Review Novel Dilan #2 (Bagian Kedua) - Nasirullah Sitam

Review Novel Dilan #2 (Bagian Kedua)

Share This
Novel Dilan #2 atau Dilan bagian kedua karya Pidi Baiq ini diterbiktan oleh penerbit Pastel Books. Novel remaja yang setebal 343 halaman ini adalah sambungan dari novel Dilan; Lia adalah Dilanku tahun 1990. Novel yang menceritakan tentang bagaimana kisah saat memulai hubungan (berpacaran) ketika beranjak remaja, saat sedang duduk dibangku SMA. Sesuai dengan judulnya, kisah ini diceritakan pada Desember 1990 sampai pada tahun 1991. Kisah yang sebagian besar orang bilang pacaran saat itu (masa SMA) hanya sebuah kenangan yang tidak terlalu berarti. Cerita yang berlatarbelakang di kawasan Bandung dan sekitarnya ini, membuat kita mengetahui bagaimana suasana Bandung kala itu.
Dilan Bagian Kedua #2
Dilan Bagian Kedua #2
Di dalam novel ini, kembali menceritakan bagaimana kisah cewek yang bernama Meila Adnan Hussain (Lia) secara resmi berpacaran dengan Dilan. Dilan sendiri adalah teman sekolah Lia. Saat memulai berpacaran, ada cerita unik dibalik mereka berpacaran, mereka berdua membuat surat pernyataan kalau saat itu mereka resmi berpacaran. Sebuah pengalaman yang tentunya tidak semua orang pernah lakukan; lucu, kreatif, unik, dan sangat berkesan tentunya.

Novel ini banyak menceritakan tentang kehidupan Lia. Bagaimana hubungan dengan Dilan berjalan dengan mulus, dibumbui beberapa konflik yang membuat mereka renggang, putus, dan kemudian balik lagi. Sosok Lia yang sangat supel, cantik, dan menjadi idola para cowok. Sedangkan Dilan di sini adalah cowok yang suka dengan motor. Bahkan disebutkan dia adalah anggota geng motor, kehidupannya lebih banyak dialami dengan berantem, dan berurusan dengan kelompok lain, serta dengan polisi. Karena kenakalannya itulah, suatu ketika dia berantem dengan Anhar di kantin. Hingga akhirnya Dilan harus dipindahkan ke sekolah lain.

Ada nuansa komedi yang disuguhkan penulis dalam novel Dilan #2 ini, bagaimana sikap aneh Dilan saat berpacaran dengan Lia. Melakukan hal-hal yang membuat orang geleng-geleng kepala, serta berbicaranya pun lebih banyak bercanda. Beberapa tingkah Dilan seperti mengirimkan surat kepada tetangga Lia, mengaku sebagai orang kantin sekolah, dan lainnya. Semua itu dia lakukan demi melihat pacarnya (Lia) tersenyum.

Disisipkan juga dengan jelas bagaimana persahabatan menjadi hal yang paling penting saat masa sekolah. Sosok Lia, Dilan, tentu tidak bisa lebih berwarna tanpa ada kehadiran Wati, Piyan, Akew, Nandan, dan lainnya. Banyak diceritakan bahwa sekelompok anak remaja ini adalah teman yang tidak terpisahkan. Ketika ada masalah, satu dengan lainnya dapat membantu, ataupun selalu ada disisinya. Mereka sudah seperti keluarga sendiri, tidak ada rasa canggung untuk meminta bantuan ketika ada keperluan ataupun ada masalah. Ya, sebuah persahabatan yang dibangun dengan rasa kekeluargaan. Selain itu, ada juga peran sosok orangtua yang sangat mendalam di sini. Bagaimana orangtua Dilan maupun Lia paham dengan kondisi anaknya sekarang.

Bukan tanpa ada masalah dalam hubungan Lia dan Dilan. Konflik selalu ada dalam suatu hubungan. Bagaimana Lia harus berusaha menghindari Beni (mantannya), berlanjut dengan menghindari Kang Adi yang dari dulu menyukainya, ada juga Yugo, teman kecilnya yang pisah karena Yugo harus menetap di Belgia, dan tiba-tiba datang saat beranjak remaja. Atau dari guru muda Pak Dedi yang selalu berusaha untuk mendekatinya dengan memanfaatkan posisinya sebagai guru. Di sini juga menceritakan bagaimana hidup Lia ketika hubungan mereka putus, mereka benar-benar putus. Sebuah tekanan batin yang tidak bisa dihadapi Lia sendirian, merasa hidupnya sudah tidak ada semangat lagi, apalagi mendengar pengakuan dari Dilan kalau dia sudah mempunyai pacar baru.

Dari semua hal yang Dilan miliki, Lia tetap merasa risau dengan kehidupan Dilan yang senang berkumpul di geng motor. Kerisauannya tentu beralasan, ketika Dilan ada masalah dengan Anhar; tidak lama berselang, Dilan dikeroyok orang tidak dikenal. Sampai akhirnya, Dilan kehilangan satu teman geng motornya karena dikeroyok orang tidak dikenal. Sebuah kenyataan yang tidak bisa dielakkan, kehidupan sebagai geng motor membuat Dilan hampir kehilangan segalanya.

Singkat cerita, dalam novel ini menceritakan sampai pada tahun 1997-1998 Lia kuliah di Jakarta, sementara Dilan kuliah di Bandung. Kehidupan baru Lia yang dia bangun lagi dari awal, mulai membuka hati untuk orang lain. Namun siapa sangka, di suatu tempat dia kembali bertemu dengan Dilan. Sebuah rasa yang tidak bisa dia ungkapkan, rasa yang sudah dia ingin simpan dalam-dalam.
Beberapa kutipan dari novel Dilan #2 sebagai berikut;

“Dengar ya, Lia. Kamu harus tau, senakal-nakalnya anak geng motor, mereka juga sholat pada waktu praktek ujian Agama,” katanya. – Dilan #2 halaman 24”

“Iya. Nah, waktu si Bunda nyuruh aku sholat, aku jawab aja: Bunda, jangan nyuruh-nyuruh! Kerjakan sendiri - Dilan #2 halaman 96”

“Ibu, Lia gadis remaja, yang ingin dibutuhkan. Setidaknya, Dilan sudah membuat Lia merasa menjadi seperti itu ketika Lia tahu Dilan bisa membuat Lia nyaman - Dilan #2 halaman 190”

“Apa, ya? Oh, ini: kami anggota DHARMA WANIAN, berjanji tidak akan berjanji karena takut tidak menepati janji - Dilan #2 halaman 257”

“Hatiku berdenyut bersama air mataku yang meleleh dan aku merasa ditikam oleh kekuatan rindu kepadanya! Rasanya, dia akan selalu menempati tempat khusus di dalam hidupku - Dilan #2 halaman 337”

Ada banyak hal yang dapat membuat kita tersenyum, terpingkal-pingkal menahan tawa, terharu, menangis, maupun ikut terluap emosi tatkala membaca novel ini.  Pidi Baiq pandai meramu setiap moment sangat tepat waktunya. Kisah dalam novel remaja ini membuat kita tahu bagaimana rasa memiliki, kehilangan, persahabatan, dan juga kekeluargaan. Salah satu novel yang menurutku wajib kalian baca dan kalian koleksi. Karena, cerita dalam novel ini tidak akan pernah bosan untuk dibaca secara berulang kali.
Baca juga review buku yang lainnya 

3 komentar:

Pages