Secangkir kopi disajikan oleh Barista Loe Goe Coffee |
Di manapun tempatnya, jika di sana tersedia kopi, maka kami berusaha untuk mencicipinya. Pun ketika menjelajah desa wisata Banjaroya. Mas Madun selaku pemandu memberikan waktu khusus untuk menyeduh kopi di salah satu kedai yang buka di kampung.
Siang lumayan terik. Usai mengunjungi destinasi wisata yang ada di desa wisata Banjaroya, menengok kebun durian sembari memastikan tidak sedang berbuah, rombongan kami diantar ke salah satu rumah warga. Plang bertuliskan “LoeGoe Coffee”.
Rumah yang terasnya dijadikan tempat menyeduh kopi rumahan terlihat sepi. Kami menyempatkan waktu untuk istirahat. Ada yang memainkan gawai sembari duduk di kursi, atau malah menggelar tikar untuk tiduran. Aku sendiri membaca buku yang terpajang dalam rak buku.
Selain sebagai kedai kopi juga dijadikan taman baca bernama Balai Pustaka Damar Jati. Ada tiga rak buku di tiap sudut ruangan, koleksi beragam. Aku mengambil satu eksemplar buku. Untuk sesaat pikiranku hanyut dalam alur cerita.
Ada Taman Baca di rumahnya |
Peracik kopi dan pemilik kedai belum tampak. Kami setia menunggu. Bahkan aku sempat tidur di ruangan. Sesekali bangun karena menghirup bau gorengan Geblek (makanan tradisional) yang dihidangkan ibu pemilik rumah. Meja depan sudah tertata toples berisi biji kopi menantikan sang barista.
Orang yang ditunggu datang juga, lelaki berambut gondrong dan bertubuh tegap menyapa rombongan. Kami berjabat tangan, sesekali beliau mengucapkan maaf karena membuat kami menunggu. Lelaki ini bernama Nilokoco, pemuda desa Banjaroya yang merintis usaha kedai kopi di kampungnya sendiri.
Alat seduh rumahan miliknya dikeluarkan. Sembari meracik kopi, kami berbincang santai. Loe Goe Coffee berdiri sejak tahun 2016. Ini dikarenakan dorongan dari Mas Madun dan kawan-kawan yang meyakinkan bahwa kedai kopinya bakal ada pengunjung. Kita tahu di sepanjang jalan menuju Puncak Suroloyo, ada banyak kedai kopi yang buka.
Deretan Stoples berisi biji kopi |
Menurut Mas Nilokoco, dibukanya kedai kopi ini bisa dijadikan pancingan bagi masyarakat lainnya untuk membuka usaha olahan lainnya seperti Gula Jawa, Slondok, Rengginang, maupun lainnya.
“Intinya dari konsumen langsung ke penjual. Bukan melalui perantara tengkulak,” Ujar Mas Nilokoco.
Menarik mengulik penamaan kedai kopi yang nyentrik. LoeGoe Coffee, tentu bukan sebatas nama tanpa ada makna. Lelaki lulusan UGM tahun 2008 ini tersenyum saat kami tanyakan arti nama kedai kopi yang nyeleneh.
Menurut beliau ada makna dari nama kedainya. LoeGoe itu bisa bermakna; nikmat di kamu (penyeduh kopi), dan nikmat di saya (petani kopi).
“Pokoknya nikmat di Elo, nikmat di Gue,” Celetukknya diiringi tawaan.
Mas Nilokoco barista sekaligus pemilik Loe Goe Coffee |
Masih berbincang tentang nama kedai kopi. Mas Nilokoco membeberkan bahwa harga kopi di kota itu mahal. Pertanyaannya, apakah kenikmatan harga kopi yang mahal tersebut dinikmati juga oleh petani? Itu alasan kenapa nama kedai kopi ini LoeGoe Coffee.
Dikatakan juga jika dari kopi, hal yang tidak disukai menjadi suka. Sesuatu percakapan yang awalnya canggung, ketika ditemani secangkir kopi menjadi suasana hangat. Kopi menjadi sesuatu hal yang luar biasa.
