Spot foto sepeda di Plunyon Kalikuning |
Jembatan panjang di Plunyon Kalikuning ramai disambangi wisatawan. Mereka mengabadikan diri menggunakan gawai maupun kamera. Hampir di setiap batas pagar sudah dipenuhi wisatawan, aku terus mengayuh sepeda hingga ujung. Menyibak di sela-sela keramaian pengunjung.
Plunyon Kalikuning mendapat keuntungan tersendiri karena salah satu lokasinya dijadikan spot pada salah satu film horror Indonesia. Film tersebut digandrungi penonton hingga tembus lebih dari 7 juta penonton. Efeknya, tempat ini melejit tinggi.
Dua jam sebelumnya, aku masih sibuk mengingat-ingat rute sewaktu gowes ke Kopi Merapi. Meski samar, ingatanku sedikit demi sedikit muncul. Blusukan dari jalan cor menuju Ledok Sambi, Desa Wisata Pentingsari, hingga melintasi lahan penuh dengan kandang ayam.
Setibanya di jalan besar, aku langsung membelokkan sepeda ke kanan, mengikuti jalan yang menurun, kembali belok kiri, lantas tembus di jalan utama. Di depan sudah tampak pangkalan Jeep, plang petunjuk arah Plunyon agak tersamar di seberang jalan.
Kurang dari 2 kilometer lagi aku sampai di gerbang utama Plunyon Kalikuning. Pagi ini sudah banyak kendaraan roda dua hilir mudik. Sepertinya Plunyon ramai pengunjung. Tatkala sampai di area parkir, kendaraan roda dua sudah penuh tertata rapi.
Jalur jalan cor di sekitaran Pakem |
Tiga sepeda beriringan masuk ke area portal Plunyon. Pengunjung lainnya berjalan kaki, parkiran menjadi batas kendaraan bermesin berhenti. Di sisi kiri, dua petugas yang kemungkinan Taman Nasional Gunung Merapi sedang membersihkan sampah.
Tebing menjulang sisi kiri tampaknya ada yang longsor, meski hanya sedikit. Dua petugas ini sibuk bekerja, kami melintas dan menyapa layaknya kebiasaanku saat melintasi sekumpulan warga yang sedang bekerja bakti. Kebiasaan yang terus aku pertahankan selama di sini.
Tepat di tempat pembayaran tiket, dua kawanku berhenti. Mereka membayar tiket masuk. Setiap pengunjung wajib membayar tiket masuk ke Plunyon. Kali ini tiket masuk ke Plunyon 14.000 rupiah. Sebenarnya kami bertiga harus membayar 42.000 rupiah, tapi dari petugas TNGM, kami hanya diminta membayar 28.000 rupiah.
Bisa jadi petugas TNGM memberikan diskon ke rombongan kami karena kami ke sini bersepeda. Tiket dari penghasilan kunjungan wisatawan di Plunyon ini nantinya langsung direkap petugas hari itu juga, serta dikirimkan ke pusat.
Sampai di Jembatan Plunyon Kalikung |
“Terima kasih, pak,” Ucapku sembari mengayuh pedal sepeda.
Niat hati ingin berhenti di ujung jembatan yang memang sedang viral, sepertinya tidak bisa berfoto karena banyak wisatawan. Ketiga sepeda menyibak di tengah jembatan, melintasi para wisatawan yang sibuk berkumpul dan mengabadikan diri.
Di bawah sana, spot foto berlatarkan jembatan Plunyon dengan Gunung Merapi masih ramai ditempati. Gunung Merapi sendiri tak tampak, mendung menyelimuti gunung yang biasanya terlihat gagah dan berkharisma.
Di Plunyon ada dua jembatan penghubung. Satu jembatan utama yang panjang dan ramai oleh wisatawan, tak jauh dari ujungnya juga ada satu jembatan lebih pendek yang di bawahnya aliran sungai. Kami menyusuri jalanan yang sudah ada hingga ujung.
Ramainya pengunjung ternyata sampai di batas ujung jembatan, bahkan di jalan setapak yang sisi kiri terdapat selokan kecil untuk irigasi ladang warga setempat pun ramai. Sisi kanan merupakan jurang, di bawah aliran sungai tak dalam. Bebatuan besar bersebaran.
Ini kali pertamanya aku berkunjung ke Plunyon. Padahal, beberapa tahun sebelum pandemi, aku sering diajak bersepeda ke destinasi ini, namun kutolak dengan berbagai alasan. Bahkan, beberapa kawan pun mengajak untuk kamping.
Selokan yang berisi air penuh mengalir deras. Jalan setapak ini harus meniti bagian selokan, jangan sampai terpeleset agar tidak terjerembab di selokan. Di sini, lansekap yang terlihat adalah tebing tinggi bersama jurang sungai berliku.
Mengambil foto di sudut lain Plunyon Kalikung |
Seorang warga setempat meniti di perbukitan, beliau mengambil rumput untuk pakan ternak. Sepeda motornya terparkir tak jauh dari tempat kami duduk santai. Ujung jalan ini sampai pada bongkahan batu dan semacam tempat pengatur aliran air.
Beberapa wisatawan asyik bermain air di sungai, ada pembatas sungai di ujung sana. Sementara aku dan dua kawan asyik bersantai melepas lelah. Kami duduk santai bersender bongkahan batu, membiarkan wisatawan berlalu-lalang di depan kami.
Obrolan kami seputar kuliner, ada beberapa opsi kuliner yang bisa disantap sembari jalan pulang. Puas bersantai, kami hendak melanjutkan perjalanan. Tujuan kami selanjutnya arah jalan pulang. Kami ingin bermain air di Tuk Bulus Balong.
