Sabo Bronggang yang ikonik |
Bongkahan batu besar menjadi penyekat jalan. Batu ini tampak menjadi tempat ikonik, para pesepeda menjadikan tempat ini sebagai tujuan bersepeda kala akhir pekan. Batu ikonik ini dikenal dengan nama Batu Gajah Sabo Bronggang.
Keinginanku mengunjungi spot Batu Gajah di Sabo Bronggang sudah cukup lama. Terlebih tempat ini ramai menjadi pospit para pesepeda akhir pekan. Bahkan, ketika hobi bersepeda marak saat pandemi, lokasi ini menjadi salah satu yang ramai dikunjungi.
Dari embung Banjarharjo, aku mengayuh sepeda ke arah utara. Seingatku, jalur ini pernah aku lintasi saat tahun 2017 saat bersepeda ke Klangon. Beberapa jalur yang kulintasi masih cukup familiar, terlebih daerah dekat kolam ikan.
Jika menilik informasi dari peta, seharusnya jarak antara embung Banjarharjo ke Sabo Bronggang tak lebih dari 3 kilometer. Namun, cuaca panas cukup menghabiskan tenaga. Aku mengayuh pedal pelan, menikmati waktu sembari mengumpulkan tenaga.
Beberapa kali membalas sapaan para pesepeda yang sudah turun dari tujuan. Di kejauhan, bongkahan batu besar yang menjadi ikonik terlihat. Di sekitarnya, ada banyak bangunan. Sepertinya, tempat ini cukup banyak bangunan baru untuk kuliner.
Melintasi jembatan dekat Sabo Bronggang |
Batu besar yang sudah dipondasi dijadikan penyekat arah. Dari beberapa referensi yang kudapatkan, keberadaan batu besar ini bagian dari meletusnya gunung Merapi di tahun 2010. Batu besar ini terbawa lahar hingga di Dam Bronggang Argomulyo, Cangkringan.
Tampaknya, para pesepeda akhir pekan sudah banyak yang pulang. Kulirik arloji sudah menunjukkan pukul 08.40 WIB. Tinggal beberapa orang saja yang masih asyik bersantai, menikmati minuman sembari menunggu waktu bubar.
Aku mengambil kamera, memotret batu Gajah yang menjadi spot foto saat bersepeda. Bongkahan batu besar ini menjadi salah satu saksi adanya bencana alam di Jogja. Batu Gajah dikelilingin pondasi, sehingga lebih aman.
Di sekelilingnya, terdapat banyak warung kecil yang berjualan. Mulai dari soto, angkringan, hingga warung yang lainnya. Sementara itu, ada juga satu bangunan yang cukup besar. Bisa jadi buka saat siang hingga malam.
Aku menyambangi salah satu warung yang sering kulihat postingannya di grup facebook Jogja Gowes. Warung ini dikenal dengan nama “Warung Susu Watu Gede”. Beberapa kali postingan kunjungan pesepeda di pospit-nya diunggah.
Bersantai di salah satu warung dekat Sabo Bronggang |
Di belakang warung, tersedia bangunan cakruk. Tempat ini menjadi favorit para pesepeda bersantai sembari menikmati pesanan minuman. Ketika pandemi, warung susu watu gede ini baru buka, dan tentunya ramai pengunjung.
Sabo Bronggang pada dasarnya berfungsi seperti kegunaan Sabo Dam yang lainnya, yakni sebagai penahan ataupun penghambat aliran lahar di sungai. Sehingga dapat mencegah dampak yang langsung ke zona lainnya.
Di sepanjang daerah yang berdekatan dengan kawasan gunung Merapi, terdapat beberapa titik pembangunan Sabo Dam. Sabo Dam sebenarnya bukan destinasi wisata, hanya saja pada saat kondisi aman, tempat ini terkadang menjadi tujuan para wisatawan, khususnya pesepeda.
Pada pesepeda biasanya menjadikan Sabo Dam sebagai tujuan bersepeda, sembari mereka mencari destinasi yang lainnya. Ditilik sejak pandemi, sudah ada beberapa Sabo Dam yang cukup ramai dikunjungi para pesepeda, salah satunya adalah Sabo Dam Nglumut.
Selain itu, Sabo Dam Kali Putihpun juga sempat ramai dikunjungi, namun tak seramai Sabo Dam Bronggang dan Sabo Dam Nglumut. Karena lokasi Sabo Dam Kali Putih lebih dekat dengan pinus Jurang Jero Magelang.
