapa pengunjung yang lainnya, aku dan kedua temanku menyeberang. Setelah semuanya berhasil, perjalanan berlanjut. Suara gemuruh air makin kencang. Pun suara teriakan muda-mudi yang bersuka ria di bawah air terjun. 

Aku lupa mengganti lensa 35 mili ke lensa kit, sehingga tidak bisa memotret air terjun dari dekat. Selain itu, aku juga tidak mempersiapkan diri dengan membawa tripod mini. Kuabadikan air terjun yang menjulang tinggi itu dari bongkahan bebatuan. 

Pengunjung yang sampai di bawah didominasi muda-mudi dan remaja. Fisik mereka masih sangat kuat untuk melewati jalur yang lumayan jauh. Bebatuan besar tersebar di sekitar air terjun. Muda-mudi sendiri asyik berswafoto. Mereka mengabadikan momen bersama. 

Empasan air yang terbawa angin menerpa wajahku. Padahal tempatku duduk lumayan jauh dari air terjun, tapi tetap saja terkena air. Beberapa kali kaca lensa juga terkena air, ini yang membuatku tak berani mengganti lensa. Aku diam diri, menikmati waktu sesaat di sini. 

Lepas kedua kawanku berfoto, kami langsung balik. Ini menjadi waktu terpendek aku di destinasi. Biasanya jika datang ke air terjun, aku bakal berlama-lama. Kami bertiga kembali melintasi jalur yang sama. Kali ini rasanya lebih capek karena jalur menanjak. 
Memotret air terjun Kedung Kayang
Memotret air terjun Kedung Kayang

Salah satu kawan tampak keletihan. Aku harus berjalan dengan jarak aman, sehingga dapat memantau dan menunggunya hingga sampai di atas. Bagi orang yang tidak terbiasa jalan kaki atau sedang kurang bugar, tidak aku rekomendasikan untuk turun. 

“Pak, lokasi air terjunnya jauh dan jalan agak licin. Mungkin bapak menonton dari tempat-tempat yang disediakan saja,” Pintaku kala melihat seorang lansia yang hendak mengikuti dua putri remajanya untuk turun. 

Beliau berhenti mengatur nafas, lalu memanggil dua gadis yang di depannya. Mereka berdiskusi, sesekali bapak tersebut melirikku. Pada akhirnya beliau mengambil jalur yang bisa melihat air terjun dari tebing. Bagiku, beliau mengambil keputusan yang bijak. 

Pemandangan yang lainnya pun terekam. Sepasang keluarga yang membawa dua anak kecilnya hendak turun. Kami berpapasan di jalan sebelum turunan curam yang ada warung di atasnya. Sesaat aku duduk menunggu kawanku, pasangan keluarga tersebut berbalik arah. Dia tidak yakin bisa membawa dua anak kecilnya sampai aliran sungai. 

Berbeda dengan anak-anak keci yang berumuran sekitar 8-10 tahun. Mereka seperti warga setempat. Berpakaian basah serta sandal jepit di tangan. Rombongan anak kecil berjumlah lima orang ini berlarian menyalip para wisawatan. Fisik mereka sudah teruji sejak dini. 

Begitu kawan yang di bekalang sudah di jalan besar dan aman, aku bergegas menuju warung. Di sana, rombongan yang lainnya masih asyik istirahat sembari menikmati makanan. Aku memesan teh, lalu bergabung ngobrol santai. Mengagendakan plesiran di masa mendatang. *Air Terjun Kedung Kayang; Minggu, 05 Mei 2019.

30 komentar:

  1. Wah mas airnya jernih banget, sepertinya air terjunnya belum banyak dikunjungi orang yah. Tempat tempat wisata potensial ini, semoga bisa dikelola dengan baik ya, plus masyarakat juga belajar tidak buang sampah plastik sembarangan saat berkunjung. Thank sudah sharing mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini salah satu ari terjun yang memang terkenal di Magelang, aksesnya pun mudah. Memang untuk kebersihan harus menjadi kesadaran bersama

      Hapus
  2. air nya bersih, bebatuannya nampak menggoda, tapi memang sayang ya pengelolaan sampah masih buruk. harapannya semoga untuk urusan sampah diperhatikan, misal dengan melarang membawa makanan yg dibungkus. biar pengunjung tidak gampangnya mengotori. secara tempat ini cantik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sampah itu menjadi tanggungan bersama. Pengunjung pun harus aktif berperan membuang sampah pada tempatnya

      Hapus
  3. Sekarang memang serba singkat ya kalo mau kemana-mana, hehe..
    Btw, tempatnya teduh bingits 😍 harus rela berkunjung singkat ya mas, hiks..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Singkat tapi kudu tetap dinikmati, ya begitulah. Minimal tidak sekadar untuk foto instagram saja haahhahah

      Hapus
  4. Wo ini serangkaian sama yang Bukit Rhema to?
    Aku pernah beberapa kali mengajak temenku yang rumahnya Muntilan ke sini, tapi ditolak dengan alasan air terjunnya ga terawat dan banyak orang pacaran. Haha, akhirnya sampai saat ini aku belum kesampaian ke sini e Mas. View dari atas, kalau Merapi pas cerah kayanya yahud.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ini satu rangkaian kok.
      Di sini terawat kok, mungkin kawanmu tidak kuat kalau ada yang berduaan foto-foto hahahahha.
      Betul, pas cerah dan pagi bisa lihat puncak gunung dari sini.

