Bagian luar di ArtJog |
Lalu-lalang pengunjung di tiap sekat ruangan di Jogja National Museum (JNM) Yogyakarta. Mereka hendak melihat berbagai karya yang dipajang saat pameran Artjog tahun ini. Dari sedikit informasi yang kudapatkan, tahun ini bertemakan ramalan.
Tujuh belas tahun berdomisili di Jogja, ini kali pertama aku masuk melihat pameran di ArtJog. Beberapa tahun terakhir sering diajak melihat pameran tersebut, namun aku belum mengiyakan. Padahal pameran ini merupakan salah satu pagelaran yang paling ditunggu para wisatawan lokal di Jogja.
Pernah suatu ketika aku bersama istri menyambangi kota Solo, lantas berkunjung ke Tumurum Private Museum, petugas di museum tersebut menceritakan pengalaman mereka menyambangi Artjog, lantas belajar untuk diterapkan di museum tersebut.
Ini artinya, ArtJog mempunyai pengaruh yang besar untuk banyak tempat dalam mengembangkan museum kontemporer atau yang sejenisnya. Sehingga, di tahun-tahun ini, kita bisa melihat bagaimana antusias para pengunjung yang datang ke museum.
Berfoto di salah satu sudut ArtJog |
Peran media sosial pun tak dapat dipungkiri. Pengunjung ke ArtJog dapat langsung mengunggah berbagai foto ataupun konten video pendek menggunakan Instagram maupun Tiktok. Sehingga keberadaan ArtJog di Jogja makin meluas informasinya.
Pembelian tiket aku dapatkan secara langsung di lokasi dengan harga 75.000 rupiah, untuk anak-anak yang kudengar kalau tidak salah 50.000 rupiah. Atau kalian bisa membeli tiket secara daring melalui website. Tiket sudah di tangan, bentuknya semacam gelang.
Sebelum masuk, dua petugas bertugas memindai kode batang pada tiket. Bagian awal, kita melihat berbagai tanaman padi. Mulai dari variannya hingga gabah yang sudah dipanen. Tiap-tiap ruangan mempunyai cerita sendiri.
Kuikuti alur masuk di ArtJog, melewati banyak pengunjung yang beragam aktivitas. Sebagian besar dari mereka mengambil foto untuk konten menggunakan ponsel. Aku sendiri sesekali mengabadikan dari kejauhan. Waktu yang kugunakan lebih banyak membaca siapa seniman yang turut memajang karyanya.
Tidak sedikit petugas yang bersiap memberikan informasi lengkap untuk menceritakan karya yang dipajang. Sesekali aku turut mendengarkan, namun lebih banyak berusaha mencerna dari deskripsi yang sudah diberikan. Informasi dalam dua bahasa banyak membantu.
Lukisan sosok perempuan |
Beruntungnya, deskripsi karya diletakkan tepat di samping karya, sehingga aku bisa leluasa dalam membaca. Kita diajak untuk berimajinasi lebih dalam tentang sebuah karya. Sesekali harus mengalah dengan pengunjung lain yang lebih banyak sekadar mengabadikan lantas berlalu.
Sesuai dengan tema ramalan, pada suatu lukisan yang berjejer rapi, terdapat berbagai gambar menceritakan dari proses penanaman padi hingga panen. Bahkan terkait pancaroba, dan lainnya juga tersaji. Aku membaca deskripsi lantas berusaha mencerna pada lukisan.
Ratusan karya mungkin yang tersaji. Jika tidak salah, ada sekitar puluhan seniman yang turut berkontribusi dalam pamerannya. Bahkan, aku sempat membaca ada seniman dari Jepang yang ikut meramaikan. Ruangan tiga lantai ini memanjakan mata dan mengajak imajinasi berkreasi setiap melihat karya.
Antusias pengunjung benar-benar tumpah ruah. Bahkan ada kalanya aku tidak bisa dengan leluasa untuk menikmati tiap lukisan ataupun gambar yang terabadikan. Hal ini tentu berkaitan dengan semakin masifnya muda-mudi membuat konten di ArtJog.
Aku bukan orang yang paham tentang kesenian, tapi terkadang merasa agak canggung ketika sedang asyik menikmati suatu karya, lantas berseliweran orang yang sepertinya sekadar membuat konten dengan hanya melintas atau berfoto, tanpa melihat hasil karyanya.
Pengunjung saling melihat karya seniman |
Namun tetap tidak sedikit dari mereka yang benar-benar ingin mengetahui karya ini menceritakan tentang apa. Tak apalah, semoga dari awal berniat membuat konten, lambat laun mereka mulai menikmati pagelaran seperti ini.
Setidaknya, mereka sudah mempromosikan adanya ArtJog. Ke depannya mungkin mereka bisa jauh lebih menikmati hasil karya yang dipajang. Salah satu yang membuatku salut di ArtJog adalah bagaimana petugas bekerja dengan sepenuh hati. Menyenangkan.
Ada banyak hasil karya yang membuatku takjub. Salah satu yang membuatku jauh sangat antusias adalah melihat hasil foto seorang fotografer yang menceritakan salah satu tempat di Sumatera. Foto hitam putih ini benar-benar membuatku berdecak kagum.
Cerita-cerita tentang bagaimana kehidupan masyarakat yang menyatu dengan alam sepertinya terabadikan dengan lengkap. Sebuah batang pohon yang tercakar harimau, hingga penggunaan topeng tiap warga yang di tempat tersebut.
Mengamati secara detail di salah satu karya |
Karya yang penuh makna dan begitu dalam. Potret yang dihasilkan membuatku larut berlama-lama memandang satu demi satu bingkai foto. Mengikuti alur pajangan yang ada di ArtJog. Sebagai orang yang belajar memotret interaksi ataupun penuh cerita, karya-karya beliau benar menginspirasi.
Tiga lantai sudah aku kelilingi, puluhan dokumentasi dari kamera yang kubawa memotret suasana di ArtJog. Aku duduk santai, melihat lalu-lalang para pengunjung dengan segala umur. Serombongan muda-mudi, sepasang sejoli, hingga satu keluarga.
ArtJog menjadi tempat untuk belajar tentang indahnya sebuah karya. Bukan hanya mengagumi, tapi juga berusaha mencerna arti sebuah karya. Mengapresiasi senimannya, hingga belajar untuk menjaga agar karya tersebut tak rusak karena tingkah kita sebagai pengunjung.
Berbagai pesan yang tersirat maupun tersurat disampaikan. Ramalan masa depan, kejadian saat ini, hingga sejarah masa lampau menjadi sebuah pelajaran, dengan harapan ke depannya bisa menjadi lebih baik dan bijak.
Lebih dari empat jam aku di dalam museum. Kuarahkan kaki menuju luar bangunan. Bersantai di salah satu sudut ruangan, lantas melangkahkan kaki ke musala di seberang museum. Setelahnya, aku pulang dengan harapan tahun depan bisa menyambangi ArtJog bersama keluarga. *Sabtu, 27 Juli 2024.
Beberapa kali denger ttg artjog tp aku pun blm pernah datang ke sana. Selalu ga pas waktu nya. Semoga sih bisa saat ke Jogja lagi
BalasHapusAku pun kurang suka kalo di saat sedang menikmati barang2 di dalam museum, lalu adaaa aja segelintir oknum yg ga paham etika di museum. Tapi aturan di artjog sendiri mungkin ga strict juga kali yaa.
Soalnya di museum LN, mana bisa bikin konten sembarangan begitu. Apalagi pake bising bicaranya. Mengganggu yg lain, dan takut merusak barang seninya juga