Selesai memotret, aku langsung menuju warung tersebut. Sepertinya beberapa pesepeda sudah pulang, di cakruk belakang ada tiga pesepeda yang masih bersantai. Aku memesan teh hangat dan mengambil pisang rebus. Menariknya, warung susu watu gede cukup banyak varian makanannya.
Ada yang pernah nongkrong warung ini |
Salah satu yang menarik perhatianku adalah sejenis umbi-umbian. Bapak pemilik warung menginformasikan nama umbi tersebut adalah “uwi”. Sekilas mirip talas, namun menurutku jauh lebih lembut umbi uwi. Rasanya pun enak.
Aku sempat berbincang dengan pemilik warung. Kubilang beberapa kali melihat postingan beliau di Grup Jogja Gowes. Beliau bercerita, awalnya warung bukan model seperti ini. Hanya semacam stand kecil yang langsung bisa dibongkar.
Ketika destinasi Batu Gajah ramai saat pandemi, mulailah beliau membuat bangunan dari kayu untuk warung. Bahkan beliau sekarang sudah menggoreng ataupun memasak di tempat ini. Sewaktu merintis, beliau menggoreng dari rumah.
Warung Susu Watu Gede sekarang cukup dikenal para pesepeda, bahkan menurut pemiliknya, ada beberapa pelanggan tetap yang sering datang. Beliau mengatakan bahwa beberapa orang tersebut sering datang mulai sejak pandemi hingga sekarang.
Lokasi Watu Gajah ini memang menarik. Meski memang bukan sebuah destinasi wisata, namun berkembangnya media sosial menjadikan tempat ini berpotensi sebagai destinasi wisata untuk masyarakat terdekat, khususnya para muda-mudi yang suka nongkrong.
Menikmati makanan dan teh panas |
Tak hanya warung Susu Watu Gede saja yang lumayan ramai, angkringan dan soto di seberang juga banyak dikunjungi orang. Namun perlu diketahui, bahwa tempat ini sejatinya bukan destinasi wisata, sehingga harus tetap mematuhi aturan.
Cukup lama aku bersantai di salah satu kursi, kuputuskan untuk pulang. Perjalanan pulang jalan menurun, sehingga cukup menghemat tenaga. Beberapa saat kemudian, aku tersadar bahwa tas yang berisi kamera tertinggal di kursi warung susu watu gede.
Bergegas aku balik arah, lantas menuju kursi tempat duduk awal. Tas kecil berwarna hitam masih tergeletak di tempat semula. Bapak pemilik warung malah tidak tahu kalau barangku tertinggal, karena memang meja tempatku duduk belum dibersihkan. Kami tertawa bersama, untuk kedua kalinya aku berpamitan.
Di Jogja, beberapa spot seperti Watu Gajah Sabo Bronggang bisa menjadi destinasi tujuan pesepeda akhir pekan. Namun, tempat seperti ini harus butuh perjuangan agar tetap eksis dan disambangi pesepeda. Karena pesepeda biasanya cenderung suka mencari tempat baru yang lainnya.
Jika kita melihat fenomena di Jogja, ada banyak destinasi yang sempat viral, ramai dikunjungi pesepeda, hingga sekarang terbengkalai tanpa ada yang mengunjungi lagi. Tentu harapanku, Sabo Bronggang tetap bisa eksis dan dikunjungi para pesepeda yang mencari tujuan arah Cangkringan. *Sabtu, 20 Juli 2024.
kalo mau ke arah museum merapi ngelewatin ga sih mas? aku kok ga inget pernah lihat batu gajah ini yaaa. padahal gede banget begitu... bagus juga diletakkan di simpang jalan begini, memang sebagai pengingat musibah gunung merapi yg dulu
BalasHapusIni kalau ke Klangon biasanya melintasi mbak :-)
HapusBatu gajah itu awalnya untuk hal penting seperti menahan lahar gunung berapi ya, tapi makin lama malah jadi tempat wisata.
BalasHapusHampir mirip di daerah ku, ada danau yang awalnya untuk penampungan air saat musim kemarau agar tidak kekeringan, sekarang jadi tempat wisata juga.
Benar, memang awalnya untuk begitu, tapi selama ini banyak dijadikan semacam pospit,
Hapus