      Hapus
  5. Ga prnh bosen yg namanya wisata air terjun. Apalagi kalo airnya deres gini ya mas. Aku rela deh datangin Medan yg sulit sekalipun kalo ujung2nya bisa liat air terjun yg bagus :D.

    Paling suka sebel kalo jalannya udh jauh trus debit airnya malah seuprit :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengalaman menyesakkan sih kalau dapat air terjun yang seumprit hahahahha. Kupernah juga mengalaminya

      Hapus
  6. Ini bagian bawah air terjunnya berarti berupa sungai gitu atau kaya semacam embung gitu mas?

    Sayang juga ya kalau masih banyak yang buang sampah di mana-mana. Objek wisata kita persoalannya selalu ga jauh-jauh dari sampah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sampah memang menjadi masalah klasik, karena kesadaran kita masih rendah. Semoga ke depannya kesadaran kita jauh lebih bagus

      Hapus
  7. wahh aku juga belom pernah ke sini huhu. sering ngeliat seliweran di instagram padahal.
    air terjun begini paling aku suka, bisa dipake buat mandi. hahaha,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Woalah, ndang budalkan. Kan dekat dari Jogja, tinggal kejapin mata udah sampe

      Hapus
  8. Air terjunnya menggoda banget, lihat fotonya aja bikin pengen mandi di bawah air terjun, atau kalo bahaya ya main air di aliran sungainya.

    Aku tinggal di Semarang tapi belum nyampe ke Kedung Kayang nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kudu diagendakan, kalau bisa jangan pas musim hujan, agak perjuangan ke bawah dan cenderung licin.

      Hapus
  9. aksesnya mirip air terjun sipisopiso di danau toba, harus turun dulu, emang nyiksa pas naik.. tapi waktu itu aku gak sampai ke dasar, banyak bgt tangganya dan tubuh lagi ngga siap wkwk..

    aku juga suka bgt trekking2 gini, asal dari awal sudah diniatkan, air minum dan makanan cukup, langsung gaaas.. udah setahun ngga trekking ke air terjun..

    -traveler paruh waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kah? Aku loh kepikiran Sipiso-piso terus hahahhahaha. Konon air terjun itu salah satu yang tertinggi di Indonesia

      Hapus
  10. Aku pernah ke Kedung Kayang tahun 2007 kalau nggak salah. Apa 2008 ya? Masih sepi dan belum terawat. Main-main di bawah air terjunnya. Dulu datang waktu musim kemarau, jadi airnya nggak terlalu deras. Jadi pengen napak tilas ke tempat ini lagi euy.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu pas kuliah diajak pak presiden ardian ke sini, cuma aku orangnya waktu itu suka tiduran aja ahahhahaha.

      Hapus
  11. klo pas kemarau gini enak tuh main basah basahan di aliran air terjunnya, aman lah buat anak anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mas, jadi curahan air tidak meluap seperti waktu musim hujan

      Hapus
  12. Wahhh keren banget mas pemandangannya baik dari atas ataupun dari bawah, nahhh bagi yang tidak kuat untuk turun dari atas juga sudah lumayan memuaskan.. Saya mengunjungi air terjun terakhir arah ke semarang gitu, lumayan sih gede dan ada versi kecilnya juga.. Kalau yang ini sepertinya agak mendingann, apalagi dibawah ada batu batu besar yang menghiasan air terjunnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau nggaj kuat memang lebih nyaman santai di depan warung sambil menyesap minuman. Toh yang penting suasananya hahahahha

      Hapus
  13. Air terjun dengan latar gunung, kalo nggak kabut, pasti indah banget tuh Mas.

    Berwisata ke air terjun emang butuh kesiapan fisik juga sih Mas, soalnya rata-rata pasti melewati jalanan menurun untuk sampe ke sisi air terjunnya.

    Jadi kalo fisik nggak siap, baiknya melihat dari sisi atas aja, karena kebanyakan air terjun juga indah kalo dilihat dari sisi atas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget, fisik memang paling utama.
      Biasanya air terjun identik dengan fisik ahahahahha

      Hapus
  14. Turunnya enak banget, Mas, di Kedung Kayang ini. Naiknya PR. :D Abis baca postingan ini, saya mikir keras buat mengenang perjalanan ke Kedung Kayang. Pernah sekali ke sana tapi lupa sama siapa, antara kawan kuliah atau kawan kos... sepuluh tahun yang lalu. :D Duh, waktu ternyata cepat sekali berlalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahah, sepuluh tahun lalu bisa kubayangkan licinnya jalur ke bawah. Pas kuliah juga pernah diajak ke sini, cuma aku orangnya jarang mau keluar waktu itu

      Hapus
  15. Saya seing ngomel-ngomel ke istri saya karena tidak tahu lokasi wisata Magelang, lihat ini pasti nanti saya ngomel lagi. Orang Magelang tapi tidak tahu lokasi wisata magelang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe, kabupayen magelang itu luas, jadi banyak sudut yang kadang tidak kita ketahui

      Hapus

Pages