Abah Kopi Café Jogja, Kedai Kopi di Dekat UIN Jogja - Nasirullah Sitam

Abah Kopi Café Jogja, Kedai Kopi di Dekat UIN Jogja

Share This
Sajian di Abah Kopi Cafe Jogja

Kala sedang bingung memilih tujuan mengopi untuk tambahan ulasan blog. Aku mendapatkan pesan dari mahasiswa Ilmu Perpustakaan UIN Jogja. Mereka mengajakku mengopi di sekitaran UIN. Katanya tidak jauh dari kampus. 

“Selepas magrib di Abah Kopi, mas.” 

Aku mengiyakan. Sejak seminggu yang lalu, kami memang kerap berkomunikasi di WA. Akhir bulan Maret rencananya kami kolaborasi pada suatu kegiatan. Kegiatan tersebut tidak jauh-jauh dari seputaran literasi dan blog. 

Abah Kopi Café, nama kedai kopi ini baru kudengar. Kusempatkan berselancar dan mencari informasi kedai kopi tersebut. Melihat ulasan di Local Guide, kedainya menyediakan minuman manual seduh. 

Rinai hujan tak berubah. Sedari menjelang magrib, hujan mengguyur Jogja. Aku iseng jalan kaki menuju kedai. Takut sudah terlanjur janji pukul 18.45 WIB sampai di lokasi. Meski hujan, kuterabas tanpa menggunakan payung. Hanya berbekal jaket. 

Kuturuti jalan menuju kedai. Tepat di depanku bangunan semi terbuka. Belum juga kucari nama kedainya, tiga orang perempuan tak asing berbarengan datang. Mereka adalah adalah mahasiswi-mahasiswi yang berkomunikasi denganku. 

Berlokasi di Jalan Bimo Kurdo, Sapen. Tentu letak kedai ini hanya sepelemparan batu dari kampus UIN Suka Jogja. Lingkup areanya pun dikelilingi para mahasiswa UIN dan Akprind. Kulihat sesaat gambar-gambar yang sudah beredar, menarik rasanya melihat kedai kopi ini secara langsung. 
Barista di Abah Kopi Cafe Jogja
Barista di Abah Kopi Cafe Jogja

Kami mencari tempat duduk yang nyaman. Kutambahkan satu kursi agar lebih santai. Abah Kopi Café tempatnya terbuka. Berbagai tempat duduk tersedia. Sekilas mirip dengan kedai-kedai yang berada di Sorowajan. 

Sebenarnya ada juga semacam gazebo. Berhubung hujan, aku malas mengunjunginya. Di depan meja bar terdapat hammock yang ditempati seorang perempuan. Sedangkan lelakinya duduk di kursi yang berada di samping. 

Melihat kami datang, mereka beranjak bangun. Keduanya menuju balik meja barista dan menyapa kami. Kuambil menu, lalu membawa ke meja. Kubiarkan tiga mahasiswi mencari minuman dan kudapan yang ingin dipesan. 

Berbagai menu tertera pada kertas berlaminating. Harga makanan dan minuman di sini cukup murah. Mengingatkanku Aksara Kopi, kedai kopi yang berlokasi di dekat UNY. Mulai dari konsepnya hingga bentuk bangunannya. Mataku melirik minuman manual seduh. 
Daftar menu dan harga di Abah Kopi Cafe Jogja
Daftar menu dan harga di Abah Kopi Cafe Jogja

Deretan stoples transparan berisi biji kopi. Ada Gayo Wine, Temanggung, dan yang lainnya. Bahkan di sini juga menyediakan minuman teh. Tidak ketinggalan Temulawak dan Secang. Aku antusias melihat menu yang ditawarkan. 

Jarang-jarang kedai kopi menyediakan menu yang lumayan lengkap. Pun dari harga yang cukup sesuai di kantung mahasiwi. Minuman manual seduh harganya 18.000 rupiah. Minuman paling mahal Kapiten Coffee Beer. 