Jembatan Plunyon masih ramai. Bahkan aku tidak sengaja sempat menyenggol sekumpulan remaja yang asyik berbincang di pinggir tengah jembatan. Aku sudah mengambil jalur agak menepi, tapi salah satu dari rombongan bergeser mundur.
Dibanding tadi pagi, sekarang sudah mulai agak berkurang. Mungkin nanti menjelang siang kembali ramai. Kuminta kawan untuk memotretku sembari bersepeda. Tak mungkin bisa memotret tanpa bocor wisatawan. Setidaknya di belakang tak terlalu ramai.
Berbaur dengan wisatawan lain di Plunyon Kalikuning |
Kutunggu waktu yang tepat, tapi tak kunjung datang. Bergegas aku mengayuh pedal, dan kawan sudah siap membidik dari ujung jembatan. Berkali-kali kawan mengabadikan dengan harapan mendapatkan foto yang bagus tanpa banyak orang berlalu-lalang di belakang.
Selain berfoto di tengah jembatan Plunyon, salah satu spot foto paling populer di sini tentunya berfoto di bawah jembatan. Nantinya yang terlihat adalah penyanggah jembatan serta Gunung Merapi jika sedang cerah.
Aku belum beruntung, gunung Merapi tertutup kabut. Tak masalah, yang penting sudah berfoto di spot populer tersebut. Untuk berfoto di sini tanpa ada bocor wisatawan yang lain tentu harus sabar menanti dan bergantian.
Tuntas sudah keinginan berfoto di salah satu spot foto yang populer di Jogja. Sebenarnya di sekitaran sini masih banyak spot yang bagus untuk disambangi sembari berfoto, tapi cukup mengagendakan di lain waktu.
Berfoto di spot favorit pesepeda saat di Plunyon |
Fenomena populernya Jembatan Plunyon ini bisa menjadi langkah awal kebangkitan pariwisata di Jogja yang sempat sepi saat pandemi. Tentu semua ini harus disokong dengan masyarakat sekitar yang lebih baik, karena sempat ada beberapa kasus oknum yang tersebar di berbagai media sosial terkait pariwisata di sekitar sini dan kurang elok.
Selain itu, semua orang harus saling kompak menjaga kebersihan. Jangan sampai kepopuleran Jembatan Plunyon membuat wisatawan menjadi lupa dan membuang sampah sembarangan. Kita jaga bersama kebersihan destinasi wisata di manapun.
Lepas bersantai di tulisan Plunyon, kami meninggalkan Pluyon. Tak lupa menyapa dan mengucapkan terima kasih pada petugas yang berjaga, serta menyap petuga TNGM yang masih sibuk membersihkan area jalan masuk. Sementara itu, di area parkir sudah kembali ramai.
Tiga sepeda melaju kencang melintasi jalan yang menurun. Konvoi jeep membawa penumpang naik ke sekitaran Kaliurang makin ramai. Sebuah tanda kabar baik untuk geliat pariwisata Jogja dan sekitarnya. *Plunyon; Sabtu, 21 Mei 2022.
oh ini toh yg viral gara gara film horror itu. btw suasana / hawa disana gmana mas? ada kesan horor nya gak?
BalasHapussayang sekali sang Merapi tak nampak ya
Iya mas, yang sempat ramai.
HapusKalau aku sih biasa aja ahhahahah
duh pemandangannya hijau-hijaunya bikin adem, panjang juga iya itu jembatan plunyonnya
BalasHapusSeru mas, karena memang tempatnya asyik buat gowes hahahahahha
Hapusbagus juga ya suasananya, cocok tuk wisata yang suka suasana adem.
BalasHapusSpot jembatannya juga terlihat dramatis pasbila latar belakang gunung merapinya ga ketutupan kabut
kalau masalah kebersihan dimanapun memang harus dijunjung tinggi, supaya kawasan wisata tetap enak dipandang
Kalau ke Jogja bisa dolan ke sini, mbak. Asyik kok tempatnya
HapusSemoga bisa aku datangin pas Agustus ke Jogja ntr. Berharap bangettttt cuaca lagi bagus, ga hujan. Apalagi Krn aku bakal sewa motor mas. Jadi udah kuatir aja kalo jalan2 hujan 😅.
BalasHapusTapi rame Mulu jembatannya Yaa.. yg kayak gini nih bikin mikir dulu, mau datangin atau ga 🤣. Aku Ama temenku memang LBH suka tempat yg sepi
suasana pas di jembatan kesannya seperti di mana gitu,seperti di luar negeri. Tapi menurutku agak mistis sih
BalasHapusHehehhee, sebenarnya tidak mistis kok. Cuma karena mendung saja, jadinya seperti ini
HapusMasya Allah mas Sitam ini orangnya kurus tapi kuat bener gowes menjelajah ke sana kemari :D AKu udah nonton videonya, seruuuu amat yach! Spot jembatan seperti ini mesti dimampirin kita2, asri dan indah banget pepotoan di sini mas.
BalasHapusGak sempat gemuk karena gowes terus, mbak hahahahahah
Hapusfoto dibawah jembatan itu keren bener .... ngga aneh kalau jadi salah satu spot favorit foto.
BalasHapusbtw ... jembatan itu kesannya sudah lama banget ya ... seperti buatan jaman Belanda
Benar kang, banyak pesepeda yang suka berfoto di bagian bawah. Terlebih kalau merapi tampak jelas
Hapus