Aktivitas masyarakat memilah sampah |
Perjalanan masih cukup panjang, spot selanjutnya adalah tempat pengelolaan sampah yang ada di desa wisata Sumberharjo. Kami nantinya diajak melihat bagaimana sampah-sampah yang ada di desa ini dikelola oleh masyarakat setempat.
Beberapa tahun yang lalu, kita tidak asing dengan istilah Bank Sampah. Sebuah ide dari orang-orang yang peduli dengan sampah untuk dapat dikelola dengan baik. Sekarang, banyak tempat sudah menerapkan adanya bank sampah. Pun dengan desa wisata Sumberharjo.
Matahari mulai terik, kami terlalu lama di salah satu titik kumpul yang memang ada acara diskusi. Perjalanan berlanjut, kami diajak menuju Puspa. Puspa sendiri akronim dari Pusat Pengelolaan Sampah. Puspa Argabima ini menjadi salah satu tempat sentral untuk pengelolaan sampah desa.
Kukira, perjalanan bakal lumayan panjang. Rasanya baru naik sepeda sebentar, mengikuti jalan kampung, melintasi area pemakaman umum, lantas berhenti. Sebuah plang informasi lokasi Pusat Pengelolaan Sampah yang dibuat oleh mahasiswa KKN UGM 2022.
Lokasi Pusat Pengelolaan Sampah di Desa Wisata Sumberharjo |
Jika diukur dari titik sebelumnya, mungkin jaraknya kurang dari 1 kilometer. Tempat pengelolaan sampah ini mempunyai halaman yang luas. Bangunannya pun tak besar. Kalau tidak salah, hampir semua bangunan terbuat dari baja ringan.
Di sinilah pusat pengelolaan sampah yang digerakkan masyarakat desa wisata Sumberharjo. Sebuah usaha yang patut kita apresiasi. Di tengah banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan sampah, desa wisata Sumberharjo berusaha mengelola sampah di lingkup desa.
Ada sekitar delapan warga setempat yang sibuk memilah-milah sampah, memisahkan sampah organik dan anorganik. Buntalan karung sudah dipenuhi sampah plastik yang didominasi botol air minum. Semuanya dimasukkan sesuai dengan kategorinya.
Ibu-ibu ini bekerja di sela-sela kesibukannya. Seluruh sampah anorganik dijadikan satu, nantinya ada mobil yang menjemput untuk diangkut. Tidak tiap hari mobil yang mengambil. Tapi mereka sudah tahu jadwal pengambilannya.
Uang hasil pengumpulan sampah anorganik dibuat untuk membeli kebutuhan di tempat pengelolaan sampah. Bekerja seperti ini memang dibutuhkan kemauan tiap masyarakat, karena ini bukan pekerjaan yang mendapatkan bayaran. Mereka saling membahu untuk sukarela demi kebersihan lingkungannya.
Masyarakat memilah-milah sampah organik dan anorganik |
Sementara untuk sampah organik bisa langsung dikelola lebih mudah. Seperti di Omah Maggot Jogja, di sini juga ada tempat budidaya Maggot. Sampah-sampah organik diurai belatung-belatung yang dibudidaya. Sementara itu, untuk maggotnya sendiri dijual dengan harga 10.000 rupiah tiap satu stoples.
Aku terus melihat kesibukan para ibu yang memilah sampah anorganik. Bisa dibayangkan seberapa banyaknya sampah yang menumpuk setiap hari di Indonesia. Sementara dalam lingkup desa, aku melihat banyak sampah yang dikumpulkan.
Secara mendasar, kita mengenal jenis sampah ada lima jenis. Mulai dari sampah organik, sampah anorganik, sampah kertas, sampah bahan bahaya dan beracun, hingga sampah residu. Keseluruhan ini mempunyai penanganan dengan cara yang berbeda.
Tak jauh dari tempat pengelolaan sampah, ada dua tungku buatan besar untuk membakar sampah residu. Sampah residu ini bermacam-macam jenisnya. Salah satu yang paling sering kita temukan di masyarakat tentunya popok ataupun Styrofoam.