Ketertarikannya di dunia kopi berawal dari almarhum bapaknya yang penikmat kopi. Selama ini, Mas Nilokoco belum pernah membeli biji kopi. Beliau mendapatkan biji kopi dari kebun atau kopi yang dulunya tumbuh liar.
Aku baru tahu, di sekitaran kebun arah ke Puncak Suroloyo ada banyak pohon kopi yang tumbuh liar. Karena potensi kopi makin terlihat baik, sebagian warga mulai menanam kopi maupun merawat pohon kopi yang tumbuh liar.
Di sekitaran rumah Mas Nilokoco sendiri ada banyak pohon kopi. Sebagian tumbuh liar, sebagian lagi memang ditanam. Aku menengok pohon kopi yang tidak terawat di kebuh samping rumah beliau. Sebuah pohon kopi yang bercampur dengan tumbuhan semak.
Pohon kopi liar di sekitaran rumah |
Tumbuhan yang liar karena faktor hewan yang membawa. Diyakini hewan yang menyebabkan adanya pohon kopi liar di sekitaran Suroloyo adalah Kelelawar. Kelelawar memakan kulit dari biji kopi, lalu membuang biji sembarangan. Sehingga ada yang tumbuh liar tanpa perawatan.
Tangan-tangan memegang semak agar tidak tergelincir, kusibak semak-semak agar bisa turun ke kebun samping rumah. Sebuah pohon kopi menjuang tinggi. Pohon ini tidak terawat. Biji kopi malah sebagian sudah tercecer di tanah.
Kulongokkan ke atas, biji kopi yang hijau bercampur dengan biji yang sedikit kemerahan. Seperti pohon tak bertuan. Tak ada yang memetik biji kopi. Semakin terlihat bagaimana potensi kopi yang ada di sekitaran perbukitan Menoreh.
Cukup lama kami di kedai kopi LoeGoe. Mas Nilokoco tak hanya meracik satu kopi, tapi sudah beberapa gelas macam kopi yang dijamukan. Bahkan beliau juga membuat Affogato, Kopi Rempah, dan lainnya. Aku lupa ada juga campuran kopi dengan legen.
Tiap satu gelas kopi kami nikmati bersama. Satu persatu minuman diracik, lalu kami disuruh untuk mencicipi. Bagi para penggemar kopi, kami antusias dengan berbagai racikan yang dibuat. Parahnya lagi, ketika kami mau membayar, Mas Nilokoco tidak berkenan untuk dibayar.
Secangkir kopi dengan biji kopi yang berserakan |
Bagi kalian yang ingin singgah ke tempat mas Nilokoco, kalian tinggal ikuti jalur naik ke Puncak Suroloyo. Setelah melewati Embung Banjaroya, nanti ketemu pertigaan. Kalau lurus ke puncak, dan belok kanan ke kedai LoeGoe. Jarak dari pertigaan ke kedai hanya 100 meter. Untuk harga kopi berkisar 10.000 – 15.000 rupiah.
Meskipun berada jauh dari keramaian, di kedai kopi ini ada fasilitas jaringan internetnya. Alasan yang membuat beliau memasang internet dan TV Kabel karena malas melihat tayangan di TV. Menarik memang, selain kedai kopi, ada jaringan internet, dan ada buku-buku bacaan, serta berada di kampung.
Perpustakaan sendiri baru berdiri tahun lalu. Koleksi buku merupakan sumbangan dari teman-teman Mas Nilokoco yang datang dari Jogja. Tujuannya tidak muluk-muluk, beliau berharap taman baca ini bisa mengedukasi orang-orang setempat terutama anak-anak mudanya.
Aku menyeduh kopi secara bergantian. Tidak terasa lebih dari dua jam kami berbincang santai di kedai kopi ini. Waktunya kami berpamitan. Harapan kami, semoga bisa kembali berkunjung ke sini, menikmati kopi dengan suasanan desa, dan pastinya mengharapkan kabar baik tentang geliat desa wisata Banjaroya dari tangan-tangan para pemuda setempat. *LoeGoe Coffee Desa Wisata Banjaroya, 29 April 2018.
wuih ono "geblek"
BalasHapusdadi kangen ngopi ngemil geblek
Hahahahha, bikin geblek sendiri di Lombok mas :-D
Hapussaiki ning temanggung juga akeh kedai kopi di kampung-kampung, cuma permasalahnya adalah harga tak seramah orang kampung dan budaya ngopi di kedai dipandang orang kurang gawean
BalasHapusAku jadi ingat belum nulis kedai kopi kita dulu yang di Temanggung.