Memang aku sempat melihat postingan yang menyediakan Kapiten Coffee Beer. Sewaktu aku datang, minuman tersebut tidak ada. Malah ada minuman yang mirip dengan kemasan botol lonjong. Katanya buatannya sendiri. 

“Gayo Wine, mas. Bisa menggunakan Kalita?” Pintaku. 

“Bisa mas,” Jawabnya sembari bersiap membuat kopi. 

Di pojokan, tiga mahasiswi masih sibuk memilih menu. Berhubung dia tidak suka kopi, minumannya yang dipilih adalah teh. Tidak lupa kutambahi kudapan tempe cocol dua porsi. Tentu menyenangkan menyeduh kopi sembari menikmati tempe cocol. 
Berbagai biji kopi yang tersedia di Abah Kopi Cafe Jogja
Berbagai biji kopi yang tersedia di Abah Kopi Cafe Jogja
Selain kopi, di Abah Kopi Cafe Jogja juga menyediakan minuman teh
Selain kopi, di Abah Kopi Cafe Jogja juga menyediakan minuman teh

Abah Kopi Café ini sudah cukup lama. Lebih setahun bukanya. Sementara ini buka mulai pukul 12.00 WIB dan tutup pukul 00.00 WIB. Meski begitu, sementara kedai kopi ini dikelola tiga orang. Katanya, bulan depan berencana buka lebih awal. Mungkin pukul 10.00 WIB. 

Aku tidak menjelajah banyak tempat. Lebih asyik berbincang dengan mas yang membuatkan kopi. Di sini pada dasarnya menyenangkan, bahkan ada rak buku kecil yang bisa dibaca, hingga tersedia musola. 

Di bagian tengah ruangan, berbagai kertas bekas ataupun buku yang rusak bergelantungan. Sengaja digantungkan untuk menambah aksesoris pada ruangan terbuka. Menjelang isya mulai banyak pengunjung yang berdatangan. 

Kedai kopi di dekat UIN dan menyediakan minuman manual seduh tentu menjadi tantangan tersendiri. Sempat kutanyakan apakah minuman manual seduh di sini banyak peminatnya. Mas barista tersenyum. 

Dia menuturkan jika berusaha mengenalkan kopi manual seduh. Namun, dia tahu jika semua ada risikonya. Karena itulah di kedai kopi ini menyediakan minuman kopi ala Jawa Timuran. Biji Robusta dalam wadah besar menjadi opsi bagi mereka yang ingin mengopi ala Jawa Timuran. 

Menu Abah Tanggung maupun Abah Tangsu menjadi minuman yang paling sering dipesan para pengunjung. Untuk manual seduh tidak tentu. Bahkan, sewaktu aku datang. Seingatku baru aku sendiri yang memesan minuman manualnya. 
Menikmati sesapan Gayo Wine
Menikmati sesapan Gayo Wine

“Biar kami yang bayar, mas,” Celetuk tiga mahasiswi kala kami berkumpul. 

“Uangku masih cukup buat traktir kalian,” Balasku sambil bercanda. 

Aku kembali menuju meja barista. Membayar minuman yang kami pesan. Lalu meminta izin masuk ke belakang meja bar. Memotretnya sewaktu menyeduh kopi dengan metode kalita. Peralatannya tidak banyak, tapi cukup lah. 

Keasyikan berbincang, tidak sadar minumanku sudah siap. Mumpung masih panas, aku menyesap Gayo Wine. Rasanya memang tebal, mengingatkanku saat dibuatkan Gayo Wine di 1915 Arts-Koffie-Huis

Sesapan demi sesapan berlalu. Aku larut dalam obrolan dengan mahasiswi. Malam ini menjadi empat mahasiswi yang berdatangan. Aku lupa nama mereka. Itulah kelemahanku. Lupa nama tapi ingat wajah. 

Melihatku yang menyesap kopi, keempat mahasiswi ini penasaran. Aku sengaja membuat permainan. Mereka semua kusuruh untuk mencoba kopiku. Tidak boleh komentar sebelum kukasih aba-aba. 