Bapak yang mendampingi kami menjelaskan prosedur pembakaran sampah residu. Bentuk tungku untuk membakar pun sudah didesain sedemikan rupa. Bahan yang digunakan adalah tong besar yang ditumpuk menjadi dua, bagian bawah dilubangi untuk menaruh sampah, serta atas ditambahi cerobong agar asapnya tak menyebar.
Tempat pembakaran residu sampah |
Usai dari melihat proses pengelolaan sampah di desa wisata Sumberharjo, kami diajak berkeliling lagi menuju tempat warga melihat bagaimana alur Bank Sampah di desa berjalan. Tujuannya agar rombongan tahu dari mana asalnya sampah-sampah yang tadi didapatkan.
Di salah satu rumah warga, terlihat ibu-ibu sedang berkumpul membawa plastik. Mereka menunggu antrean di dekat timbangan gantung. Dua ibu sibuk menghitung berat benda yang ada di dalam plastik, lantas melaporkan pada ibu yang lainnya.
Ibu yang lainnya mencatat berapa banyak sampah yang dibawa serta jenis sampahnya. Mereka membagi beberapa kategori sampah, termasuk ibu-ibu yang membawa besi bekas seperti paku dan yang lainnya. Semua dicatat dan disesuaikan dengan panduan yang dibawa.
Sepertinya agenda penyetoran ke bank sampah dijadwal. Antusias para ibu yang menyetor sampah pun besar. Cara kerjanya seperti kita sedang menabung. Menimbang sampah bawaan dengan mencatat jenisnya, serta petugas bertugas merekap tiap penyetor.
Bank sampah di desa wisata Sumberharjo |
Nantinya sampah yang terkumpul diangkut pengepul. Uang hasil penjualan sampah itu dikembalikan ke masyarakat. Dengan konsep seperti ini, diharapkan tiap warga di desa bisa memilah-milah sampah sesuai dengan kategorinya.
Tujuan utama adanya bank sampah adalah reduce, reuse, and recycle. Masyarakat diajak untuk menangani sampah bersama dengan cara mengurangi penggunaan yang menghasilkan sampah, menggunakan ulang, serta mendaur ulang sampah.
Di Indonesia, sampah memang menjadi permasalahan yang belum menemukan solusi. Banyak permasalahan awalnya dari sampah. Kasus TPS yang sudah tidak bisa menampung sampah, hingga lainnya. Semua menunggu adanya tindakan yang tepat.
Petugas mencatat setoran sampah dari masyarakat |
Adanya bank sampah seperti di desa wisata Sumberharjo ini diharapkan agar masyarakat makin peka untuk mengurangi penggunaan sampah khususnya yang anorganik. Sedikit demi sedikit mengedukasi masyarakat dengan adanya program bank sampah dan pusat pengelolaannya.
Semoga di desa-desa yang lainnya juga program bank sampah berjalan dengan baik. Bukan tidak mungkin, suatu saat masyarakat kita makin peka dengan sampah, serta lebih paham bagaimana prosedur pengelolaan sampah di tempatnya masing-masing.
Aku antusias dengan dua kunjungan ini. Secara tidak langsung, aku belajar untuk mengetahui bagaimana alurnya, proses pengelolaannya, serta penanganannya. Siapa tahu nantinya di daerahku ada bank sampah. *Jelajah Wisata Hijau Sumberharjo; 12 Maret 2023.
wah kalau masing masing desa bisa mengolah sampah seperti ini, mantap nih, setidaknya permasalahan terkait sampah bisa berkurang. dan ada nilai ekonominya juga
BalasHapusTerobosan yang patut ditiru tiap desa, mas. Terutama desa-desa yang bersinggungan dengan pariwisata
Hapusandai saja tiap desa ada bank sampahnya,,,
BalasHapusKalau ada tiap desa tentu kita bisa jauh lebih peka dengan sampah, mas
HapusKadang makin serem kalo ngeliat sampah2 di TPS yang menggunung 😅. Dan efek dari sampah itu sendiri ke iklim yg semakin panas. Aku pun seneng kalo semakin banyak bank sampah seperti jni mas. Krn memang udah waktunya orang2 belajar utk memilah sampah supaya bisa lebih dimanfaatin. Jgn sampai merusak alam dan iklim.