HapusKalau lokasinya sejalur dengan destinasi wisata, mungkin pangsa pasarnya beda. Sepemahamanku kudu bikin tempat besar, artinya kopi disandingkan dengan restoran.
Unik ya ada kedai kopi di kampung yang asri terus di sekitarnya tumbuh pohon kopi, ditambah semacam taman baca begini, luar biasa memang. Salut.
BalasHapusIya mbak. Adanya kedai kopi di desa, dan pemudanya mau menggeliatkan pariwsata memang hal yang menarik dan patut diapresiasi.
HapusSemoga didukung dengan unsur wisata lainnya jadi semakin ramai desanya; banyak pengunjung yang tertarik dengan semua wisata yang ada, banyak juga kan yang kunjungi kedainya hehe.
HapusSemoga saja mbak :-)
HapusAda satu hal yang sejak dulu ingin saya ceritakan tapi kok lupa hahaha. Di Ende ada minuman bernama ARAK KOPI konon katanya terbuat dari biji kopi. Dulu saya bisa minum bergelas-gelas saking enaknya. Tapi saya belum tahu bagaimana pembuatannya; baru sampai tahap menikmati. Nanti deh saya carikan informasinya.
HapusSemacam kopine fresh from the oven, alias kopi yang baru aja dipetik dari pohonnya. Tinggal petik, diolah, terus dijadiin minuman sendiri tanpa beli biji dari tempat lain. Eh ya tapi beli juga nggak apa-apa buat variasi.
BalasHapusKarena kedai kopi ini memang tidak menjurus ke wisatawan langsung, jadi beliau hanya menggunakan biji kopi lokal di sana saja
HapusWkwkw skrg memang acara tv makin gak jelas dan internet lah penolongnya haha. Aku belum pernah ke Banjaroya sama sekali.
BalasHapusOiya skrg desa-desa wisata mulai buka kedai kopi macam gini ya.
Iya
Hapusorang di desa memang seperti ini. Selain menyalurkan hobi kan juga bisa mendapatkan pemasukan
Sebagai pencinta kopi, jadi penasaran ingin mencobanya.
BalasHapusBisa lah bang main-main ke Jogja :-D
HapusAlat yg utk meracik kopinya unik yaa. Aku blm pernah liat yg begitu. Asyiiik banget dibikinin aneka macam kopi gitu mas. Btw, yg dicampur legan, itu apaan? Td aku pikir secangkirnya bakal mahal, tp trnyata cm 10-15 rb, lgs geleng2 kepala :D
BalasHapusHehehehhe, beli mbak hahahahahh
HapusSepertinya kedai kopi ini eksotis ya. Walau agak terpencil, kopinya enak, ada pula jaringan wifi-nya. Keren. Semoga tambah sukses
BalasHapusBenar bu, sekarang di kampung-kampung warganya berinisiatif agar ada geliat perekonomian di kampung bisa baik.
HapusNamanya unik, disajikan menarik, seiring meningkatnya gaya hidup, cafe atau tempat nongkrong yg menyajikan kopi semakin menjamur Dan tidak kehabisan konsumen pula
BalasHapusKopi menjadi pangsa pasar yang benar-benar melejit di Indoensia beberapa tahun belakangan ini.
Hapuskeren kedai kopi di kampung seperti begini ... bisa meningkatkan perekonomian warga kampung.
BalasHapussayang di daerah Bogor belum ada yang seperti ini .. padahal banyak kebun kopi di daerah Bogor, mungkin hanya tinggal nunggu waktu .. nanti juga bakalan ada :)
Semoga banyak kedai kopi di sana, kang. Biar sekalian bisa ngopi-ngopi :-)
Hapus