Aku tertawa tatkala melihat ekspresinya sesaat meneguk kopi. Ada yang jawab rasanya pahit, ada juga yang bilang seperti campuran akar-akar atau malah seperti komposisi jamu. Mereka mempunyai kesan sendiri-sendiri tentang minuman kopi. 
Suasana Abah Kopi Cafe Jogja kala malam hari
Suasana Abah Kopi Cafe Jogja kala malam hari

“Mending tempe cocolnya, mas,” Seloroh salah satu di antara keempat mahasiswi. 

Dua porsi tempe cocol kami nikmati. Rinai hujan masih belum mengisyaratkan reda. Justru makin deras. Kami terus berbincang sambil meneguk minuman hingga tandas. Kulirik sekitar mulai ramai pengunjung. 

Selesai obrolan, kami sepakat pulang. Kupesan transportasi daring, menunggu di kedai. Mobil datang, aku pamitan ke mahasiswi dan barista yang bertugas. Cukup sudah mengopi malam ini. Menyenangkan dan dapat konten baru. 

Sedikit kesanku kala mengopi di sini. Untuk minuman dan makanan termasuk murah. Gayo Wine yang dibuatkan lumayan sesuai dengan lidah. Suasana sedikit riuh layaknya kedai kopi tempat terbuka. Kalau siang mungkin nyaman dan sepi. 

Pelayanan barista juga cukup menyenangkan. Kami berbincang santai, bahkan aku diperbolehkan mengulik agak dalam tentang keberanian dia membuat kedai kopi di sekitaran UIN. Niat mengenalkan kopi memang bagus, tapi harus diiringi dengan melihat pangsa pasar di sekitar. 
Kombinasi Kopi dan Tempe Cocol yang menyenangkan
Kombinasi Kopi dan Tempe Cocol yang menyenangkan

Secara keseluruhan, aku cukup nyaman di kedai kopi ini. Bagiku, tempat ini nyaman untuk berbincang. Jika ingin bekerja, menurutku agak ramai. Bagi orang yang suka keramaian dan bisa fokus bekerja tidak masalah. 

Target pengunjung kopi tentu mahasiswa UIN. Sehingga selama di sini tidak asing para mahasiswa yang berdiskusi atau sekadar bersantai. Jadi, jika ada yang bertanya kedai kopi manual yang berlokasi dekat UIN, pasti aku bilang Abah Kopi Café. *Abah Kopi Café; Rabu, 26 Februari 2020.

10 komentar:

  1. wah belum nyobain yang gayo wine. itu beneran kerasa aroma wine nya ya? tapi gak ada alkoholnya kan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa dicoba loh mas ahahhahah.
      Nggak ada alkoholnya

      Hapus
  2. Tiang-tiang kayunya bikin saya ingat Djendelo yang di tingkat atas Togamas Gejayan. Entah kenapa mata saya nyaman lihat warna-warna kayu yang lawas kayak begini.

    Btw, selalu saya ada ilmu baru tentang kopi yang saya dapat pas baca tulisan Mas Sitam. Hari ini saya belajar soal bedanya V-60 dan Kalita. Semula saya kira dripper ala Jepang itu sama saja semua, ternyata beda-beda, ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Djendelo Kafe sudah tidak ada mas. Saya dulu ke sana kalau ada yang bedah buku.

      Hapus
  3. Eh jd penasaran ngopi ala jawa timuran, Mas. Kaya apa sih. Abah kopi? Menarik nama cafenya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya sama kayak kita ngopi di tempat lain sih. Penting kopi dan gula

      Hapus
  4. Wih barista mirip sama temenku, tapi lupa namanya hhha.. nanti coba kesana ah siapa tau bener :D

    BalasHapus
  5. Baru tau ada kopi Gayo Wine, jadi penasaran ama rasanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah satu yang menurutku enak kalau diseduh. Cocok di lidahku

      Hapus

Pages