BalasHapusKalau di Jogja, melintas di sekitaran Piyungan bakal lihat bagaimana gunungan sampah, mbak
Hapusorang-orang kayak mereka ini layak buat diapresiasi lebih deh rasanya. tadi pas baca aku juga inget pas mas sitam kunjungan ke omah maggot terus kayaknya punya usaha bank sampah + omah maggot bisa oke banget nih
BalasHapusSudah seharusnya memang begitu. Mereka mengedukasi tiap orang untuk perhatian dengan sampah
HapusSalut sama desa yang sudah mengembangkan pengolahan desa secara mandiri seperti ini. Mulai dari memilah sampah, hingga bank sampah. Sampah yang dihasilkan selalu banyak, tapi sering terpusat di pemda. Tapi dengan pemberdayaan ini, sampah bisa bisa dimanfaatkan dengan baik.
BalasHapusMisalkan di semua desa wisata bisa bergerak seperti ini, tentu menjadi hal yang menyenangkan.
HapusAh senangnya melihat sampah terkelola dengan baik. Kesadaran masyarakat disana terbentuk dengan baik, jadi penasaran apa faktor pendorong yang membuat warga tergerak menyetor sampahnya dan penyemangat para pelaku bank sampah. Ada ribuan bank sampah di Indonesia tapi sepertinya tidak semua bisa berlanjut
BalasHapusAdanya bank sampah dan inisiatif masyarakat untuk menggerakkan agar mereka dapat menyetor di tempat ini sebagai salah satu yang menyebabkan mereka tergerak untuk setor sambah anorganik
HapusKeren ini desanya, Mas. Saya tertarik sama plang di sana. Apakah anak-anak KKN yang merintisnya, Mas? Atau mereka cuma melakukan plangisasi di sana? Kalau mereka yang bikin dan kegiatannya diteruskan oleh warga setempat, program mereka berhasil sekali.
BalasHapusTulisan Mas Sitam ini entah kenapa pas sekali terbitnya. Beberapa hari ini saya sering lihat berita soal carut marut pengelolaan sampah. Bentuk pengelolaan seperti ini sepertinya bisa jadi contoh, meskipun mungkin cuma bisa terselenggara dengan baik di daerah-daerah yang masyarakatnya masih komunal. Di daerah urban yang masyarakatnya sudah individualis agak susah sepertinya.
Bank sampah seperti ini biasanya sudah ada dan diinisiasi oleh masyarakat setempat, mas. Kemungkinan mahasiswa ikut berpartisipasi ketika mereka KKN. Di banyak desa, program bank sampah sudah berjalan dengan digerakkan oleh warga desa itu sendiri
HapusMelalui bank sampah, masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam penanganan sampah dengan cara yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Selain itu, bank sampah juga dapat memberikan manfaat ekonomi dengan memberikan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan melalui proses daur ulang.
BalasHapusDengan adanya bank sampah dan kesadaran masyarakat, diharapkan jumlah sampah yang dihasilkan dapat berkurang, penggunaan ulang barang-barang bisa lebih ditingkatkan, dan tingkat daur ulang sampah dapat meningkat. Ini adalah langkah-langkah penting dalam menjaga kebersihan lingkungan dan melindungi sumber daya alam kita.
Salah satu tujuan adanya bank sampah adalah, masyarakat dapat membedakan sampah organik dan anorganik, lantas mereka menyetorkan sampah-sampah anorganik untuk didaur ulang. Semoga langkah kecil seperti ini terus ada di setiap desa
Hapus